2.1 Pemeriksaan Internal
Ada baiknya apabila kita akan
meninjau lebih jauh tentang pemeriksaan internal penjualan, maka sebaiknya kita
membahas terlebih dahulu apa sebenarnya yang menjadi pengertian dari
pemeriksaan internal itu sendiri.
2.1.1 Pengertian Pemeriksaan Internal
Pemeriksaan internal (internal auditing) merupakan terjemahan
dari “Internal Auditing”. The
Institute of Internal Auditors (II A,1999; 14) mengatakan bahwa pemeriksaan internal adalah :
“Internal auditing is an independent, objective assurance and consulting
activity designed to add value and improve an organization’s operations. It
help an organization accomplish its objectives by bringing a systimatic,
diciplines approach to evaluate and improve the effectiveness of risks
management, control and governance processes”.
Pemeriksaan internal adalah suatu aktivitas
independen, yang memberikan jaminan keyakinan serta konsultasi yang dirancang
untuk memberikan suatu nilai tambah serta meningkatkan kegiatan operasi perusahaan.
Pemeriksaan internal dapat membantu perusahaan dalam usaha pencapaian tujuannya
dengan cara memberikan suatu pendekatan disiplin yang sistematis untuk
mengevaluasi dan meningkatkan keefektifan resiko.
Pemeriksaan internal tidak hanya memiliki 1
(satu) pengertian saja, banyak para ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai
pemeriksaan internal. Salah seorang ahli yang mengemukakan pendapat lain
mengenai pemeriksaan internal adalah Mulyadi
(1998; 107) mengatakan bahwa :
“Pemeriksaan internal merupakan kegiatan
penilaian yang bebas, yang terdapat dalam organisasi yang dilakukan dengan cara
memeriksa akuntansi, keuangan, kegiatan lain yang memberikan jasa pada
manajemen“.
Dari 2 (dua) pengertian di atas maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa pemeriksaan internal (internal auditing) merupakan suatu aktivitas pemeriksaan dan juga
penilaian terhadap kegiatan operasi perusahaan yang membantu organisasi untuk
mencapai tujuannya dengan menggunakan suatu alat manajemen yaitu pengendalian
internal.
2.1.2 Pemeriksaan Internal VS
Pemeriksaan Eksternal
Tentu saja pengertian
pemeriksaan internal memiliki perbedaan dengan pemeriksaan eksternal, perbedaan
antara pemeriksaan internal dengan pemeriksaan eksternal dari bahasan ini dapat
dilihat dengan jelas yaitu adanya sifat independensi. Dapat dibedakan dengan
jelas dari kata internal dan eksternal itu sendiri yang berarti bahwa
pemeriksaan internal dilakukan dalam suatu perusahaan dimana para karyawan
perusahaan tidak berhak untuk mengeluarkan opini akuntan, sedangkan pemeriksaan
eksternal dilakukan secara independen oleh seorang akuntan publik yang dalam
melakukan pekerjaannya bebas dari segala kepentingan pihak luar yang membuat
akuntan tersebut berwenang untuk mengeluarkan opini atas wajar atau tidaknya
laporan keuangan perusahaan yang diperiksanya.
Terdapat beberapa perbedaan antara
pemeriksaan internal dengan pemeriksaan eksternal jika dilihat dari berbagai
aspek pelayanan menurut Barlow (1995;
45) :
Tabel 2.1
Pemeriksaan Internal VS Pemeriksaan Eksternal
Aspek |
Internal |
Eksternal |
Konsumen
|
Manajer/Komite Audit
|
Pemegang Saham
|
Fokus
|
Resiko Usaha
|
Resiko Laporan Keuangan
|
Orientasi
|
Saat ini dan yang akan datang
|
Yang lalu sampai saat ini
|
Pengendalian
|
Langsung
|
Tidak langsung
|
Kecurangan
|
Langsung
|
Tidak langsung
|
Kebebasan
|
Objektivitas
|
Berdasarkan status
|
Kegiatan
|
Proses yang sedang berjalan
|
Tiap periode akuntansi
|
2.1.3 Tujuan dan Fungsi Pemeriksaan Internal
Pemeriksaan internal hanya
terdapat dalam perusahaan yang relatif besar, pimpinan perusahaan membentuk
banyak departemen, bagian, seksi atau satuan organisasi yang lain, dan
mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada para kepala satuan organisasi
tersebut. Pendelegasian wewenang pada sejumlah satuan organisasi inilah yang
mendorong perlunya pemeriksaan internal. Pemeriksaan internal memiliki tujuan
dan fungsi yang saling berhubungan dalam suatu organisasi perusahaan.
Pemeriksaan internal merupakan kegiatan
penilaian yang bebas, yang terdapat dalam perusahaan yang dilakukan dengan cara
memeriksa akuntansi, keuangan dan kegiatan lain, untuk memberikan jasa kepada
manajemen.Tujuan dari pemeriksaan internal yaitu sebagai alat bantu bagi para
anggota organisasi perusahaan agar dapat melaksanakan tanggung jawabnya dengan
cara menyajikan analisis, penilaian, rekomendasi dan komentar-komentar penting
mengenai kegiatan mereka. Menurut Mulyadi
(1992; 104) untuk mencapai tujuan tersebut, pemeriksa internal harus
melakukan kegiatan-kegiatan :
“1. Pemeriksaan dan penilaian terhadap
baik atau tidaknya pengendalian akuntansi dan pengendalian administratif dan
mendorong penggunaan cara-cara yang efektif dengan biaya yang minimum.
2. Menentukan
sampai seberapa jauh pelaksanaan kebijakan manajemen puncak dipatuhi.
3. Menentukan
sampai seberapa jauh kekayaan perusahaan dipertanggungjawabkan dan dilindungi
dari segala macam kerugian.
4. Menentukan
keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian dalam perusahaan.
