Definisi Ekonomi dalam
Islam Menurut Para Ahli
Ekonomi dalam islam adalah ilmu
yang mempelajari segala prialaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
dengan tujuan memperoleh falah (kedamaian dan kesejahtraan dunia dan akhirat).
Kata islam setelah ekonomi dalam
ungkapan ekonomi islam berfungsi sebagai identitas tanpa mempengaruhi makna
atau definisi ekonomi itu sendiri. Karena definisinya lebih ditentukan oleh
perspektif atau lebih tepatnya lagi worldview yang digunakan sebagai landasan nilai.
Pada tingkat tertentu isi
definisi ekonomi islam sangat terkait sekali dengan wacana islamisasi ilmu
pengetahuan (islamization of knowledge) science dalam islam lebih dimaknakan
sebagai segala pengetahuan yang terbukti kebenarannya secara ilmiah yang mampu
mendekatkan manusia kepada Allah SWT (revelation standard – kebenaran absolut).
Sedangkan science dikenal luas dalam dunia konvensional adalah segala ilmu yang
memenuhi kaidah-kaidah metode ilmiah (human creation – kebenaran relatif).
Prilaku manusia disini berkaitan
dengan landasan-landasan syariat sebagai rujukan berprilaku dan
kecenderungan-kecenderungan dari fitrah manusia. Dan dalam ekonomi islam, kedua
hal tersebut berinteraksi dengan porsinya masing-masing hingga terbentuklah
sebuah mekanisme ekonomi yang khas dengan dasar-dasar nilai Ilahiyah.
Berikut definisi ekonomi dalam
islam menurut para ahli:
S.M Hasanuzzaman,
“Ilmu ekonomi islam adalah
pengetahuan dan aplikasi ajaran-ajaran dan aturan-aturan syariah yang mencegah
ketidak adilan dalam pencarian dan pengeluaran sumber-sumber daya, guna
memberikan kepuasan bagi manusia dan memungkinkan mereka melaksanakan
kewajiban-kewajiban mereka terhadap Allah dan masyarakat.”
M.A. Mannan,
“Ilmu ekonomi islam adalah suatu
ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari permasalahan ekonomi dari orang-orang
yang memiliki nilai-nilai islam.”
Khursid Ahmad,
“Ilmu ekonomi islam adalah suatu
upaya sistematis untuk mencoba memahami permasalahan ekonomi dan prilaku
manusia dalam hubungannya dengan permasalahan tersebut dari sudut pandang
islam.”
M.N. Siddiqi,
“Ilmu ekonomi islam adalah respon
para pemikir muslim terhadap tantangan-tantangan ekonomi zaman mereka dalam
upayanya mereka mengacu kepada Al-Qur’an dan As Sunnah maupun akal dan
pengalaman.”
M. Akram Khan,
“Ilmu ekonomi islam bertujuan
mempelajari kesejahtraan manusia (falah) yang dicapai dengan mengorganisir
sumber-sumber daya bumi atas dasar kerjasama dan partisipasi.”
Louis Cantori,
“Ilmu ekonomi islam tidak lain
merupakan upaya untuk merumuskan ilmu ekonomi yang berorientasi manusia dan
berorientasi masyarakat yang menolak akses individualism dalam ilmu ekonomi
klasik.”
Ekonomi adalah masalah menjamin
berputarnya harta diantara manusia, sehingga manusia dapatmemaksimalkan fungsi
hidupnya sebagai hamba Allah untuk mencapai falah di dunia dan akherat kelak.
Ekonomi adalah aktifitas yang kolektif.
Prinsip dan Dasar
Ekonomi Islam
Kebutuhan global terhadap system alternative
Dunia kini semakin suram.
Ditengah laju pertumbuhan ekonomi, kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan,
dunia justru semakin dipenuhi berbagai masalah structural yang semakin meluas
dan mendalam. Dunia dipenuhi dengan paradox.
Pada tahun 2001, terdapat 1,1
milyar orang miskin ekstrem (hidup dibawah garis kemiskinan $1 per hari)
didunia, turun sekitar 400 juta orang dari kondisi dua decade sebelumnya. Namun
pada saat yang sama, terdapat 2,7 milyar orang yang hidup dibawah garis
kemiskinan $2 per hari, atau bertambah sekitar 300 juta orang dari kondisi dua
decade sebelumnya (World Bank,2004).
Pada tahun 2000,10 persen
kelompok terkaya menguasai 71 persen kekayaan dunia. Kekayaan global
terkonsentrasi di Amerika Utara, Eropa dan Negara-negara kaya Asia. Amerika
Utara dengan 6 persen penduduk dunia, menguasai 27 persen kekayaan dunia.
Sedangkan Afrika yang merupakan tempat bermukim 10,2 persen penduduk dunia,
hanya memperoleh 2,7 persen kekayaan dunia (UNUWIDER,2006).
500 individu terkaya dunia
memiliki pendapatan lebih besar dari 416 juta penduduk termiskin dunia. Lebih
ekstrim lagi, 2,5 milyar orang atau sekitar 40 persen penduduk dunia hidup
dibawah garis kemiskinan $2 per hari dengan hanya mendapat 5 persen pendapatan
global. Sedangkan 10 persen penduduk terkaya dunia yang hidup di Negara-negara
kaya, menguasai 54 persen pendapatan global. Lebih ironis lagi, untuk
mengangkat 1 milyar manusia dari batas kemiskinan absolut $1 per hari, hanya
dibutuhkan $300 milyar – sekitar 1,6 dari pendapatan 10 persen penduduk terkaya
dunia (UNDP,2005).
Pada tahun 2006, 195 juta orang
menganggur diseluruh dunia, meningkat sebesar 34,4 juta orang dibandingkan
kondisi satu decade sebelumnya. Pada saat yang sama, sekitar 1,4 milyar pekerja
hidup dengan pendapatan kurang dari $2 per hari dimana 500 juta diantaranya
hidup dalam kondisi kemiskinan ekstrem dengan pendapatan dibawah $1 per hari
(ILO,2006).
Setiap jam 1.200 anak diseluruh
dunia meninggal karena kemiskinan, setara dengan tiga tsunami sebulan – salah satu bencana
terhebat dalam sejarah yang menewaskan 300.000 orang dikawasan samudra hindia
pada tahun 2004. Setiap tahun 10,7 juta anak lahir tanpa punya harapan untuk
merayakan ulang tahunnya yang ke-5.pandemi HIV/AIDS telah merenggut nyawa 3
juta orang dan 5 juta orang lainnya terinfeksi setiap tahunnya, meninggalkan
jutaan anak sebagai yatim piatu (UNDP,2005).
Setiap hari, jutaan manusia
diseluruh dunia mengalami kelaparan. Lebih dari 850 juta orang terjebak dalam
lingkaran malnutrisi dengan segala dampaknya. Saat yang sama, sekitar 1,1
milyar orang di Negara-negara miskin tidak memiliki akses yang memadai terhadap
air bersih dan 2,6 milyar tidak memiliki fasilitas sanitasi dasar – dimana
kombinasi kedua hal tersebut menyebabkan 1,8 juta anak meninggal dunia setiap
tahunnya (UNDP,2006).
Kegagalan ekonomi konvensional
Sistem ekonomi konvensional
memiliki kelemahan-kelemahan mendasar yang bersumber pada konflik antara tujuan
ekonomi dengan perspektif terhadap dunia.
Selain tujuan positif seperti
efisiensi, sistem konvensional juga menetapkan tujuan normatif yang berakar
dari perspektif religious yang menekankan pada peranan dari kepercayaan
terhadap tuhan dan nilai-nilai moral dalam alokasi dan distribusi sumber daya.
Namun strategi dan instrumen ilmu
ekonomi konvensional adalah sepenuhnya didasarkan pada perspektif sekuler.
Perpindahan ilmu ekonomi dari
perspektif religious ke perspektif sekuler ini telah menimbulkan berbagai
kontradiksi.
Paradigm sekuler telah membawa
pada komitmen yang berlebihan terhadap mekanisme pasar yang liberal dan bebas
nilai.
Ketiadaan system nilai dan moral,
telah membuat alokasi dan distribusi sumber daya yang terbatas tidak sejalan
dengan kebutuhan pemenuhan tujuan normatif.
Pelaku-pelaku ekonomi, individu
dan perusahaan, berprilaku tidak sejalan dengan tujuan-tujuan ini sehingga
menciptakan inkonsistensi antara ekonomi positif dan tujuan normatif.
Terdapat tiga konsep yang emnjadi
landasan utama ekonomi konvensional yaitu homo economicus, positivisme dan
kekuatan pasar.
Dalam paradigm sekuler,
pelaku-pelaku ekonomi individual digerakkan secara sempit oleh kepentingan diri
sendiri, materialistis, rakus dan oportunis, tidak dapat dipercaya dan menyalah
gunakan kepercayaan, tidak memiliki komitmen dan selalu tidak mau berkorban
demi kepentingan pihak lain.
Ilmu ekonomi konvensional juga
lekat dengan doktrin bebas dari nilai-nilai (freedom from value judgement).
Preferensi atau penilaian subyektif dari individu anggota masyarakat diperlukan
sebagai sesuatu yang eksogen. Tidak ada nilai-nilai yang dapat diterapkan pada
ilmu ekonomi dalam kaitannya dengan tujuan-tujuan normatif.
Asumsi selalu adanya harmoni
antara private-interest dan social-interest, membuat ilmu ekonomi konvensional
member kepercayaan yang berlebihan pada superioritas mekanisme pasar. Selalu
ditekankan bahwa perekonomian akan berjalan secara efisien jika berjalan
sendiri. Setiap usaha pemerintah untuk melakukan intervensi pasar dengan basis
tujuan-tujuan normatif masyarakat, akan selalu membawa pada distorsi dan
inefisiensi. Maka pemerintah semestinya tidak melakukan intervensi pasar.
Paradigma sekuler seperti inilah
yang kemudian membawa ekonomi konvensional pada kondisi dimana pasar menjadi
satu-satunya determinan efisiensi dan pemerataan dalam alokasi dan distribusi
sumber daya dengan mengeliminasi pemerataan faktor-faktor lain, termasuk
nilai-nilai dan institusi sosial. Harga pasar menjadi satu-satunya mekanisme
filter dan self interest menjadi satusatunya kekuatan motivasi.
Interaksi bebas antara konsumen
dan produsen, dibawah kondisi pasar persaingan sempurna, akan menentukan harga
keseimbangan untuk barang dan jasa yang akan dibawa pada produksi yang akan
memaksimumkan utilitas konsumen dan pendapatan faktor produksi.
Pada titik keseimbangan, kepuasan
konsumen akan maksimum, biaya produksi minimum dan pendapatan faktor maksimum,
sehingga menjamin tidak hanya penggunaan sumber daya yang paling produktif
namun juga harmoni antara private interest dan public interest. Keseimbangan
ini yang disebut dengan pareto efficient. Pareto efisiensi juga selalu
diasumsikan merupakan koordinasi yang paling merata.
Konsistensi antara keseimbangan
pasar dengan tujuan-tujuan normatif dalam ekonomi konvensional –dimana
masing-masing individu mengejar kepentingan pribadi dan ketiadaan filter moral
yang disetujui secara sosial - , hanya dapat terjadi jika kondisi-kondisi
tertentu terpenuhi yaitu:
Harmoni antara kepentingan
individu dan kepentingan sosial; sering kali terjadi konflik antara kepentingan
pribadi dan kepentingan sosial.
Distribusi pendapatan dan
kesejahtraan yang merata; akan membari konsumen bobot yang sama dalam
mempengaruhi keputusan pasar sehingga tidak akan ada distorsi dalam alokasi sumber
daya terkait pemenuhan kebutuhan.
Pencerminan dari urgensi
keinginan oleh harga; dan pasar merupakan value neutral system.
Persaingan sempurna. Ketidak
sempurnaan pasar menciptakan deviasi dari penentuan harga berbasis marginal
cost.
Kebangkitan Ekonomi Islam
Kebangkitan ekonomi islam pada
awalnya dimotivasi oleh isu politik dan cultural dalam konteks melawan
kolonialisme dan infiltrasi pemikiran barat dalam masyarakat islam di awal abad
ke-20.
Hasan Al Banna dengan gerakan
ikhwanul muslimin di mesir dan Abu A’la Al Maududi dengan partai jamiat islami
di india-pakistan.
Abu A’la Al Maududi menemukan dan
mempopulerkan istilah “ekonomi islam” pada tahun 1940-an.
Ekonom-ekonom muslim mulai muncul
pada era 1960-an, seperti Muhammad Baqir Al Sadr (Iqtishaduna, 1961), diikuti
kemudian dengan ekonom berlatar belakang pendidikan ekonomi konvensional di era
1970-an seperti M. Nejatullah Siddiqi, Monzer Kahf, M. Umer Chapra, M. Fahim
Khan, dll.
Kajian ilmiah modern paling awal
tentang dasar-dasar system ekonomi islam, dilakukan di the first international
conference on Islamic economics di Jeddah pada 1976 ekonomi islam sendiri telah
ada sejak islam datang.
Mengikuti islahi (2004), kita
dapat membagi sejarah pemikiran ekonomi islam ke dalam tiga periode terpenting,
yaitu: fase pembentukan (11-100 H/632-718 M) yaitu pemikiran-pemikiran awal
tentang ekonomi yang berbasis langsung dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Fase translasi (abad 2-5 H/abad
8-11 M) yaitu ketika ide-ide diluar diterjemahkan ke dalam bahasa arab dan
ilmuan muslim mendapatkan manfaat dari karya-karya intelektual dan empiris dari
Negara-negara lain.
Fase re-translasi dan transmisi
(abad 6-9 H/abad 12-15 M) yaitu ketika pemikiran-pemikiran yunani dan
muslim-arab masuk ke eropa melalui penterjemahan dan jalur-jalur kontak
lainnya.
Setidaknya terdapat tiga kategori
analisa ekonomi dalam tradisi islam.
·
Norma dan nilai-nilai ideal ekonomi.
·
Aspek legal dan evaluasi isu-isu ekonomi.
·
Analisa dan aplikasi historis.
Prinsip-prinsip ekonomi islam
Ekonomi islam berbasis pada
paradigm dimana keadilan ekonomi-sosial menjadi tujuan utama. Paradigm keadilan
ini berakar pada kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang menciptakan
langit dan bumi untuk kepentingan seluruh umat manusia. Semua sumber daya
ekonomi pada hakikatnya adalah titipan dari sang pencipta yang penggunaannya
harus dipertanggungjawabkan di akhirat nanti.
Penekanan pada filter moral dalam
alokasi dan distribusi sumber daya pada ekonomi islam tidak menafikan
pentingnya peranan harga dan pasar. Filter moral adalah komplemen mekanisme
pasar sehingga alokasi dan distribusi sumber daya dilakukan melalui dua lapis
filter.
Pemerintah dibebankan tugas untuk
mengawasi dan memastikan bahwa alokasi dan distribusi sumber daya melalui
mekanisme pasar terjadi secara efisien dengan mematuhi semua ketentuan moral
sehingga akan mencapai tujuan-tujuan normatif.
Tujuan ekonomi islam diturunkan
dari tujuan syariah islam (maqashid syariah) itu sendiri yaitu mewujudkan
kemaslahatan manusia didunia dan akhirat, yang terletak pada perlindungan lima
unsur pokok kehidupan manusia: keimanan (dien), jiwa (nafs), akal (aql),
keturunan (nasl), dan kekayaan (maal).
Ekonomi islam : definisi dan metodologi
Ilmu ekonomi islam dapat
didefinisikan sebagai cabang ilmu pengetahuan yang membantu mewujudkan
kesejahtraan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber-sumber daya yang
langka yang sesuai dengan maqashid, tanpa mengekang kebebasan indifidu secara
berlebihan, menimbulkan ketidak seimbangan makro ekonomi dan ekologi, atau
melemahkan keluarga dan solidaritas sosial dan jalinan moral dari masyarakat.
Dengan ruang lingkup analisis
yang lebih luas dan tujuan yang lebih sulit, pluralism metodologi Nampak
menjadi pilihan yang paling banyak dipilih para ekonom islam, dengan lebih
berfokus pada makna dan tujuan.
Meskipun demikian, sejumlah
langkah perlu diambil untuk menerima atau menolak suatu proposisi atau
hipotesis tertentu.
Melihat apakah proposisi yang
dikemukakan sesai dengan inti atau struktur logis dari paradigm islam.
Mengevaluasi kebenaran logis dari
proposisi melalui analisis rasional.
Menguji berbagai proposisi yang
diturunkan, sejauh mungkin, terhadap catatan historis dan data statistic yang
tersedia bagi masyarakat.
Maqashid Syariah
Menurut imam Al-Ghazali, tujuan
utama syariah islam adalah mewujudkan kemaslahatan manusia, yang terletak pada
perlindungan terhadap agama (dien), jiwa (nafs), akal (aql), keturunan (nasl),
dan kekayaan (maal). Apa saja yang menjamin terlindunginya lima perkara ini
berarti melindungi kepentingan umum (maslahah) dan dikehendaki. Urutan
prioritas dalam maqashid ini secara radikal berbeda dari ekonomi konvensional. Dalam
ekonomi islam,maqashid ini memiliki peran penting dalam alokasi dan distribusi
sumber daya.
Keimanan member dampak signifikan
terhadap hakikat, kuantitas, dan kualitas kebutuhan material dan non-material
manusia beserta cara pemuasannya. Iman juga berfungsi sebagai filter moral yang
akan mengontrol self-interest dalam batas-batas social-interest. Filter ini
menyerang langsung pusat masalah dalam ekonomi konvensional yaitu klaim yang
tidak terbatas terhadap sumberdaya (unlimited wants) dengan cara mengubah
prilaku manusia dan skala preferensinya agar selaras dengan tujuan-tujuan
normatif. Sedangkan jiwa, akal dan keturunan adalah kebutuhan moral,
intelektual dan psikologis manusia yang sangat penting. Pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan ini akan menciptakan pemenuhan yang seimbang terhadap semua kebutuhan hidup manusia dan
juga akan berpengaruh signifikan terhadap variabel-variabel ekonomi yang penting
seperti konsumsi, tabungan dan investasi, lapangan kerja dan produksi, serta
distribusi pendapatan.
Imam Asy-Syatibi membagi maqashid
kedalam tiga tingkatan yaitu dharuriyat, hajiyat dan tahsiniyat.
·
Dharuriyat adalah landasan kesejahtraan manusia
didunia dan akhirat yang terletak pada pemeliharaan lima unsure pokok kehidupan
yaitu keimanan, jiwa, akal, keturunan dan harta benda. Pengabaian terhadap
maqashid dharuriyat ini akan menimbulkan kerusakan di muka bumi dan kerugian
yang nyata di akhirat kelak.
·
Hajiyat adalah menghilangkan kesulitan atau
menjadikan pemeliharaan terhadap lima unsure kehidupan menjadi lebih baik.
·
Tahsiniyat adalah menyempurnakan lima unsure
pokok kehidupan.
Ketiga tingkatan maqashid
tersebut memiliki keterkaitan yang erat.
Maqashid dharuriyat adalah dasar
bagi maqashid hajiyat dan maqashid tahsiniyat. Kerusakan pada maqashid
dharuriyat akan membawa kerusakan pada maqashid hajiyat dan maqashid
tahsiniyat.
Namun demikian, pemeliharaan
maqashid hajiyat dan maqashid tahsaniyat adalah diperlukan demi memelihara
maqashid dharuriyat secara tepat.
Jika terjadi konflik atau
pertentangan antar aktivitas dari tingkat yang berbeda, maka aktivitas maqashid
yang lebih rendah harus dikesampingkan.
Sistem ekonomi
System ekonomi adalah sekumpulan
institusi yang mengatur, memfasilitasi dan mengkoordinasikan perilaku ekonomi
dari masyarakat.
Institusi adalah organisasi,
praktek, konvensi, atau adat yang penting dan persistem dalam kehidupan
masyarakat.
Klasifikasi sistem ekonomi umumnya didasarkan pada beberapa faktor:
System of ownership à monarch, private,
socially
System of coordination/allocation
à tradition, market,
planned (command planning-indicative planning)
System of incentives à coercive, material,
moral
System of objectives à freedom, welfare,
equity, stability, environment protection, etc
Konstitusi Indonesia memiliki
jawaban khas:
Pasal 27 ayat 2 UUD 1945, pasal
33 ayat 1-4 UUD 1945, pasal 34 ayat 1-3 UUD 1945
Mispersepsi terhadap system ekonomi islam
Sebagian pihak masih sering
memandang ekonomi islam secara skeptis. Ekonomi islam tampil tidak untuk
mengentaskan berbagai permasalahan ekonomi kontemporer, namun dipandang lebih
dimotivasi oleh isu politik dan kultural dalam konteks menolak infiltrasi
pemikiran barat dalam masyarakat islam. Karena lebih bernuansa politis-kultural
itulah maka ekonomi islam dianggap tidak memiliki koherensi, presisi dan
realism dari kaidah-kaidah ilmiah.
Sejak awal kebangkitannya hingga
kini, karakteristik fundamental ekonomi islam hanyalah pelanggaran riba, dan
yang lainnya adalah zakat dan filter moral islam untuk setiap pengambilan
keputusan ekonomi. Karakteristik fundamental ekonomi islam dianggap tidak
realistik, kontradiktif, dan keliru yang bersumber dari dua kelemahan
metodologis yaitu kegagalan menderivasikan hukum Tuhan pada kerangka ekonomi yang
komprehensif dan keengganan melihat bukti-bukti sejarah.
System ekonomi islam
Sistem ekonomi islam memiliki
bentuk yang jelas dan utuh, dimana sistem berdiri diatas:
Fondasi: pondasi adalah basis
bagi sistem agar berjalan dengan adil dan merata.
·
Sistem financial non-riba, non-maysir, dan
non-gharar,
·
Sistem moneter yang stabil berbasis emas-dinar,
·
Sistem fiskal berbasis zakat.
Pilar. pilar adalah mekanisme
utama dalam sistem agar produksi, konsumsi dan distribusi barang dan jasa
berjalan efisien.
·
Sistem alokasi melalui mekanisme pasar dengan
pengawasan pasar yang luas dan ketat (hisbah).
·
Sistem
kepemilikan pribadi, wakaf dan kepemilikan bersama untuk barang-barang
yang menguasai hajat hidup orang banyak.
Atap: atap adalah panduan bagi
sistem agar mampu mencapai tujuan-tujuan normatif.
·
Sistem intensif moral dan material,
·
Sistem tujuan maqashid syariah.
Fondasi sistem
Sistem financial non-riba,
non-maysir, dan non-gharar
Islam melarang riba namun tidak
melarang laba sebagai hasil (return) untuk usaha wirausahawan dan modal
financial.
Islam memiliki dua bentuk utama
pengaturan financial dari bisnis yaitu mudharabah dan musyarakah. Pada
transaksi dimana bagi hasil tidak dapat diaplikasikan, bentuk pembiayaan lain
dapat diterapkan seperti qard al-hasanah, bai’ mua’jjal, bai’ salam, ijarah dan
murabahah.
Sistem moneter berbasis
emas-dinar
Dalam islam, system uang yang
mendapat dukungan adalah uang yang stabil dan non-inflatoir.
Islam member keleluasaan yang
luas untuk bentuk uang dan sistem pembayarannya, namun menekankan stabilitas
dari nilai uang sebagai syarat utama.
Sistem fisikal berbasis zakat
Zakat memiliki fungsi alokasi,
distribusi dan sekaligus stabilisasi dalam perekonomian.
Khums adalah seperlima bagian
dari anfal (ghanimah) yang menjadi kekayaan publik (QS. 8:41)
Fay’ adalah segala tanggungan
yang dibebankan kepada harta kekayaan orang non-muslim (ahl al-dhimmah) melalui
penaklukan damai yang manfaatnya dibagi rata demi kepentingan umum.
Seluruh pendapatan public yang
berkembang dalam sejarah islam masuk dibawah kategori fay’ seperti jizyah,
kharaj dan ushr.
Pilar sistem
System alokasi melalui mekanisme
pasar dengan pengawasan pasar yang luas dan ketat (hisbah).
Islam mengakui dan menghormati
mekanisme pasar sebagai instrument utama dalam alokasi dan distribusi sumber
daya, yang terjadi atas dasar kerelaan (QS. 4:29). Namun kekuatan pasar ini
harus melalui filter moral terlebih dahulu sehingga permintaan (demand) dan
penawaran (supply) pasar yang terbentuk akan konsisten dengan pencapaian
tujuan-tujuan normatif.
Lebih jauh lagi, pembentkan harga
dan transaksi dalam pasar mendapat pengawasan ketat agar menghasilkan pasar
yang bebas distorsi. Dalam islam, fungsi ini dijalankan oleh institusi hisbah.
Sistem kepemilikan pribadi, wakaf dan kepemilikan bersama
untuk barang-barang yang menguasai hajat hidup orang banyak
Secara umum, islam mengizinkan,
menerima dan menghormati kepemilikan oleh individu, namun tidak secara
absolute.
Untuk barang dan jasa yang
menguasai hajat hidup orang banyak (dharuri), islam menetapkan adanya
kepemilikan bersama.
Dalam islam, individu dapat
memberikan hartanya untuk kepentingan sosial dan dikelola melalui usaha
kolektif sukarela tanpa ada keterlibatan atau intervensi pemerintah (wakaf).
Atap sistem
System insentif moral dan
material
Dorongan ekonomi dalam islam
harus berada dalam kerangka kepentingan sosial. Islam mendorong individu untuk
mengejar kepentingan pribadi mereka di dalam kerangka kepentingan sosial dimana
terdapat konflik antara self-interest dan social-interest, dengan cara member
perspektif jangka panjang bagi kepentingan pribadi - menarik kepentingan
pribadi melebihi jangka waktu dunia ke akhirat.
System Tujuan Maqashid Syariah
Tujuan utama syariah islam
(maqashid syariah) adalah mewujudkan kemaslahatan manusia, yang terletak pada
perlindungan terhadap agama (dien), jiwa (nafs), akal (aqal), keturunan (nasl)
dan kekayaan (maal).
Apa saja yang menjamin
terlindunginya kelima perkara ini berarti melindungi kepentingan umum
(maslahah) dan dikehendaki.
Ekonomi islam sebagai mahzab ekonomi
Dalam dunia ekonomi ada ilmu
ekonomi positif yang dilawankan dengan ekonomi normative. Problem ekonomi
mungkin sama, tujuan mungkin sama,tetapi solusi berbeda. Problemnya adalah
kelangkaan. Tujuan kebijakansanaannya adalah pertumbuhan, stabilitas, efisiensi
dll. Ilmu ekonomi dan sekaligus mahzab ekonomi yang sudah mapan adalah ilmu
ekonomi klasik, termasuk variannya dan ekonomi komunisme, termasuk variannya.
Keduanya tak bisa dilepaskan dari aspek politik. Sebagai ilmu, ilmu ekonomi
berbicara tentang apa yang terjadi, hukum yang berlaku dengan asumsi yang
digunakan.
Mahzab merupakan pola piker, cara pandang.
Bisa karena pemikiran filsafat, bisa mncul karena ajaran agama atau keyakinan.
Mahzab ini melahirkan system ekonomi yang berfokus bagaimana unsur-unsur dalam
ekonomi berinteraksi. Mahzab maupun ilmu ekonomi disusun berdasarkan postulat
dan asumsi. Disinilah apa yang dinamakan nilai berbicara.
Tujuan kebijaksanaan ekonomi ada
yang bersifat ekonomi dan ada yang bersifat non ekonomi. Tujuan kebijaksanaan
ekonomi yang utama adalah masalah distribusi pendapatan. Menurut Baqir Shadr,
masalah produksi adalah maalah ilmu ekonomi, tapi masalah distribusi adalah
masalah mahzab. Solusi masalah distribusi ini memang merupakan cirri khas
mahzab. Mahzab klasik memecahkan masalah distribusi ini dengan usulannya
membebaskan pasar dan usaha. Komunisme mengusulkan dengan adanya control
sepenuhnya kegiatan ekonomi oleh pusat, dengan adanya kepemilikan capital oleh
Negara.
Ekonomi islam
Konsep ekonomi islam klasik mampu
menjelaskan bagaimana memecahkan problem ekonomi secara jelas, dan relative
memuaskan berdasarakan pola berfikir kebebasan. Konsep komunisme juga mampu
menjelaskan bagaimana memecahkan problem ekonomi menurut paradigmanya.
Islam siyakini kebenarannya oleh
pemeluknya. Pernyataan-pernyataan Al-Qur’an dan pernyataan Rosul diyakini
kebenarannya.
Ajaran islam mengandung
keyakinan, aturan dan etika. Kesemuanya menyangkut bagaimana manusia seharusnya
memandang dirinya, oranglain, tuhannya dunianya, dunia dihari nanti dan alam
sekitarnya.
Ekonomi islam berpijak pada
beberapa keyakinan: tauhid, kebebasan kehendak, keadilan dan tanggungjawab.
Muncul gagasan konsep ekonomi
islam didorong oleh:
·
Persepsi adanya keharusan bagi orang islam
menyiapkan segala daya upaya menghadapi tipudaya orang kafir.
·
Alasan ilmiah bahwa memang ada benang penghubung
antara pernyataan-pernyataan Ilahiah dengan realita yang diangan-angankan.
Ekonomi islam belum berhasil
meyakinkan bahwa ekonomi islam adalah ekonomi alternative untuk menyelesaikan
problem ekonomi. Namun sebenarnya banyak ekonom-ekonom barat yang mengadopsi
konsep islam atau konsep pakar-pakar islam.
Antara makro ekonomi dan mikro ekonomi
Pada dasarnya makro ekonomi dan
mikro ekonomi sama. Perbedaan mendasarnya terletak pada level of playing field.
Dalam makro ekonomi, pengambilan keputusan dilakukan dalam level makro,
misalnya oleh Negara; sedangkan dalam mikro ekonomi, pengambilan keputusan
dilakukan oleh individu.
Kontribusi islam dalam pemikiran
ekonomi seakan hilang ditelan peradaban dunia sehingga tidak ditemukan
buku-buku sejarah pemikiran ekonomi islam.
Namun Adam Smith yang dikenal
sebagai bapak ilmu ekonomi , dalam bukunya The Wealth of Nations, vlume 5
menjelaskan bahwa perekonomian yang maju ketika itu adalah perekonomian arab
yang dipimpin oleh Mahomet and his immediate successors, dan ternyata judul
buku Adam Smith merupakan terjemahan dari judul buku Imam Abu Ubyd, Al-Amwal.
Al-Ghazali: uang ibarat cermin
Tujuh ratus tahun sebelum Adam
Smith menulis buku The Wealth of Nations, seorang ilmuan muslim, Abu Hamid
Al-Ghazali, membahas fungsi uang dalam perekonomian. Ia menjelaskan bahwa ada
kalanya seseorang memiliki sesuatu yang tidak dia butuhkan dan membutuhkan
sesuatu yang dia miliki. Kondisi ini mendorong terjadinya ekonomi barter dengan
sejumlah kekurangan dan kelebuhannya.
Dalam ekonomi barter, transaksi
hanya terjadi apabila kedua belah pihak sama-sama membutuhkan. Misalnya
seseorang memiliki unta dan membutuhkan kain, sedangkan orang lain membutuhkan
unta dan memiliki kain. Persoalanya, berapa kain yang akan ditukarkan dengan
satu ekor unta?
Al-Ghazali berpendapat bahwa
dalam ekonomi barter sekalipun, uang dibutuhkan bagi ukuran nilai suatu barang.
Misalnya, unta senilai 100 dinar dan kain senilai sekian dinar. Dalam hal ini,
uang berfungsi memperlancar pertukaran dan menetapkan nilai yang wajar dalam
pertukaran tersebut.
Menurut Al-Ghazali, uang bagaikan
cermin yang tidak berwarna, tetapi dapat merefleksikan semua warna. Uang tidak
memiliki harga tetapi merefleksikan harga semua barang.
Menurut istilah ekonomi klasik,
uang tidak memberikan kegunaan langsung, tetapi dapat digunakan untuk membeli
barang yang bermanfaat. Sedangkan dalam teori neoklasik kegunaan uang timbul
dari daya belinya. Namun apapun pendapatnya, simpulan tetap sama dengan
Al-Gazali, bahwa uang tidak dibutuhkan untuk uang itu sendiri.
Merujuk pada Al-Qur’an,
Al-Ghazali mengecam penimbun uang dan menyebutnya sebagai penjahat. Menurut
Al-Ghazali mencetak atau mengedarkan uang palsu lebih berbahaya daripada
mencuri seribu dirham.
Al-Ghazali berpendapat, tindakan
memperdagangkan dinar dengan dinar sama halnya dengan memenjarakan uang
sehingga tidak dapat berfungsi. Semakin banyak uang yang diperdagangkan maka
semakin sedikit yang dapat berfungsi sebagai alat tukar. Dalam perkembangan
pasar dunia saat ini, sebagian besar uang dipergunakan untuk memperdagangkan
uang itu sendiri.
Ekonomi merupakan salah satu
aspek kehidupan, dimana manusia tidak dapat melepaskan diri dari hal ini,
karena ekonomi secara sederhana berbicara mengenai tatacara manusia memenui
kebutuhan hidupnya. Untuk memenuhi kebutuhan hidup tersebut, manusia melakukan
berbagai cara dan cara-cara tersebut kemudian dikonsepkan dan dirumuskan dalam
sebuah system, yang kemudian dikenal sebagai system ekonomi. Salah satu system
ekonomi yang dianut oleh sebagian manusia sekarang ini adalah system ekonomi
islam.
Kenapa harus ekonomi islam?
Menjadi sebuah pertanyaan mendasar bagi kita untuk mengenal ekonomi islam,
dimana jawaban dari pertanyaan ini nantinya akan mengacu pada tujuan dari
ekonomi islam itu sendiri yaitu “ mewujudkan kemaslahatan atau kesejahtraan
manusia didunia dan diakhirat”. Ekonomi islam bisa juga disebut sebagai ekonomi
syari’ah karena system ekonomi ini bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah,
selain itu ijma’ dan Qiyas juga menjadi sumber hukum dari ekonomi islam. Dalam
ekonomi islam memuat larangan dan perintah, larangan yaitu sesuatu yang telah
ditentukan syari’ah dan tidak boleh dilanggar seperti riba, gharar, maisir atau
qimar, sedangkan perintah yaitu semua hal yang tidak dilarang oleh syari’ah.
Ekonomi islam jelas memiliki
prinsip yang sangat berbeda denga system ekonomi lainnya, system ekonomi islam
secara umum merupakan system yang mengatur prilaku ekonomi dan sosial bagi
semua individu. Sehingga secara mendasar system ekonomi islam memiliki tiga
prinsip yaitu tauhid, akhlak dan keseimbangan.
Tauhid berbicara mengenai
hubungan manusia dengan penciptanya (Allah SWT), hal ini dicerminkan melalui
pemahaman bahwa harta atau kekayaan yang dimiliki manusia dimuka bumi ini
bukanlah miliknya, melainkan hanyalah titipan dari sang khalik, sehingga dalam
penggunaannya akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat nanti.
Akhlak berbicara atau mengatur
mengenai tingkah laku seorang manusia dengan manusia lainnya, dengan alamnya,
dalam prilaku dan kegiatan ekonomi. Hal ini dicerminkan dengan adanya larangan
riba, gharar, qimar atau maisir dll. Serta pemerintah untuk menjaga dan
memelihara sumber daya alam yang ada guna memenuhi kebutuhan hidup manusia dan
bukan untuk memenuhi keingnan manusia itu sendiri.
Keseimbangan berbicara pada hal
yang lebih luas, dimana setiap hasil dari kegiatan ekonomi harus sebanding
dengan usaha dan resikonya, begitupun jugadengan hal-hal yang lain, sehingga
nantinya dapat menciptakan keadilan dalam kehidupan berekonomi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar