Sabtu, 26 Februari 2011

III. HMI Tahun 60-an: “Perjuangan dan Eksistensi”

Share it Please
Bagi PKI, HMI merupakan musuh utama yang harus dilenyapkan setelah Masyumi. Sebab golongan agama, dalam doktrin komunis, adalah kelompok kontra revolusi isisnya adalah kaum borjuis kecil yang pro kapitalis-imperialis. PKI menuduh Masyumi (dan juga HMI) sebagai antek-anteknya Amerika yang berusaha menanamkan pengaruhnya di dunia ketiga untuk memenangkan perang dingin (Aidit 2001). Jika ingin menguasai Indonesia, tak ada jalan lain, selain yang pertama kali harus dihancurkan adalah kekuatan-kekuatan kaum beragama. Kaum nasionalis, meskipun juga menjadi penentang komunisme tidak cukup mempunyai kekuatan siginikan, karena merupakan produk ideologi lokal.
NASAKOM (Nasionalis, Agama dan Komunis) diharapkan oleh Sukarno dapat menjadi pemersatu ketiga kekuatan ideologi besar yang berkompetisi menanamkan pengaruhnya dalam struktur negara. Ide tersebut ternyata hanya menjadi slogan yang semakin melegitimasi kekuasaan Sukarno. Pada tahap berikutnya Nasakom menjadi alat bagi PKI untuk melakukan hegemoni politiknya tanpa mau mengakomodasi kekuatan-kekuatan lain. Sebenarnya ide ini cukup baik jika diikuti dengan itikad baik dan perimbangan kekuatan antara elemen-elemen penyusunya. Akan tetapi lemahnya kekuatan Nasionalis dan Islam secara kualitatif menjadi tidak seimbang dengan kekuatan dan ambisi komunis untuk mengusai kabinet.
Kekukuhan HMI dalam membela Islam dan keterlibatanya dalam aksi pembasmian pemberontak PKI di Madiun tahun 1948 bersama militer cukup menjadi stimulus dendam mendalam bagi PKI. Oleh karena itu permusuhan HMI dengan PKI/CGMI semakin menjadi setelah Nasakom diberlakukn oleh Presiden Sukarno. HMI adalah organisasi yang menentang Nasakom. Tuduhan-tuduhan bahwa HMI merupakan underbouw-nya Masyumi, HMI terlibat dalam pemberontakan-pemberontakan Islam bersama Masyumi, HMI anti Pancasila, HMI menjadi antek Amerika dan sebagainya menjadi dalih bagi PKI untuk mengganyang HMI.
Terhitung sejak tahun 1964 aksi-aksi mengganyangan HMI dengan berbgai tuduhan diatas mulai dilakukan oleh PKI. Koran-koran, majalah, aksi massa, forum-forum ilmiah dan bahkan menggunakan institusi perguruan tiggi untuk melarang aktifitas HMI. Lebh dari 30 mass media dan 46 organisasi massa digunakan oleh PKI untuk melakukan usaha-usaha pembubaran HMI. Bentuk-bentuk aksi yang mengarah pada pengganyangan HMI. Beberapa aksi tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :
·         Pelarangan HMI di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Cabang Jember pada tanggal 12 Mei 1964 oleh sekretaris fakultas yang bernama Prof. Dr. Ernest Utrecht S.H.
·         Mengeluarkan HMI dari Dewan Mahasiswa/Senat Mahasiswa yang tertuang dalam instruksi Majlis Mahasiswa Indonesia (MMI) pada bulan Agustus 1964. Semenjak bulan itu, diberbagai perguruan tinggi seperti di Yogyakarta, Medan, Jakarta dan sebagainya, HMI dikeluarkan dari DEMA bahkn tidak diperkenankan untuk mengikuti pemilihan ketua.
·         HMI dikeluarkan dari keanggotanya di PPMI. Keberhasilan CGMI mendominansi PPMI menjadikanya hanya sebagai alat kepanjangan CGMI. HMI dikeluarkan dari keanggotaan PPMI secara sepihak. Protes yang dilakukan PMII mengnai keputusan itupun ditolak karena PKI telah menjadikan PPMI sebagai alat kepentinganya.
·         Memfitnah HMI dengan berbagai pamflet yang isinya antara lain memprovokasi massa agar mendukung pembubaran HMI.
·         Petisi Pembubaran HMI dengan memanfaatkan momen-momen rapat akbar seperi peringatan 17 agustus 1945 untuk mengluarkan statemen-statemen yang berisi pembubarn HMI.
·         Penyingkiran anggota HMI dari jabatan-jabatan strategis di kampus. Di beberapa perguruan tinggi, dosen-dosen yang berasal dari HMI tidak pernah diberi kesempatan untuk menduduki jabatan-jabatan tinggi oleh pengurus fakultas yang telah di dominasi PKI.

Beruntunglah hampir semua ormas Islam yang ada waktu itu secara gigih melakukan pembelaan terhadap HMI. Sehingga Sukarno, yang semula hampir-hampir saja membuat surat keputusan pembubaran HMI, membatalkan rencananya dan HMI bisa bertahan sampai sekarang.
Pada tahun 1952, Masyumi sebagai satu-satunya partai Islam mulai mengalami perpecahan. Perpecahan itu dimulai dengan keluarnya NU dari Masyumi. Kekecewan golongan NU atas komposisi kepemimpinan di Masyumi yang dirasa tidak adil menyebabkan NU keluar dan mendirikan partai sendiri. NU merupakan konstituen terbesar Masyumi, sehingga dengan keluarnya NU dari Masyumi sangat mempengaruhi nasib Masyumi selanjutnya. Beberapa waktu kemudian beberapa elemen lain seperti Perti dan PSII juga ikut keluar. Selanjutnya Masyumi praktis hanya diisi oleh Muhammadiyah dan Persis (keduanya cenderung modernis dan puritan).
Pada masa kepemimpinan M. Natsir kebijakan-kebijakan Masyumi banyak di arahkan kepada gerakan-gerakan ke arah formalisasi Islam dalam struktur negara. Contoh kongkritnya ialah Ketika Masyumi memperjuangkan negara Islam dalam sidang konstituante 1955. Keadaan ini menjadikan program-program yang berorientasi pada sosial dan kultural banyak terabaikan. Beberapa organisasi pendukung yang berasal dari kaum tradisionalis akhirnya melakukan protes yang berujung pada perpecahan itu. Akan tetapi hal ini bisa dipahami, mengingat saat itu Masyumi berhadap secara frontal dengan gerakan-gerakan marxis-sosialis (PKI) yang cenderung anti agama. Masyumi dibubarkan oleh Presiden Sukarno pada tahun 1960. .

HMI: KAMI Sebagai Pelopor Tumbangnya Orde Lama

Kondisi negara yang kian terpuruk dengan ditandai oleh tingginya inflasi, mendorong HMI kembali mengambil inisiatif melakukan aksi-aksi protes terhadap pemerintah. Hegemoni PKI dalam kabinet yang kian kuat juga mendorong HMI bersama elemen-elemen Islam lainya berusaha untuk melakukan kritik kepada Presiden Sukarno melalui gerakan massa. Ditingkat organisasi mahasiswa PKI juga sudah semakin menghegemoni. PPMI yang pada awalnya merupakan independen akhirnya dikuasai oleh CGMI (PKI), termasuk juga MMI dan Front Pemuda. Dengan demikian nyaris tak ada lagi organisasi mahasiswa yang bisa kritis terhadap kekuasaan.
PKI ada tanggal 30 September 1965 melakukan penculikan terhadap para petinggi Angkatan Darat yang terkenal dengan sebutan G 30 S/PKI. Peristiwa berdarah ini menjadi momen awal bagi masifnya gerakan-gerakan anti PKI oleh militer dan mahasiswa. Atas inisiatif Mar’ie Muhammad (wakil ketua HMI), mahasiswa membentuk organisasi bersama bernama KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia). KAMI berdiri pada tanggal 25 Oktober 1965 di Jakarta, tepatnya di Rumah salah satu menteri kabinetnya Sukarno bernama Syarif Thayib.
Aksi pertama KAMI adalah rapat umum yang diselenggarakan di Fakultas Kedoteran Umum UI, Salemba, dengan tuntutan pembubaran beberapa organisasi yang menjadi underbouw PKI seperti CGMI, PERHIMI, HIS dan Akademi PKI. Seiring kuatnya tuntutan terhadap pembubaran PKI, KAMI kemudian menjadi satu-satunya lembaga aksi yang mewadahi seluruh mahasiswa Indonesia dengan tanpa membedakan agama dan golongan. Aksi-aksi Kami bisa melibatkan massa yang sangat banyak dan spontan karena mendapat dukungan dari seluruh mahasiswa Indonesi. Selain itu, dukungan dari TNI Angkatan Darat juga turut memperkuat mental para anggota KAMI.
Puncak aksi KAMI adalah Ketika mengumandangkan Tritura (tiga tuntutan rakyat) bersama elemen-elemen aksi lain seperti KAPI, KAGI, KASI dan sebagainya di halaman fakultas kedokteran UI, pada tanggal 10 januari 1966. Adapaun isi Tritura adalah :
·         Bubarkan PKI
·         Retooling cabinet
·         Turunkan harga




Sukarno menanggapi aksi-aski tersebut dengan menyatakan sebagai aksi yang kontra revolusioner. Ia malah membentuk kabinet baru yang beranggotakan beberapa orang yang disinyalir sebagai simpatisan PKI. Hal ini semakin menimbulkan kemarahan mahasiswa dan rakyat. KAMI meneruskan aksi-aksi dengan melibatkan lebih banyak massa. Pada tanggal 24 Januari 1966, saat pelantikan Kabinet Dwikora, KAMI melakukan aksinya lagi keluar kampus dengan melakukan pemboikotan jalan yang akan dilalui para calon menteri untuk pelantikan. Dalam aksi itulah terjadi bentrok antara mahasiswa dengan pasuka Cakrabirawa. Dua pahlawan Ampera yaitu Arif Rahman Hakim dan Zubaidah tewas tertembus peluru. Sehari setelah penguburan jenazah Pahlawan Ampera tersebut, Sukarno mengumukan pembubaran KAMI.
Dengan pembubaran ini bukan berarti perjuangan berhenti, KAPPI yang dikomandani oleh M. Husni Thamrin mengambil alih posisi KAMI sebagai organisator massa. Sementara beberapa pimpinan KAMI seperti Cosmas Batubara (PMKRI), Zamroni (PMII) dan David Napitupulu diculik oleh orang tak dikenal, beberapa anggota KAMI yang lain tetapi berjuang dengan membentuk laskar-laskar Ampera di tiap daerah. Laskar-laskar inilah yang mengorganisir massa sehingga gaung Tritura sampai ke daerah-daerah. Aksipun berkembang sampai wilayah-wilayah propinsi. Bahkan aksi-aksi di Yogyakarta, Makasar dan lainya lebih heroik dan memakan lebih banyak korban jiwa.
Keluarnya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) menandai lahirnya Orde Baru pimpinan Suharto. Ia diangkat menjadi pejabat presiden pada tahun 1967 oleh MPRS dan akhirnya dikukuhkan sebagai presiden definitif pada tahun 1969. Pasca kejatuhannya, Sukarno hidup sakit-sakitan isolasi oleh rezim Orde Baru sampai akhirnya wafat tahun 1972.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Followers

Calendar