5. Memberikan
rekomendasi perbaikan kegiatan-kegiatan perusahaan”.
Dengan adanya
pemeriksaan internal maka tanggung jawab tersebut diuji dan dievaluasi, selain
itu pemeriksaan internal juga bertujuan
untuk memberikan petunjuk, juga memberikan saran dan tindakan yang harus
diambil oleh organisasi perusahaan, serta bertujuan untuk memberikan pengawasan
yang efektif dalam hal biaya yang wajar. Kell
and Boynton (1992; 806) mengemukakan bahwa tujuan pemeriksaan internal (internal auditing) dalam Statement of Responsibilities of Internal
Auditors, sebagai berikut:
“The objective of internal auditing is to
assist members of the organization in the effective discharge of their
responsibilities. To this end, internal auditing furnishes them with analysis,
appraisals, recommendations, councel, and information concerning the activities
that have been audited. The audit objective includes promoting effective
control at reasonable cost ”.
Fungsi pemeriksaan
internal berhubungan dengan tujuan pemeriksaan internal. Fungsi diadakannya pemeriksaan
internal adalah untuk memperbaiki kinerja perusahaan dan untuk memberikan
penilaian terhadap efektivitas seluruh kegiatan operasi perusahaan. Oleh karena
itu tujuan dan fungsi dari pemeriksaan internal dikatakan sejalan. Menurut Hecket and Wilson (1981;
672) fungsi dari pemeriksaan internal adalah sebagai berikut :
“1.
Appraisal of procedures and related matters
2.
Verification
and analysis of data
3.
Activities
verifying the extent of compliance
4.
Function
of protevtive nature
5.
Training
and others aids to company personnel this is particulary applicable to
accounting personnel
6.
Miscellaneous
services included are special investigation and assistance to outside contacts
such as the public accountant.”
Fungsi pemeriksaan internal harus dijalankan dengan baik
sesuai dengan tujuan pemeriksaan internal itu sendiri.
2.1.4 Tanggung Jawab Pemeriksa Internal
Untuk mendapatkan hasil pemeriksaan internal suatu
perusahaan yang baik maka seorang pemeriksa internal harus memiliki tanggung
jawab dalam kegiatan yang mereka periksa, dan mengerti tentang tanggung jawab
tersebut. Beberapa tanggung jawab pemeriksa internal dalam suatu perusahaan
antara lain :
1. Memberikan
penilaian terhadap pelaksanaan pengendalian internal.
2. Meningkatkan
efektivitas pengendalian internal suatu perusahaan.
3. Memberikan
informasi dan petunjuk atau nasehat-nasehat sehingga kegiatan operasi
perusahaan mencapai tingkat yang paling efisien sesuai dengan prosedur dan
kebijakan yang telah ditetapkan perusahaan.
4. Menilai
pertanggungjawaban serta mutu dari setiap pelaksanaan tugas yang diberikan pada
masing-masing anggota organisasi perusahaan, sehingga bisa menekan tindakan
yang dapat menyebabkan kerugian bagi perusahaan.
Semua tanggung jawab tersebut harus dapat dipenuhi oleh
seorang pemeriksa internal (internal auditor) yang
baik. Sedikit berbeda dengan Hiro Tugiman (1997; 100) yang menyatakan bahwa :
“Tanggung jawab pemeriksa
internal (auditor internal) adalah sebagai berikut :
1. Mereview keandalan
(reliabilitas dan integritas) informasi finansial dan operasional serta cara
yang dipergunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, mengklasifikasi, dan
melaporkan informasi tersebut;
2. Mereview berbagai sistem
yang telah ditetapkan untuk memastikan kesesuaiannya dengan berbagai
kebijaksanaan, rencana, prosedur, hukum, dan peraturan yang dapat berakibat
penting bagi kegiatan organisasi, serta harus menentukan aoakah organisasi
telah mencapai kesesuaian dengan hal-hal tersebut;
3. Mereview berbagai cara
yang dipergunakan untukmelindungi harta, dan bila dipandang perlu,
memverifikasi keberadaan harta-harta tersebut;
4. Menilai keekonomisan dan
keefisiennan penggunaan berbagai sumber daya;
5. Mereview berbagai operasi
atau program untuk menilai apakah hasilnya akan konsisten dengan tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan dan apakah kegiatan atau program tersebut
dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan”.
Seorang pemeriksa internal (internal auditor) yang mengerti dan memahami
tanggung jawabnya maka dia akan mencapai tujuan dari suatu pemeriksaan internal
(internal
auditing) itu sendiri, dan berarti pemeriksa internal yang sudah dapat mencapai tujuannya dapat
dikatakan berhasil.
2.1.5 Kualifikasi Pemeriksa Internal
Jika kita ingin mencapai tujuan dari pemeriksaan internal maka diperlukan seorang
pemeriksa internal yang memiliki kualifikasi yang baik. Kualifikasi pemeriksa
internal yang baik terjadi apabila pemeriksa internal menggabungkan kecakapan
tehnik dan pengetahuan dengan kualitas pencocokan, pemahaman, kebulatan tekad,
integritas, independen, objektivitas,
dan juga tanggung jawab (Lawrence B. Sawyer).
Seorang pemeriksa internal dikatakan memiliki kualifikasi
yang baik apabila :
1. Memiliki
integritas, artinya jujur, terus terang, dan bersungguh-sungguh dalam melakukan
kegiatannya yang meliputi pelaksanaan prosedur-prosedur dan tehnik yang
diperlukan dalam pemeriksaan internal.
2. Memiliki
keahlian dalam pemahaman prinsip-prinsip akuntansi yang nantinya akan
bermanfaat untuk penilaian dan pemeriksaan laporan keuangan perusahaan, dan
juga memahami tentang materialitas serta berbagai penyimpangan yang bisa
terjadi dalam suatu perusahaan.
3. Memiliki
keyakinan kuat untuk dapat memegang rahasia perusahaan.
4. Memiliki
kecakapan, dalam arti mampu mematuhi standar yang telah ditetapkan oleh
perusahaan, dan terus menjaga tingkat kemampuannya.
5. Objektivitas,
artinya tidak memihak dan tanpa prasangka, serta adil bagi semua pihak.
Dengan adanya hal-hal tersebut maka pelaksanaan pemeriksaan
internal suatu perusahaan dapat berjalan secara efektif dengan hasil yang
objektif.
2.1.6 Program Pemeriksaan Internal
Program pemeriksaan internal harus memenuhi kebutuhan
pemeriksaan organisasi yang diperiksanya. Program pemeriksaan internal adalah
tindakan-tindakan atau berbagai langkah yang telah disusun secara terperinci
agar segala aktivitas dapat berjalan sesuai dengan yang telah direncanakan.
Bagi perusahaan yang kegiatan operasinya selalu berubah dari waktu ke waktu,
maka program pemeriksaan harus disusun untuk tiap-tiap pemeriksaan. Sedangkan
untuk perusahaan yang kegiatannya relatif stabil, maka dapat digunakan suatu
program pemeriksaan internal standar yang biasa disebut “Program Pro Form“ yang
dikemukakan oleh Lawrence B. Sawyer dalam bukunya The Practice of Modern
Internal Auditing. Program tersebut disiapkan untuk mengumpulkan
informasi yang sama pada beberapa lokasi yang berbeda.
Suatu program pemeriksaan yang baik minimal harus mencakup
informasi mengenai :
1. Uraian
tujuan-tujuan kegiatan perusahaan;
2. Daftar
pengendalian yang ada atau yang diperlukan;
3. Saran-saran
untuk melakukan pengujian;
4. Alokasi
anggaran pemeriksaan untuk langkah-langkah
pemeriksaan;
5. Komentar
atas hasil pengujian.
Menurut Brink and Witt (1982; 268) pengertian program pemeriksaan
adalah:
“The audit
program is a tool for planning, directing, and controlling audit work. It is a
blueprint for action, specifying the procedures to be followed and delineating
steps to be performed to meet audit objectives. The audit program is the
culmination of the planning and survey processes. It represents the selection
by the auditor of the best methods of getting the job done. It also serves as a
basis for a record of the work performed”.
Program pemeriksaan merupakan alat
untuk mencapai tujuan, menetapkan prosedur yang harus diikuti, menggambarkan
tahap yang dilakukan dan sebagainya, yang pada akhirnya mencapai arah
pencapaian tujuan pemeriksaan itu sendiri .
Program pemerikasaan yang dilakukan dalam pemeriksaaan
internal memiliki beberapa ketentuan, antara lain :
1. Menetapkan
tujuan pemeriksaan;
2. Menyatakan
lingkup dan tingkat pengujian yang diperlukan;
3. Membuktikan
prosedur pemeriksaan;
4. Menetapkan
sifat dan luas pengujian;
5. Mengidentifikasi
aspek-aspek teknis, resiko, serta transaksi yang akan diaudit.
Program pemeriksaan internal ini merupakan alat pengendalian
yang mendukung tercapainya tujuan dari pemeriksaan internal itu sendiri. Dengan
kata lain jika program pemeriksaan internal ini sudah ditetapkan sesuai dengan
prosedur ketentuan perusahaan yang bersangkutan maka pemeriksaan internal yang
dilakukan akan mencapai hasil yang efektif dan efisien bagi suatu organisasi
perusahaan. Lain halnya menurut Theodorus M. Tuanakotta (1982; 80)
menyatakan bahwa dalam merencanakan program pemeriksaan internal harus
dipertimbangkan hal–hal sebagai berikut:
“1.
Perencanaan yang efektif harus dilakukan
jauh sebelum pemeriksaan dilakukan.
2.
Perhatian khusus harus diberikan untuk menghilangkan
pekerjaan pemeriksaan yang tidak perlu dan yang berlebih-lebihan. Harus diingat
bahwa pekerjaan yang berlebihan (misalnya karena akuntan mengabaikan
pengendalian internal yang sudah baik) tidaklah lebih baik dari pemeriksaan
yang tidak cukup.
3.
Pemeriksaan pendahuluan harus diatur sedemikian rupa
sehingga dapat dikerjakan dalam bulan-bulan yang kurang sibuk.
4.
Pegawai dari kantor langganan harus digunakan unuk pembuatan
daftar-daftar dan pekerjaan-pekerjaan lain yang bukan merupakan substitusi
pekerjaan pemeriksaan oleh akuntan.
5.
Pemilihan kombinasi asisten yang tepat untuk suatu
penugasan, para asisten harus mengetahui tujuan pemeriksaan dan prosedur
pengendalian internal sehingga dapat menjalankan program pemeriksaan dengan
tepat”.
Program pemeriksaan internal ini juga dapat dijadikan sebagai
alat perimbangan agar tidak terjadinya pemborosan waktu, tenaga, dan biaya.
Berikut ini adalah hal-hal yang perlu diperhatikan pada waktu merencanakan
pekerjaan :
1. Penentuan
adanya kemungkinan terjadinya masalah akuntansi atau pemeriksaan sepagi mungkin.
2. Pengaturan
asisten secara efisien dan tertib.
3. Penelaahan
dan penilaian atas sistem pengendalian internal.
4. Penetapan
waktu (timing) yang
tepat dalam memulai pekerjaan pemeriksaan. Dengan penetapan waktu pemeriksaan
yang tepat kita dapat menggunakan tenaga pegawai langganan yang tidak begitu
sibuk.
5. Pengetahuan
yang mendalam tentang usaha langganan. Hal ini bukan saja penting untuk
mengerti masalah-masalah operasional, keuangan, atau laporan langganan, tetapi
juga sangat penting dalam tahap perencanaan pemeriksaan.
2.1.7 Maksud Laporan Pemeriksaan Internal
Laporan pemeriksaan internal ini merupakan suatu hasil
analisis yang telah dilakukan oleh pemeriksa internal, laporan tersebut
berisikan mengenai berbagai penemuan selama pemeriksaan berlangsung dalam suatu
perusahaan yang bersangkutan. Laporan pemeriksaan internal ini merupakan suatu
bukti yang mencerminkan profesi mereka. Menurut Brink and Witt
(1982;
291), maksud dari suatu laporan pemeriksaan internal adalah :
“1. Conclusion based on audits (kesimpulan
berdasarkan audit)
2. Disclosure of conditions (menggungkapkan
kondisi yang terjadi)
3. Framework for managerial actions (kerangka
kerja tindakan manajemen)
4. Clarification on audittee’s views
(klarifikasi sudut pandang manajemen)”.
Tugas pemeriksa internal belumlah selesai meskipun dia telah
mengeluarkan laporan pemeriksaan internal tersebut, hal ini terjadi karena
diperlukannya suatu tindak lanjut (Follow Up) yang memungkinkan berupa evaluasi
terhadap tindakan-tindakan yang akan diambil oleh perusahaan yang bersangkutan.
Tindak lanjut tersebut bermanfaat bagi perusahaan sebagai bahan pelengkap dan
sebagai bahan pertimbangan untuk tindakan yang akan diambil oleh perusahaan
tersebut.
2.2 Pemeriksaan Internal Penjualan
Seperti yang telah dikemukakan di atas mengenai pengertian
pemeriksaan internal, maka pemeriksaan internal penjualan menurut Arens
dan Loebbecke (1992; 12) yang diterjemahkan oleh Amin
Abadi Yusuf adalah sebagai berikut :
“Suatu
aktivitas independen, yang memberikan jaminan keyakinan serta konsultasi yang
dirancang untuk memberikan suatu nilai tambah serta meningkatkan kegiatan
operasi perusahaan khususnya mengenai bagian penjualan”.
Pemeriksaan internal
penjualan dapat membantu perusahaan
dalam usaha mencapai tujuannya dengan
cara memberikan suatu pendekatan disiplin yang sistematis untuk mengevaluasi
dan meningkatkan keefektifan manajemen resiko bidang penjualan, pengendalian
serta proses pengaturan dan pengelolaan organisasi.
Dengan adanya pemeriksaaan internal penjualan maka
perusahaan yang bersangkutan dapat mengontrol seluruh kegiatan utamanya.
Berbagai kecurangan juga kesalahan-kesalahan dapat ditekan atau diperkecil
kemungkinannya melalui pemeriksaan internal penjualan ini. Pihak dalam maupun
pihak luar yang ingin memanipulasi mengenai berbagai aktivitas penjualan
perusahaan jelas dapat diketahui oleh pemeriksa internal (internal auditor)
melalui kegiatan-kegiatan evaluasi yang dilakukannya. Dengan demikian
pemeriksaan internal penjualan akan sangat berperan penting bagi suatu
perusahaan dalam rangka pencapaian tujuan organisasinya.
2.3 Siklus Penjualan dan Hubungannya dengan
Piutang Dagang
Penjualan merupakan suatu kegiatan
inti perusahaan yang dapat menghasilkan pendapatan dan dapat juga menyebabkan
timbulnya piutang dagang, oleh karena itu penjualan sangat erat hubungannya
dengan piutang dagang. Perusahaan dapat mengontrol piutang dagang antara lain
dengan cara menetapkan umur piutang (aging schedule).
Menurut Arens dan Loebbecke (2000; 399) ada 5
(lima) kelompok transaksi dalam siklus penjualan yaitu :
“1. Sales (cash and sales on
account)
2.
Cash receipt
3.
Sales return and
allowances
4.
Charge off of
uncollectible accounts
5.
Estimates of bad debt
expense”.
Siklus penjualan mencakup fungsi-fungsi yang dibutuhkan untuk mengubah
produk atau bahkan jasa menjadi sebuah pendapatan, fungsi-fungsi umum tersebut
meliputi :
1. Pemberian
kredit,
Kredit
pelanggan harus diverifikasi sebelum pengiriman barang dilakukan. Untuk
pelanggan tetap, cek kredit memuat penetapan jumlah kredit yang diberikan yang
sudah mendapat otorisasi khusus atau umum dari manajemen. Untuk pelanggan baru
cek kredit diperukan untuk menetapkan syarat penjualan kepada pelanggan.
2. Penerimaan
dan pemrosesan order,
Pemrosesan
order penjualan memuat prosedur-prosedur yang tercakup dalam penerimaan dan
pengiriman order pelanggan dan dalam menyajikan faktur-faktur yang menguraikan
produk serta penilaian. Fungsi order penjualan mengawali pemrosesan order
pelanggan dengan menyiapkan order penjualan. Order penjualan memuat deskripsi
mengenai produk yang dipesan, harga produk, dan keterangan mengenai pelanggan.
3. Pengiriman
barang,
Dalam
fungsi ini sering kali dibutuhkan pembuatan bill of lading (bukti pengiriman barang). Bill of lading adalah
dokumen yang menghubungkan pengirim dengan pembawa barang, misalnya perusahaan
truk dengan pembawa barang. Bill of lading merupakan bukti yang merinci
keadaan barang dan kontrak biaya pengiriman tentang transfer barang dari
perusahaan pengiriman dan perusahaan transportasi. Seringkali biaya pengiriman
dibayarkan oleh pengirim tetapi ditagihkan ke pelanggan melalui faktur
penjualan.
4. Penagihan,
Fungsi
pengiriman menyerahkan dokumen pengiriman ke fungsi penagihan. Dokumentasi ini
disebut nota pengiriman dan biasanya mencakup rangkapan persediaan dari
formulir order penjualan dan rangkapan bukti pengiriman barang (bill of lading). Fungsi
penagihan menerima dokumen-dokumen order terbuka yang berkaitan, dan kemudian
membuat faktur dengan menvatat biaya sesuai kuantitas aktual yang dikirimkan,
biaya pengiriman, dan pajak (jika ada). Faktur-faktur dicatat dalam jurnal
penjualan, dan rangkapan pemindahbukuan dikirimkan ke fungsi piutang dagang.
5. Piutang
dagang.
Piutang
dagang timbul karena adanya penjualan yang dilakukan secara kredit oleh
perusahaan yang bersangkutan. Piutang dagang membuat catatan informasi rekening
pelanggan dan mengirimkan laporan posisi rekening secara periodik kepada
pelanggan.
Siklus penjualan menimbulkan hubungan dengan penagihan
karena adanya hutang dagang yang timbul akibat dari penjualan kredit perusahaan.
Siklus penjualan dan penagihan melibatkan keputusan serta proses yang
diperlukan untuk mentransfer pemilikan barang dan jasa kepada pelanggan setelah
barang atau jasa tersebut tersedia untuk dijual. Siklus ini dimulai dari
permintaan pelanggan dan berakhir dengan pengubahan barang atau jasa menjadi
piutang usaha, dan pada akhirnya menjadi uang tunai atau uang kas.
Berikut adalah beberapa dokumen dan catatan-catatan penting
yang digunakan dalam siklus penjualan dan penagihannya :
1.
Pesanan pelanggan (customer
order), suatu permintaan barang oleh pelanggan.
2.
Pesanan penjualan (sales
order), dokumen yang mencatat uraian kuantitas, dan informasi yang
berkaitan dengan barang yang dipesan oleh pelanggan.
3.
Dokumen pengiriman (shipping
document), dokumen yang disiapkan pada saat pengiriman barang,yang
menyatakan uraian tentang barang, kualitas yang dikirim, dan data relevan
lainnya.
4.
Faktur penjualan (sales
invoice), dokumen yang menunjukan uraian dan kuantitas barang yang
dijual, harga termasuk biaya pengangkutan, asuransi, persyaratan pembayaran,
dan data relevan lainnya.
5.
Jurnal penjualan (sales
journal), buku harian untuk membukukan penjualan.
6.
Memo kredit (credit
memo), suatu dokumen yang menunjukan pengurangan jumlah piutang
pelanggan karena pengembalian barang atau pengurangan harga.
7.
Jurnal retur dan potongan penjualan,
jurnal yang pada dasarnya sama dengan jurnal penjualan untuk mencatat retur dan
potongan penjualan.
8.
Nota pembayaran (remittance
advice), suatu dokumen yang melengkapi faktur penjualan yang dikirim
kepada pelanggan dan dapat dikembalikan kepada penjual karena pembayaran tunai.
9.
Jurnal penerimaan kas
(cash receipt journal), jurnal untuk mencatat penerimaan kas
dari penagihan, penjualan tunai, dan semua penerimaan kas lainnya.
10.
Formulir otorisasi piutang tak tertagih.
Dokumen yang digunakan secara internal, yang menunjukan otorisasi untuk
menghapus piutang usaha karena tak tertagih.
11.
Buku tambahan piutang usaha (account
receivable subsidiary ledger), buku tambahan untuk mencatat setiap
penjualan, penerimaan kas, dan retur serta potongan penjualan untuk setiap
pelanggan.
12.
Laporan bulanan (monthly
statement), dokumen yang dikirimkan kepada setiap pelanggan yang
menunjukan saldo awal piutang usaha, jumlah dan tanggal setiap penjualan,
pembayaran tunai yang telah diterima, memo kredit yang dikeluarkan, dan saldo
akhir yang jatuh tempo.
2.3.1 Pengertian Penjualan
Secara umum penjualan dapat dibagi
2 (dua) yaitu penjualan tunai dan
penjualan kredit. Penjualan tunai terjadi apabila pegiriman barang diikuti dengan
adanya penyerahan uang tunai sepenuhnya atau pembayaran kontan oleh pembeli.
Sedangkan penjualan kredit terjadi apabila pelanggan meminta tenggang waktu
atau perusahaan memberikan tenggang waktu antara penyerahan barang dengan
penerimaan pembayaran.
Dari pernyataan tersebut maka dapat
dikatakan bahwa penjualan adalah suatu kegiatan utama perusahaan yang dapat
menyebabkan timbulnya pendapatan ataupun piutang dagang. Penjualan juga
merupakan suatu transaksi usaha yang meliputi penyerahan barang ataupun jasa
kepada pelanggan yang ditukarkan dengan alat pembayaran yang sah.
Menurut J.B.
Heckert (1981; 263) menyatakan bahwa pengertian penjualan adalah :
“A
primary activities that will increase an organization’s income”.
Suatu
kegiatan yang dilakukan oleh suatu organisasi yang nantinya akan menimbulkan
penambahan uang kas organisasi itu sendiri. Berbeda dengan Holmes and Burns
(1978; 162) menyatakan bahwa pegertian penjualan secara tunai adalah :
“Segregation of duties
related to the processing of cash sales often requires that one person make the
sale and a second person receive payment and attend to the change making. The
salesperson records the sales and sales ticket”.
Sedangkan pengertian penjualan secara kredit yang dikemukakan oleh Holmes
and Burns (1978; 162) adalah :
“Credit sales involve (1) receiving and
preparing the sales order, (2) shipping, (3) charging and billing the costumer,
and (4) receiving payment from the customer credit sales procedures very
greatly for different concerns”.
Dari pernyataan tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa penjualan
adalah merupakan suatu kegiatan utama perusahaan yang dapat mendatangkan
keuntungan yang dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu penjual dan pembeli yang
dapat dilakukan secara tunai atapun kredit.
Transaksi penjualan terjadi apabila timbul perpindahan hak pemilikan
terhadap suatu barang ataupun jasa dari pihak penjual pada pihak pembeli, baik
transaksi tersebut dilakukan secara tunai ataupun secara kredit.
2.4 Hubungan
Pemeriksaan Internal dalam Meningkatkan
Pengendalian Internal Penjualan
Pemeriksaan internal (internal Audit) dengan pengendalian
internal (internal control) memiliki hubungan yang sangat
erat satu sama lain karena dengan adanya pemeriksaan internal suatu perusahaan
akan dapat meningkatkan efektivitas penendalian internal dalam, hal ini
khususnya adalah pengendalian internal penjualan. Fungsi pemeriksaan adalah
membantu semua unsur yang ada pada perusahaan, dimana pemeriksaan internal
berfungsi untuk menilai, memeriksa, serta mengevaluasi pegawai yang telah
melaksanakan pekerjaannya mengenai penjualan, apakah telah sesuai dengan
kebijakan manajemen atau tidak. Pemeriksaan internal dan pengendalian internal
ini berguna sebagai alat manajemen untuk mengawasi kegiatan perusahaan, dalam
kasus ini yaitu kegiatan penjualan. Hubungan antara pemeriksaan internal dengan
pengendalian internal nantinya akan
terlihat dari hasil penjualan perusahaan yang bersangkutan.
Hubungan antara pemeriksaan
internal dengan pengendalian internal juga dapat terlihat dengan adanya rumus
yang menyatakan bahwa makin baik sistem
pengendalian internal, makin sempit pemeriksaan yang dilakukan, dan sebaliknya
makin lemah sistem pengendalian internal, maka banyak pemeriksaan yang
dilakukan. Menurut Arens and
Loebbecke (2000; 792) mengatakan
bahwa:
“Internal auditing encompasses the examination and
evaluation of the adequacy and effectiveness of the organization’s system of
internal control and the quality of performance in carrying out assigned
responsibility”.
Akuntan
pemeriksaan dalam menjalankan pemeriksaan internal juga mempunyai kepentingan untuk
melakukan penilaian atas sistem pengendalian internal.
2.4.1
Pengendalian Internal
Seperti yang
telah kita ketahui bahwa suatu pengendalian internal yang baik untuk suatu
perusahaan belum tentu baik untuk perusahaan lain meskipun kedua perusahaan tersebut
termasuk perusahaan yang sejenis usahanya. Menurut Theodorus M. Tuanakotta (1982; 94) secara luas pengendalian
internal dapat didefinisikan sebagai berikut :
“Pengendalian
internal meliputi rencana organisasi dan semua metode serta kebijaksanaan yang
terkoordinasi dalam suatu perusahaan untuk mengamankan harta kekayaannya,
menguji ketepatan, dan sampai berapa jauh data akuntansi dapat dipercaya,
menggalakan efisiensi usaha dan mendorong ditaatinya kebijaksanaan pimpinann
yang telah digariskan. Definisi di atas merupakan definisi yang lebih luas dari
pengertian yang diberikan pada istilah pengendalian intrnal. Dalam definisi
tersebut sistem pengendalian internal tidaklah dibatasi pada metode
pengendalian yang dianut oleh bagian keuangan dan akuntansi”.
Secara
umum dapat dikatakan bahwa suatu pengendalian internal adalah baik jika tidak
ada seorangpun berada dalam kedudukan sedemikian rupa sehingga ia dapat membuat
kesalahan dan meneruskan tindakan-tindakan yang tidak diinginkan tanpa
diketahui dalam waktu yang tidak terlalu lama. Supaya sistem ini dapat berjalan
maka pengendalian internal ini harus meliputi prosedur-prosedur yang dapat
menemukan atau memberi isyarat tentang terjadinya keganjilan-keganjilan atau
keanehan-keanehan yang terdapat dalam sistem pertanggungjawaban.
Prosedur-prosedur ini harus dijalankan oleh orang-orang yang bebas dari
pertanggungjawaban atas transaksi atau kekayaan perusahaan yang dikuasakan
kepadanya.
Menurut The
Institute of Internal Auditors (2000; 792) menyatakan bahwa untuk
mencapai pengendalian internal yang baik maka pemeriksa internal (internal
auditor) harus melakukan antara lain :
“1. Review the reability and integrity of
financial and operating information and the means used to identify, measure,
classify, and report such information.
2.
Review the system
estabilished to ensure complience with those policies, plans, procedures, laws,
regulations, and contracts, which could have a significant impact on operations
and reports and should determine whether the organization is in comlience.
3.
Review the means of
safeguarding assets and, as appropriate, verify the existence of such assets.
4.
Appraise the economy and
efficien with which resources are employed.
5. Review programs to make sure that result are fit with
estabilished object and goal and whether the program are being carried out as
planned ”.
Pengendalian
internal yang ada dalam perusahaan merupakan faktor yang dapat menentukan dapat
dipercaya atau tidaknya suatu laporan keuangan yang dihasilkan oleh perusahaan
yang bersangkutan.
2.4.2 Pengertian Pengendalian Internal Penjualan
Pengendalian internal suatu
perusahaan terdiri dari kebijakan dan prosedur yang diciptakan untuk memberikan
jaminan yang memadai agar tujuan perusahaan tersebut tercapai, untuk dapat
mencapai tujuan tersebut maka sebelumnya kita harus mengetahui terlebih dulu
mengenai pengendalian internal tersebut.
Pengendalian
internal penjualan adalah untuk mengawasi dan mengontrol kegiatan penjualan
yang menjadi sumber pendapatan bagi perusahaan, karena apabila suatu sistem
pengendalian internal penjualan tidak memadai maka akan dapat menimbulkan
kerugian bagi perusahaan.
Menurut J.B. Heckert (1981; 259) yang
telah dialih bahasakan oleh Gunawan Hutauruk MBA
pengertian pengendalian penjualan adalah sebagai berikut :
“Pengendalian
penjualan meliputi analisa penelaahan, dan penelitian yang diharuskan terhadap
kebijakan, prosedur, metode, dan pelaksanaan yang sesungguhnya untuk mencapai
volume penjualan yang dikehendaki, dengan biaya yang wajar, yang menghasilkan
laba kotor yang diperlukan untuk mencapai hasil pengembalian yang diharapkan
atas investasi (ROI = Return On Investment)”.
Penjualan harus dikendalikan karena penjualan merupakan
sumber pendapatan utama perusahaan yang mempunyai hubungan erat dengan tujuan
perusahaan dalam memperoleh laba atau tujuan perusahaan itu sendiri. Hal ini
dapat direalisasikan hanya bila perusahaan tersebut memiliki pengendalian
internal yang memadai untuk setiap transaksi penjualan.
Penjualan
harus dikendalikan agar dapat dicapai hasil pengembalian sebaik-baiknya atas
investasi. Laba bersih yang optimum akan dapat direalisir hanya bila terdapat
hubungan yang wajar diantara keempat faktor ini :
1.
Investasi
dalam modal kerja dan fasilitas-fasilitas,
2.
Volume
penjualan,
3.
Biaya
operasi,
4.
Laba
kotor.
Oleh
karena itu pengendalian akuntansi terhadap penjualan adalah laporan-laporan
yang menanalisa kegiatan penjualan yang mengungkap trends dan hubungan-hubungan
atau penyimpangan-penyimpangan yang tidak dikehendaki dari tujuan, anggaran,
atau dari standar yang telah dihitung dengan cara yang tepat agar ada tindakan
perbaikan. Menurut J.B. Heckert (1981; 263) yang telah dialih bahasakan
oleh Gunawan Hutauruk MBA para pengendali internal (internal auditor)
dan para staffnya dapat membantu dalam memajukan penjualan melalui penggunaan
berbagai teknik analitis sebagai berikut :
“1. Analisa terhadap prestasi pelaksanaan penjualan dimasa yang lalu,
dalam hubungannya dengan harga dan volume, untuk menemukan perkembangan,
kelemahan atau tendensi yang tidak memuaskan.
2.
Memberikan
bantuan kepada manajemen penjualan dalam menetapkan anggaran penjualan
menyeluruh yang sesuai dan melaporkan persesuaian pelaksanaan dengan rencana.
3.
memberikan
bantuan kepada manajemen penjualan dalam menetapkan standar pelaksanaan
penjualan.
4.
Penyiapan
analisa yang sehat mengenai biaya dan investasi, untuk dipergunakan dalam
menetpkan harga-harga produk”.
Pengendalian
internal penjualan meliputi rencana organisasi serta prosedur-prosedur dan
catatan-catatan yang berhuungan dengan pengamanan harta kekayaan perusahaan dan
dapat dipercayanya catatan-catatan keuangan, dan karenanya disusun sedemikian
rupa untuk meyakinkan bahwa :
1.
Transaksi-transaksi
penjualan baik secara kredit ataupun tunai dilaksanakan sesuai dengan
persetujuan atau wewenang pimpinan.
2.
Transaksi-transaksi
penjualan baik yang dilakukan secara kredit atau tunai tersebut dicatat
sedemikian rupa sehingga memungkinkan dibuatnya ikthisar-ikthisar keuangan yang
sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi atau kriteria lain yang sesuai dengan
tujuan dari ikthisar-ikthisar tersebut, dan menekankan pertanggungan jawab atas
harta atau kekayaan perusahaan.
3.
Penguasaan
atas harta perusahaan (access to assets) diberikannya dengan persetujuan
atau wewenang pimpinan.
4.
Jumlah
aktiva atau harta perusahaan seperti yang tercantum dalam catatan perusahaan
dicocokan dengan aktiva atau harta yang ada pada waktu yang tepat dan tindakan
yan seajarnya diambil jika terjadi perbedaan.
2.4.3
Tujuan Pengendalian Internal
Tujuan
pengendalian internal secara umum ada 3 (tiga), yaitu:
1.
Kehandalan
laporan keuangan
Dalam hal ini
kehandalan laporan keuangan dikhususkan pada laporan penjualan perusahaan guna
mencapai efektivitas dan efisiensi penjualan itu sendiri.
2.
Efisiensi
dan efektivitas operasional perusahaan
Efisiensi dan
efektivitas operasional perusahaan dalam bidang penjualan yaitu pencapaian
target penjualan, perbandingkan antara target penjualan perusahaan dengan
realisasinya, apakah penjualannya sudah memenuhi target atau belum, jika sudah
memenuhi target berarti efisiensi dan efektivitasnya sudah tercapai.
3.
Kepatuhan
terhadap hukum dan perundang-undangan
Disini
menitikberatkan pada bidang usaha dari perusahaan yang bersangkutan. Artinya
penjualan barang harus sesuai dengan SIUP (Surat Ijin Usaha Perdagangan).
Menurut
Mulyadi (1992; 68) menyatakan bahwa
pengendalian internal memiliki 4 (empat) tujuan pokok yaitu :
“1.
Menjaga kekayaan dan catatan organisasi. Kekayaan fisik suatu perusahaan
dapat dicuri, disalahgunakan, atau hancur karena kecelakaan kecuali jika
kekayaan tersebut dilindungi dengan pengendalian yang memadai. Begitu juga
untuk kekayaan peruahaan yang tidak memiliki wujud fisik, seperti piutang
dagang akan rawan oleh kecurangan jika dokumen penting (seperti kontrak
penjualan) dan catatan akuntansi (seperti kartu piutang) tidak dijaga.
2. Mengecek
ketelitian dan keandalan data akuntansi.
Manajemen memerlukan informasi keuangan yang teliti dan andal untuk
menjalankan kegiatan usahanya. Banyak informasi akuntansi yang digunakan oleh
manajemen untuk dasar pengambilan keputusan penting. Pengendalian internal
dirancang untuk memberikan jaminan proses pengolahan data akuntansi akan
menghasilkan informasi keungan yang teliti dan andal. Karena data akuntansi
mencerminkan perubahan kekayaan perusahaan, maka ketelitian dan keandalan data
akuntansi merefleksikan pertanggungjawaban penggunaan kekayaan perusahaan.
3. Mendorong
efisiensi. Pengendalian internal ditujukan untuk mencegah duplikasi usaha yang
tidak perlu atau pemborosan dalam segala kegiatan bisnis perusahaan, dan untuk
mencegah penggunaan sumber daya perusahaan yang tidak efisien.
4. Mendorong
dipatuhinya kebijakan menajemen. Untuk mencapai tujuan perusahaan, manajemen
menetapkan kebijakan dan prosedur. Struktur pengendalian internal ditujukan
untuk memberikan jaminan yang memadai agar kebijakan manajemen dipatuhi oleh
karyawan perusahaan”.
Sedangkan menurut Alvin A.
Arens yang diterjemahkan oleh Amin Abadi
Yusuf (1996; 260), tujuan pengendalian internal penjualan adalah untuk
memastikan :
“1. Penjualan
yang dicatat adalah konsumen yang tidak fiktif (eksistensi)
2.
Transaksi penjualan yang
telah dicatat seluruhnya (kelengkapan)
3.
Penjualan yang dicatat
telah dinilai dengan jimlah yang benar (akurasi)
4.
Transaksi penjualan yang
telah diklarifikasikan dengan tepat (klarifikasi)
5.
Penjualan telah dicatat
pada waktu yang benar (tepat waktu )
6.
Transaksi penjualan telah
dicantumkan dengan tepat dalam berkas induk dan diikthisarkan dengan benar
(posting dan pengikthisaran)”.
2.4.4
Unsur–unsur Pengendalian Internal
Menurut
COSO (Committee of Sponsoring organization of The Tradeway
Commision) yang dikutip oleh Arens dan Loebbecke (1997; 249) pengendalian internal
terdiri dari 5 (lima) unsur, yaitu :
“Internal control includes
five categories of control that management design and implementation to provide
reasonable assurance that management’s control objectivw will be met. These are
called the components of internal auditing and are : 1) The control
environment; 2) Risk assesment; 3) Control activities; 4) Information and
communication; 5) Monitoring”.
Kelima
unsur pengendalian internal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Control Environment
Lingkungan
pengendalian terdiri dari tindakan, kebijaksanaan, dan prosedur yang
mencerminkan sikap menyeluruh manajemen perusahaan, direktur dan konsumen serta
pemilik suatu satuan usaha terhadap pengendalian atas satuan usaha.
2. Risk Assesment
Penetapan
resiko oleh manajemen adalah bagian dari penerapan dan pengoperasian
pengendalian internal untuk meminimalkan salah saji dan bertindak benar.
Penetapan resiko untuk pelaporan keuangan adalah identifikasi dari analisis
oleh manajemen atas resiko-resiko yang relevan terhadap penyajian laporan
keuangan yang sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
3. Control Activities
Aktivitas
pengendalian adalah kebijakan dan pengendalian yang dibuat manajemen untuk
memenui tujuannya.
4. Information and
Communication
Digunakan untuk
menidentifikasi, menggabungkan, mengklasifikasi, menganalisa, mencatat, dan
melaporkan transaksi-transaksi yang terjadi.
5. Monitoring
Aktivitas
pemantauan berkaitan dengan penilaian efektivitas rancangan dan operasi
pengendalian internal secara periodik dan terus menerus oleh manajemen untuk
melihat apakah telah dilaksanakan dengan semestinya dan telah diperbaiki sesuai
dengan keadaan.
2.4.5
Keterbatasan Pengendalian Internal
Seperti yang telah kita ketahui bahwa pengendalian
internal pastilah memiliki batas-batas tertentu yang tidak memungkinkan
pencapaian pengendalian internal yang ideal. Menurut Mulyadi (1998; 173)
keterbatasan-keterbatasan tersebut disebabkan oleh faktor-faktor :
“1.
Kesalahan dalam pertimbangan. Manajemen dan personil lain seringkali dapat
berbuat salah dalam mempertimbangkan keputusan bisnis yang diambil atau dalam
melaksanakan tugas rutin karena tidak memadainya informasi, keterbatasan waktu,
dan tekanan lainnya.
2.
Gangguan.
Dalam pengendalian yang telah ditetapkan dapat terjadi karena personil secara
keliru memahami perintah atau membuat kesalahan karena kelalaian, tidak ada
perhatian atau kelelahan.
3.
Kolusi.
Tindakan bersama beberapa individu untuk tujuan kejahatan disebut kolusi (collusion).
Kolusi dapat mengakibatkan bobolnya pengendalian internal yang dibangun untuk
melindungi kekayaan entitas dan tidak terungkapnya ketidakberesan atau tidak
terdeteksinya kecurangan oleh pengendalian yang dirancang.
4.
Pengabaian
oleh manajemen. Manajemen dapat mengabaikan kebijakan atau prosedur yang telah
ditetapkan untuk tujuan yang tidak sah, seperti keuntungan pribadi manajer atau
penyajiankondisi keuangan yang berlebihan.
5.
Biaya
lawan manfaat. Biaya yang diperlukan untuk mengoperasikan pengendalian internal
tidak boleh melebihi manfaat yang diharapkan dari pengendalian internal
tersebut, manajemen harus memperkirakan dan mempertimbangkan secara kuantitatif
dan kualitatif dalam mengevaluasikan biaya dan manfaat suatu pengendalian
internal”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar