Oleh:
Dina Dwikurniarini
T. Sulistyono
A. Pembukaan UUD 1945
1. Arti dan Makna Alinea-alinea Pembukaan UUD 1945
Secara
yuridis, Pancasila terletak dalam Pembukaan UUD 1945. Hal ini dibuktikan dengan
kata-kata “dengan berdasar kepada” yang ada dalam
Pembukaan UUD 1945 alinea keempat.
Pembukaan UUD 1945
terdiri atas empat bagian atau alinea. Secara rinci isi tiap bagian atau alinea
tersebut adalah sebagai berikut.
a.
Alinea Pertama
Alinea pertama merupakan pernyataan hak segala bangsa
akan kemerdekaan. Pada bagian ini terdapat dua asas pikiran yaitu
perikemanusiaan dan perikeadilan. Adanya dua asas pikiran ini mengandung dua
konsekuensi, yaitu konsekuensi positif dan konsekuensi negatif. Yang positif
adalah bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Yang negatif adalah bahwa
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan
Yang mempunyai hak kodrat dan hak moril akan kemerdekaan adalah segala
bangsa (yang mengakui manusia sebagai makhluk sosial), sehingga membedakan
dengan pernyataan hak kemerdekaan bangsa Barat (misalnya Inggris, Amerika
Serikat, dan Perancis) yang menggunakan asas hak kebebasan perseorangan atau
individu. Walaupun demikian, tidak berarti bahwa di Indonesia,
individu/perse-orangan tidak mempunyai tempat. Individu/ perseorangan
ditempatkan dalam hubungannya dengan bangsa, dalam kedudukan-nya sebagai
anggota bangsa dan sebagai manusia dalam kedudukannya sebagai spesimen atas
dasar sama-sama lingkungan jenis (genus), yaitu perikemanusiaan. Bersama-sama
dengan itu, manusia juga merupakan diri sendiri dan pribadi. Dengan demikian,
maka negara Indonesia adalah negara monodualis yang sekaligus bersama-sama
mengakui manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
Karena ada hak, timbullah kewajiban. Hak kodrat dan hak moril akan
kemerdekaan dari suatu negara yang terjajah, menimbulkan kewajiban kodrat dan
moril bagi penjajah untuk memberi kemerdekaan atau membiarkan supaya negara
yang terjajah itu menjadi merdeka.
Atas dasar uraian tersebut di atas, bagian pertama
Pembukaan UUD 1945 dapat disimpulkan sebagai berikut :
(1) Tiap-tiap bangsa
sebagai kesatuan golongan manusia yang merupakan diri dan berdiri pribadi,
mempunyai hak kodrat dan hak moril untuk berdiri pribadi atau hidup merdeka.
(2) Jika ada bangsa yang
tidak merdeka, berarti bertentangan dengan kodrat hakekat manusia. Karena itu
ada wajib kodrat dan wajib moril bagi penjajah untuk menjadikan merdeka atau
membiarkan menjadi merdeka kepada yang bersangkutan.
b. Alinea Kedua
Alinea kedua Pembukaan UUD 1945 mengandung
pernyataan tentang berhasilnya perjuangan pergerakan kemerdekaan Rakyat
Indonesia. Ada
dua hal yang perlu mendapat perhatian, yaitu :
1)
Bahwa penjajah tidak memenuhi kewajiban
kodrat dan kewajiban moril.
2). Negara yang
dicita-citakan.
Pertama, setelah ternyata pihak penjajah
(Belanda) tidak memenuhi kewajiban kodrat dan kewajiban morilnya tersebut,
terpaksa bangsa Indonesia
berjuang menentukan nasibnya sendiri atas kekuatan sendiri supaya merdeka.
Dalam hal ini dinyatakan telah berhasil.
Kedua, berhasilnya perjuangan bangsa Indonesia, perlu
dipelihara dengan sungguh-sungguh dengan diberi sifat-sifat tertentu, karena
menyusun negara atas kekuatan sendiri adalah suatu kewibawaan bagi bangsa
Indonesia. Adapun sifat-sifat itu adalah
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Merdeka artinya bangsa Indonesia itu bebas atau tidak terikat
oleh siapapun dan bebas melakukan sesuatu. Bersatu, mengandung tiga kemungkinan
arti :
1)
Bahwa bangsa Indonesia harus merupakan satu negara
(negara kesatuan) bukan Negara Federasi.
2)
Bahwa negara mengatasi segala faham golongan, mengatasi
segala faham perseorangan (mengikuti aliran pengertian Negara Persatuan atau
integralistis sebagaimana dikatakan oleh Supomo). Jadi bukan negara
individualisme dan klassestaat. Negara Republik Indonesia menggunakan dasar kekeluargaan, gotong
royong, tolong menolong atau keadilan
sosial.
3)
Bahwa seluruh Bangsa Indonesia termasuk di dalam
lingkungan daerah negara. Tidak ada sebagian bangsa Indonesia yang berada di
luarnya. Tidak ada negara di dalam negara kesatuan RI.
Berdaulat, artinya berkuasa dan kekuasaan
negara Indonesia itu nampak baik keluar maupun ke dalam. Adil, artinya memberikan sebagai wajibnya segala sesuatu
yang menjadi hak orang lain dan hak diri sendiri.
Makmur, adalah sautu keadaan yang di dalamnya seseorang
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya baik jasmaniah maupun kebutuhan rokhaniah,
sesuai atau layak bagi kemanusiaan. Makmur ini hendaknya ditafsirkan atas dasar
sifat bersatu dan adil, sehingga seluruh bangsa dan setiap orang Indonesia
dalam nisbah yang adil dapat mencapai keadaan sejahtera atas dasar keadilan
sosial, layak bagi kemanudiaan. Adil disini berarti juga bahwa setiap orang
akan menerima bagian sesuai dengan darma baktinya masing-masing.
Isi alinea kedua Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,
dapat disimpulkan sebagai berikut : Bahwa Bangsa Indonesia dari dalam terpaksa
berjuang untuk merealisir hak kodrat dan hak morilnya akan kemerdekaan, atas
kekuatan sendiri, berhasil membentuk Negara Indonesia yang dicita-citakan,
mempunyai sifat-sifat tertentu sebagai berikut :
a.
Negara sungguh bebas baik di dalam negeri sendiri maupun
terhadap negara-negara lain, berdiri pribadi dengan menguasai seluruh dirinya
sendiri.
b.
Negara berdasarkan persatuan, baik dalam bentuknya maupun
dalam keutuhan bangsa, yaitu meliputi seluruh bangsa dalam batas-batas daerah
negara, didukung oleh seluruh rakyat dan memelihara kepentingan seluruh rakyat
dalam pertalian kekeluargaan atau kerjasama, gotong royong, dengan berdasarkan
atas sifat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial keduanya-duanya.
c.
Negara berpedoman dan melaksanakan keadilan dalam seluruh
lingkungan dan tugas negara baik di dalam negara maupun terhadap dunia luar.
d.
Negara menjadi tempat hidup bagi seluruh rakyat, yaitu
bahwa tiap-tiap orang dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya, baik yang ketubuhan maupun yang kerokhanian, layak bagi kemanusiaan.
c.
Alinea Ketiga
Alinea ketiga
Pembukaan UUD 1945 merupakan pernyataan kemerdekaan rakyat Indonesia. Ada
beberapa hal yang perlu mendapat perhatian:
Dalam pembukaan disebutkan bahwa
pernyataan kemerdekaan terjadi atas berkat Rahmat Tuhan (Allah) Yang Maha
Kuasa. Hal ini tidak terdapat dalam Proklamasi. Hanya pada akhir pidato yang
menyertai Proklamasi diucapkan doa : “ Insya Allah Tuhan memberkati kemerdekaan
kita itu “. Dengan demikian ditegaskan bahwa Proklamasi bukan hanya berhasil
atas usaha manusia belaka, tetapi juga berdasarkan atas karunia Tuhan.
Bahwa Proklamasi
Kemerdekaan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang
bebas. Jadi berdasarkan asas moril yang tinggi dan merupakan tindakan saleh dan
suci.
Dalam Pembukaan yang menyatakan Kemerdekaan adalah Rakyat Indonesia dan
yang dinyatakan kemerdekaannya adalah Rakyat Indonesia (nya). Dalam Proklamasi
yang menyatakan kemerdekaan adalah Bangsa Indonesia dan yang dinyatakan adalah
Indonesia. Dengan demikian maksudnya adalah untuk memperkuat tentang dukungan
pernyataan kemerdekaan oleh seluruh rakyat, untuk kepentingan dan kebahagiaan
seluruh rakyat. Kecuali itu, kekuasaan tertinggi bagi bangsa dan Negara
Indonesia ada pada seluruh Rakyat sendiri.
Mengenai isi alinea ketiga Pembukaan UUD 1945 ini
sebenarnya telah termasuk juga pada pertanggungjawaban dan penegasan di atas.
Di dalamnya terdapat dua asas yang dalam, yaitu asas religius (atas berkat
Rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa) dan asas etik (dengan didorongkan oleh suatu
keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas). Atas dasar dua asas
yang dalam inilah rakyat / bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya.
Isi bagian ketiga ini dapat disimpulkan, bahwa Bangsa Indonesia menyatakan
Kemerdekaan Indonesia itu atas kekuatan bangsa Indonesia sendiri, didukung oleh
seluruh Rakyat. Lagi pula merupakan tindakan kerokhanian yang saleh dan suci,
karena melaksanakan hak kodrat dan hak moril akan kemerdekaan. Segala sesuatu
itu dimungkinkan karena diridhoi / dikaruniai
oleh Tuhan Yang Maha Esa.
d. Alinea Keempat
Alinea keempat
Pembukaan berisi pokok kaidah negara yang fundamental. Berisi hal-hal
yang sangat mendasar bagi keberadaan negara Indonesia, yang meliputi tujuan
negara, ketentuan akan adanya UUD,
bentuk negara, dan dasar negara Pancasila.
1. Hal tujuan negara, yaitu :
a). Membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
b). Memajukan
kesejahteraan umum.
c). Mencerdaskan
kehidupan bangsa.
d). Ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial.
Tujuan yang tersebut
dalam angka (1), (2), (3) adalah tujuan negara yang bersifat nasional (intern),
sedangkan tujuan yang tersebut dalam angka (4) adalah tujuan negara yang
bersifat internasional (ekstern).
2. Hal ketentuan
diadakannya Undang-Undang Dasar,
terdapat dalam kata-kata “maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia.”
3. Hal bentuk
negara, terdapat dalam kata-kata “ yang
terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat.”
4. Hal dasar kerokhanian
(filsafat) negara, yang terdapat dalam kata-kata “ Ke Tuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.”
Jika isi Pembukaan Undang-Undang Dasar alinea keempat ini
dikemukakan dalam hubungan kesatuan dan
tingkat kedudukan dari unsur yang satu terhadap unsur yang lain, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1.
Pancasila merupakan asas kerohanian (filsafat,
pendirian dan pandangan hidup bangsa).
2. Pancasila menjadi
basis bagi asas kenegaraan (politik) berupa bentuk republik yang berkedaulatan
rakyat.
3. Kedua-duanya menjadi
basis bagi penyelenggaraan kemerdekaan kebangsaan Indonesia yang dicantumkan
dalam peraturan pokok hukum positif termuat dalam suatu Undang-Undang Dasar.
4. Adapun Undang-Undang
Dasar sebagai basis berdirinya bentuk susunan pemerintahan dan seluruh
peraturan hukum positif, yang mencakup segenap Bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dalam kesatuan pertalian hidup bersama, kekeluargaan dan
gotong royong.
5. Segala sesuatu itu
untuk mencapai tujuan Bangsa Indonesia yaitu kebahagiaan nasional dan
internasional baik rohani maupun jasmani.
Dengan demikian seluruhnya merupakan kesatuan yang bertingkat, dan seluruh
kehidupan bangsa dan negara berdiri di atas dan diliputi asas kerohanian
Pancasila, sebaliknya pengertian, penjelasan dan pelaksanaan Pancasila
berisikan dan terikat pada serta tertuju pada kebahagiaan nasional dan
internasional. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan dasar, rangka dan
suasana kehidupan Bangsa, Negara dan tertib hukum di Indonesia.
2. Maksud/Tujuan Pembukaan UUD 1945
Dengan mengikuti susunan Pembukaan yang
terdiri atas empat alinea, dapat dibedakan adanya empat macam maksud dan atau
tujuan :
a.
Untuk mempertanggungjawabkan, bahwa pernyataan
kemerdekaan sudah selayaknya, karena berdasarkan atas hak mutlak, hak kodrat
dan hak moril bangsa Indonesia (terkandung dalam bagian pertama pembukaan).
b.
Untuk menetapkan cita-cita bangsa Indonesia yang ingin
dicapai dengan kemerdekaannya (terpeliharanya sungguh-sungguh kemerdekaan dan
kedaulatan negara, kesatuan bangsa dan daerah atas keadilan hukum dan moril,
bagi diri sendiri maupun pihak lain serta kemakmuran bersama dan adil (terletak pada bagian kedua pembukaan).
c.
Untuk menegaskan bahwa proklamasi kemerdekaan menjadi
permulaan dan dasar hidup kebangsaan dan hidup seluruh orang Indonesia yang
luhur dan suci dalam lindungan Tuhan dan hukum Tuhan (terletak pada bagian ketiga).
d.
Untuk melaksanakan segala sesuatu itu dalam perwujudan
dasar-dasar tertentu sebagai ketentuan pedoman dan pegangan yang tetap dan
praktis.
3.
Hubungan
Pembukaan UUD 1945 dengan Undang-Undang Dasar (Batang Tubuh)
Di antara empat bagian dari Pembukaan UUD
1945, dapat diadakan garis pemisah mengenai isinya sebagai berikut :
a. Bagian pertama, kedua dan ketiga merupakan serangkaian
pernyataan yang menyatakan tentang keadaan dan peristiwa yang mendahului
terbentuknya Negara Indonesia. Bagian-bagian ini tidak mempunyai hubungan
organis dengan batang tubuh Undang-Undang Dasar.
b. Bagian keempat merupakan pernyataan mengenai keadaan
setelah Negara Indonesia ada, dan mempunyai hubungan kausal dan organis dengan
batang tubuh Undang-Undang Daar. Hubungan secara kausal dan organis ini
terlihat dari empat segi :
c. Bahwa Undang-Undang Dasar ditentukan
akan ada. Jadi karena pembukaan
inilah maka ada Undang-Undang Dasar.
d. Bahwa yang akan diatur di dalam Undang-Undang Dasar adalah
tentang pembentukan Pemerintah Negara yang memenuhi berbagai syarat.
e.
Bahwa Negara Indonesia berbentuk Republik yang
berkedaulatan rakyat.
f.
Ditetapkannya dasar Pancasila.
4.
Hakekat
dan Kedudukan Pembukaan UUD 1945
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 menurut
hakekatnya merupakan pokok Kaidah Negara yang fundamentil atau
Staatsfundamentalnorm, dan berkedudukan dua terhadap tertib hukum Indonesia,
yaitu :
- Sebagai dasar tertib hukum Indonesia
- Sebagai ketentuan hukum yang tertinggi
Karena itu mempunyai
kedudukan yang tetap, kuat tidak bisa diubah atau diganti oleh siapapun.
Kedudukan yang tetap, kuat tidak bisa diubah ini bisa ditinjau dari dua segi,
yaitu segi formal dan segi material.
1). Ditinjau dari segi formal
Pertama-tama harus
dimaklumi lebih dulu bahwa Pembukaan UUD 1945 alinea keempat adalah menentukan
adanya Undang-Undang Dasar, sehingga tidak termasuk di dalamnya, tetapi
mempunyai kedudukan sebab terhadap UUD. Yang kedua ialah bahwa mulai saat
berlakunya Pembukaan UUD 1945, seolah-olah berhentilah berlakunya tertib hukum
yang lama, dan timbullah tertib hukum yang baru ialah tertib hukum Indonesia.
Yang dimaksud tertib
hukum adalah keseluruhan
peraturan-peraturan hukum yang memenuhi empat syarat :
a)
Ada kesatuan subyek yang mengadakan peraturan-peraturan
hukum itu.
b)
Ada kesatuan azas kerohanian yang meliputi keseluruhan
peraturan-peraturan hukum
c)
Ada kesatuan waktu, saat
peraturan-peraturan hukum itu berlaku.
d)
Ada kesatuan daerah, tempat peraturan-peraturan hukum itu
berlaku.
Dalam konkritnya, yang merupakan tertib
hukum Indonesia pada waktu itu adalah Pembukaan UUD 1945, Undang-Undang Dasar
1945 dan sebagaimana yang ditentukan dalam aturan peralihan UUD 1945 pasal II,
yaitu peraturan-peraturan hukum yang ada. Pembukaan UUD 1945 adalah tertib
hukum, sebab memenuhi empat syarat tersebut :
- Dengan adanya suatu “Pemerintah Republik Indonesia“, berarti ada kesatuan subyek atau penguasa.
- Dengan adanya “Pancasila“, berarti ada kesatuan asas kerohanian.
- Dengan disebutnya “disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia“ dalam bentuk negara, berarti ada kesatuan wkatu, yaitu timbulnya masa baru yang terpisah dari waktu yang lampau dan merupakan jangka waktu yang berlangsung terus.
- Dengan disebutkannya “seluruh tumpah darah Indonesia“ berarti ada kesatuan daerah tempat tertib hukum itu berlaku.
Tertib hukum itu dapat diadakan pembagian
susunan yang hierarkis dari peraturan-peraturan hukum. UUD yang merupakan hukum
dasar yang tertulis tidak merupakan peraturan hukum yang tertinggi, sebab UUD
itu masih mempunyai dasar-dasar pokok. Dasar-dasar pokok UUD itu menurut hakekatnya terpisah dari UUD,
dan dinamakan Pokok Kaidah Negara yang Fundamentil atau Staatsfundamentalnorm.
Suatu peraturan hukum dinamakan Pokok Kaidah Negara yang Fundamental atau Staatsfundamentalnorm
jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a). Dalam hal
terjadinya :
Menurut sejarah terjadinya, Pembukaan UUD
1945 itu ditentukan oleh Pembentuk negara sebagai penjelmaan kehendaknya, yang
dalam hakekatnya terpisah dari UUD 1945. Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia, yang menentukan Pembukaan itu sejak Proklamasi kemerdekaan
memperoleh sifat perwakilan seluruh rakyat Indonesia. Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia telah ada sebelum Proklamasi Kemerdekaan. Yang merubah
PPKI yang dalam batinnya menjadi perwakilan bagi seluruh rakyat Indonesia adalah
Dwi Tunggal, yang memimpin pula Panitia tersebut, sedangkan Dwi Tunggal itu
adalah yang atas nama bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia,
jadi sebenarnya merupakan pembentuk Negara Indonesia. Mengenai susunan dan kedudukan PPKI lebih lanjut dapat
dikatakan terdiri atas pembentuk negara sendiri dan orang-orang atas kuasa
Pembentuk Negara, sehingga pada hakekatnya dalam menentukan Pembukaan, PPKI
berbuat sebagai dan atas kuasa Pembentuk Negara, dan pada hakekatnya Pembukaan
itu ditentukan oleh Pembentuk Negara.
b). Dalam hal isinya
:
(1)
Memuat asas kerokhanian negara yaitu Pancasila.
(2)
Memuat asas politik negara, yaitu republik yang
berkedaulatan rakyat.
(3)
Memuat tujuan negara, yaitu:
¨ Melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
¨ Memajukan
kesejahteraan umum.
¨ Mencerdaskan
kehidupan bangsa.
¨ Ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial.
(4)
Memuat ketentuan diadakannya UUD Negara Indonesia, yaitu
seperti dinyatakan : “ maka disusunlah kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu
dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia.”
Atas dasar uraian tersebut di atas, maka ternyata atau terbukti bahwa Pembukaan UUD 1945 merupakan Pokok Kaidah
Negara yang Fundamentil atau Staatsfundamentalnorm bagi Negara Indonesia.
Karena itulah seperti telah disebutkan
dimuka, Pembukaan UUD 1945 mempunyai kedudukan dua macam tertib hukum
Indonesia, yaitu :
1.
Menjadi dasar tertib hukum Indonesia, karena Pembukaan
itulah yang memberikan faktor-faktor mutlak bagi adanya tertib hukum Indonesia
itu.
2.
Menjadi ketentuan hukum yang tertinggi, terhadap UUD
maupun terhadap Hukum Dasar yang tidak tertulis dan peraturan-peraturan hukum
lainnya yang lebih rendah.
Ketetentuan Pembukaan UUD 1945 sebagai Staatsfundamentalnorm ini, membawa
konsekwensi bahwa Pembukaan UUD 1945 dalam hukum mempunyai hakekat dan
kedudukan yang tetap, kuat dan tak berubah bagi negara Republik Indonesia,
dengan kata lain “ dengan jalan hukum tidak dapat diubah “ dengan penjelasan
sebagai berikut :
Dalam ilmu hukum,
suatu peraturan hukum dapat diubah / diganti oleh lembaga yang membuatnya atau
oleh lembaga yang lebih tinggi. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah
ditentukan oleh Pembentuk Negara. Setelah selesai tugasnya yaitu membentuk negara,
pembentuk Negara berubah fungsinya menjadi alat-alat perlengkapan negara, yang
menurut kedudukannya lebih rendah daripada Pembentuk Negara. Oleh karena itu di
Indonesia, di samping Pembentuk Negara itu sudah tidak ada lagi (karena sudah
berubah menjadi alat-alat perlengkapan negara), juga tidak ada lembaga yang
lebih tinggi daripada Pembentuk Negara. Sehingga Pembukaan UUD 1945 dengan
jalan hukum tidak bisa diubah oleh siapapun, termasuk MPR hasil Pemilihan Umum.
2). Ditinjau dari segi material
Pembukaan UUD 1945 adalah satu rangkaian
dengan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Proklamasi ini sifatnya einmalig
atau sekali terjadi, tidak bisa terulang lagi. Yang terjadi pada saat
Proklamasi tak dapat terulang, hanya dapat satu kali itu saja dan isi materinya
terutama Pancasila sudah berabad-abad meresap dalam kalbu orang, rakyat, bangsa
Indonesia. Jadi, meskipun seandainya secara formil dihapuskan, Pancasila akan
tetap hidup dalam hati nurani orang, rakyat, bangsa Indonesia dan terlekat pada
Tuhan Yang Maha Kuasa (karena Proklamasi Kemerdekaan adalah atas berkat rahmat
Tuhan Yang Maha Kuasa). Segala sesuatunya itu menyertai kelahiran Negara
Proklamasi Republik Indonesia 17 Agustus 1945, sehingga tidak lain daripada
terlekat kepada kelangsungan Negara Proklamasi itu. Di antara unsur-unsur pokok
kaidah negara yang fundamentil, asas kerokhanian Pancasila atau dasar falsafah
negara mempunyai kedudukan isitimewa
dalam hidupk kenegaraan dan hukum dari rakyat, bangsa Indonesia. Lma usnur yang
tercantum di dalam Pancasila bukanlah hal yang timbul baru pada pembentukan
Negara Indonesia, akan tetapi sebelumnya dan selama-lamanya telah dimiliki oleh
rakyat, bangsa Indonesia. Jadi sebelum dan sesudah bernegara Republik
Indonesia, rakyat, bangsa Indonesia adalah ber Pancasila, karena Pancasila
sudah menjadi azas kulturil, asas keagamaan, dan setelah bernegara Republik
Indonesia dijadikan asas kenegaraan. Pancasila adalah asas kultural, asas
keagamaan dan asas kenegaraan.
Karena Pembukaan UUD 1945 itu terlekat
pada kelangsungan negara Proklamasi 17 Agustus 1945, maka mengubah Pembukaan
UUD 1945 berarti pembubaran negara Republik Indonesia, negara Proklamasi 17
Agustus 1945. Oleh karena itu tak dapat dan tidak boleh diubah oleh siapapun
dan kapanpun, termasuk oleh MPR hasil
pemilihan umum.
5. Terpisahnya Pembukaan UUD 1945 dengan Batang Tubuh UUD 1945
Pembukaan UUD 1945 terpisah dengan Batang Tubuh UUD 1945
dan kedudukannya serta hakekatnya lebih
tinggi derajatnya daripada Batang Tubuh UUD 1945, dapat dijelaskan sebagai berikut :
a.
Dalam rapat PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, yang
menentukan Pembukaan:
· Ketua Ir. Sukarno,
setelah menyatakan : “dengan ini sahlah Pembukaan UUD Negara Indonesia “, lalu
menyambung “sekarang tuan-tuan, saya bicarakan UUD.”
· Sesudah itu Prof. Mr.
Dr. Supomo yang diminta oleh Ketua untuk memberikan penjelasan, mulai dengan
kata-kata “ Pikiran tentang Undang-Undang Dasar, tentang susunan negara ialah
begini ………………………. “
· Kemudian ketua Ir.
Sukarno pada permulaan pembicaraan menyatakan : “ bahwa Undang-Undang Dasar
yang kita buat sekarang ini, adalah Undang-Undang Dasar Sementara.” Hal sifat
sementara tidak terdapat dalam pembicaraan mengenai pembukaan. Maka dapat
disimpulkan Pembukaan UUD 1945 mempunyai kedudukan tetap, dan memang yang dapat
merubah meniadakannya hanya Pembentuk Negara, sedangkan waktu itu tentu tidak
masuk dalam pikiran akan adanya Pembentuk negara yang baru.
b.
Dalam berita negara Republik Indonesia tahun II No.7
(Himpunan Kusnodiprojo), “Pembukaan ditempatkan di atas kepada Undang-Undang
Dasar, sedangkan dalam penjelasannya dipisahkan sebagai “dasar” Undang-Undang
Dasar yang meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia. Pokok-pokok ini mewujudkan cita-cita hukum (Rechtsidea) yang
menguasai Hukum Dasar Negara, baik Hukum Dasar yang tertulis (UUD) maupun Hukum
Dasar yang tidak tertulis”.
c.
Dalam ketentuan pada bagian keempat dari Pembukaan akan
adanya UUD, disebutkan “ suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, tidak
dengan kata penunjuk yang tertentu, sehingga tidak ada hubungan dua bagian
dalam satu peraturan.
6.
Hubungan Pembukaan UUD 1945 dengan Proklamasi 17
Agustus 1945
Di muka telah disebutkan bahwa Proklamasi
pada pokoknya memuat dua hal, yaitu
a. Pernyataan
kemederkaan Bangsa Indonesia.
b. Tindakan-tindakan yang segera harus diambil/diselenggarakan.
Berpegang pada isi pengertian tersebut dan
dengan memperhatikan keseluruhan isi pengertian yang terkandung dalam Pembukaan
UUD 1945, khususnya bagian ketiga, maka dapat ditentukan letak dan sifat
hubungan antara Pembukaan dengan Proklamasi.
a.
Disebutkannya kembali pernyataan kemerdekaan dalam bagian
ketiga, menunjukkan bahwa antara Proklamasi dan Pembukaan merupakan suatu
rangkaian kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
b.
Ditetapkannya Pembukaan pada tanggal 18 Agustus 1945
bersama-sama ditetapkannya UUD, Presiden dan Wakil Presiden merupakan realisasi
bagian kedua Proklamasi.
c.
Pembukaan pada hakekatnya merupakan pernyataan yang lebih
rinci dengan memuat pokok-pokok pikiran adanya cita-cita luhur yang menjadi
semangat pendorong ditegakkannya kemerdekaan, dalam bentuk Negara Indonesia
yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Dengan demikian sifat hubungan antara Pembukaan UUD 1945 dengan Proklamasi
adalah :
Pertama : Memberikan penjelasan terhadap
dilaksanakannya Proklamasi 17 Agustus 1945, yaitu menegakkan hak kodrat dan hak
moril setiap bangsa akan kemerdekaan, dan demi inilah bangsa Indonesia berjuang
terus menerus sampai akhirnya dapat mengantarkan bangsa Indonesia ke depan
pintu gerbang kemerdekaannya (bagian ketiga dan keempat Pembukaan UUD 1945)
Kedua :
Memberikan pertanggungjawaban atau penegasan terhadap dilaksanakannya
Proklamasi 17 Agustus 1945, yaitu bahwa perjuangan gigih menegakkan hak kordrat
dan hak moril akan kemerdekaan adalah sebagai gugatan dihadapan muka bumi
terhadap adanya penjajahan atas bangsa Indonesia yang tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan. Bahwa perjuangan itu telah diridhoi oleh
Tuhan Yang Maha Kuasa, sehingga berhasil memproklamasikan kemerdekaannya
(bagian pertama, kedua dan ketiga Pembukaan UUD 1945).
Ketiga :
Memberikan pertanggungjawaban terhadap dilaksana-kannya Proklamasi 17 Agustus
1945, yaitu bahwa kemerdekaan Bangsa Indonesia yang diperoleh, disusun dalam
suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam susunan negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada :
Ke-Tuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradap, persatuan
Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan / perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia (bagian keempat Pembukaan UUD 1945).
Penyusunan UUD ini adalah untuk dasar-dasar pembentukan
Pemerintah Negara Indonesia dalam mencapai tujuan-tujuan negara, yaitu :
a.
Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia
b.
Memajukan kesejahteraan umum
c.
Mencerdaskan kehidupan bangsa
d.
Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Khusus memperhatikan isi pengertian baigan kedua
Proklamasi yang merupakan tindakan-tindakan segera yang harus diselenggara-kan,
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
a.
Bagian pertama Proklamasi memperoleh penjelasan,
penegasan dan pertanggungjawaban pada bagian pertama sampai dengan keempat
Pembukaan UUD 1945.
b. Bagian
kedua Proklamasi memperoleh penjelasan dan penegasan pada bagian keempat
Pembukaan, yaitu mengenai : tujuan negara, disusunnya UUD Negara, bentuk
negara, dan asas kerokhanian (filsafat) negara.
Dengan penjelasan seperti tersebut di
atas, maka sifat hubungan antara Proklamasi dengan Pembukaan UUD 1945 yang
tidak hanya menjelaskan, menegaskan akan tetapi juga mempertanggung-jawabkan
Proklamasi, maka hubungan tersebut adalah bersifat fungsionil, korelatif dan
monistis-organis yang berarti bahwa antara Proklamasi dengan Pembukaan UUD
1945 merupakan kesatuan yang bulat dan apa yang terkandung dalam Pembukaan
adalah merupakan amanat Proklamasi 17
Agustus 1945.
Berdasarkan uraian
tersebut, nampaklah bahwa dalam perspektif yuridis, Pancasila mempunyai
kedudukan yang kuat, tetap dalam kelangsungan negara Proklamasi 17 Agustus
1945. Secara material Pancasila tertanam dalam hati sanubari bangsa Indonesia.
Tidak berlebihan jika Pancasila adalah merupakan visi bagi bangsa dan negara
Indonesia, karena ia merupakan kristalisasi dan perumusan nilai-nilai dasar
bangsa Indonesia.
B. Dinamika Undang-Undang Dasar 1945
1. Isi Materi UUD 1945
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan hukum dasar tertulis negara
R.I yang bersifat mengikat seluruh warga negara dan penduduk Indonesia, serta seluruh praktek
penyelenggaraan negara. Di samping hukum
dasar tertulis, dikenal dan diakui pula adanya Konvensi. Konvensi ialah hukum
dasar tidak tertulis yang merupakan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan dalam
praktek penyelenggaraan negara yang tidak bertentangan dengan hukum dasar
tertulis.
Sebelum diamandemen, ssi materi UUD 1945 merupakan penjelmaan
empat pokok pikiran yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945, sebagai pancaran dari Pancasila. Naskah
Undang-Undang Dasar yang ditetapkan oleh PPKI
pada tanggal 18 Agustus 1945 itu
terdiri atas tiga bagian:
a. Pembukaan UUD 1945;
b.
Batang Tubuh UUD 1945 terdiri atas 16 bab berisi 37
pasal, Aturan Peralihan dan Aturan Tambahan;
c. Penjelasan UUD 1945.
Batang
Tubuh dan Penjelasan sebagai isi
materi UUD 1945 dikelompokkan menjadi
empat hal, yaitu:
a. Pengaturan tentang Sistem Pemerintahan Negara
b.
Ketentuan fungsi dan kedudukan Lembaga Negara
c. Hubungan antara negara dengan warga negara
d.
Ketentuan-ketentuan lain sebagai pelengkap.
Setelah reformasi
terjadilah perubahan-perubahan besar dalam sistem ketatanegaraan R.I, tidak
terkecuali perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Secara singkat dapat dinyatakan
bahwa sejak tahun 1999 sampai tahun 2002 UUD 1945 telah mengalami empat kali perubahan pasal-pasalnya, baik
berupa penambahan anak pasal baru maupun perbaikan dalam susunan redaksinya.
Sekarang ini UUD 1945
hanya terdiri atas Pembukaan dan Pasal-pasal saja, berbeda dengan ketika
pertama kali diundangkan dahulu bahwa UUD 1945 terdiri atas Pembukaan, Batang
Tubuh (Pasal-pasal) dan Penjelasan. Perubahan-perubahan apa yang telah
dilakukan dan mengapa terjadi perubahan-perubahan itu akan dibahas lebih lanjut
pada sub bab tersendiri mengenai Amandemen UUD 1945.
2. Pelaksanaan UUD 1945
a. Masa Awal
Kemerdekaan (18 Agustus 1945 – 27
Desember 1949)
Sejak disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus
1945 UUD 1945 belum dapat dilaksanakan dengan sepenuhnya. Ada berbagai gangguan
yang menghambat pelaksanaan UUD 1945, di antaranya adalah masuknya Sekutu yang
diboncengi Belanda untuk menjajah kembali, adanya pemberontakan PKI Madiun
1948, PRRI Permesta dan DI/TII. Hal itu semua membuat pemerintah dan rakyat
Indonesia memusatkan perhatian pada upaya mempertahankan negara kesatuan R.I.
dan implikasinya sistem pemerintahan berdasarkan UUD 1945 belum dapat
dilaksanakan.
Pada awal berdirinya
republik ini banyak lembaga tinggi negara belum terbentuk. Hal ini kemudian
diantisipasi dengan Aturan Peralihan pasal IV yang berbunyi: Sebelum MPR-
DPR dan DPA dibentuk menurut Undang-undang Dasar, segala kekuasaan dijalankan
presiden dengan bantuan Komite Nasional.Untuk memperkuat kedudukan Komite
Nasional Indonesia Pusat (KNIP) tersebut, maka keluarlah Maklumat Wakil
Presiden Nomor X tanggal 16 Oktober 1945 yang isinya KNIP sebagai pembantu presiden menjadi badan
yang diberi tugas kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN.
Pada tanggal 3
November 1945 diumumkan lagi Maklumat Wakil Presiden tentang Pembentukan
Partai-partai Politik. Selanjutnya, atas usul KNIP, keluarlah Maklumat
Pemerintah tanggal 14 November 1945 yang
isinya merubah kabinet Presidensial menjadi kabinet Parlementer.
Maklumat-maklumat itu
dikeluarkan sebagai suatu strategi kepada dunia internasional, terutama sekutu
bahwa Indonesia benar-benar merupakan sebuah negara merdeka yang demokratis.
Indikator negara demokratis bagi Barat (Sekutu) adalah adanya multi partai
dan sistem pemerintahan parlementer.
Maka, sejak tanggal 14 November 1945 itu kekuasaan eksekutif dipegang oleh
Perdana Menteri dan menteri-menteri bertanggung jawab kepada KNIP, bukan kepada
presiden.
Di lain pihak
perundingan dengan Belanda dan Sekutu memenangkan Indonesia sebagai sebuah
negara yang merdeka dan pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada
tanggal 27 Desember 1949, dengan syarat:
- Negara
R.I dipecah-pecah menjadi negara-negara bagian (RIS)
- UUD 1945 diganti menjadi UUD KRIS
maka sejak saat itu negara Indonesia
menjadi negara serikat dengan UUD yang ditentukan oleh sekutu dengan semangat
liberalismenya.
b. Masa UUDS 1950 (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)
Sejak diberlakukannya UUD KRIS maka Indonesia menjadi negara federal.
Tetapi, semangat dan kesetiaan pada negara kesatuan R.I mengakibatkan
negara-negara bagian ini satu persatu meleburkan diri dalam negara R.I kembali.
Maka, pada tanggal 17 Agustus 1950 negara KRIS sudah sepenuhnya menjadi negara
R.I. dengan Undang-Undang Dasar Sementara
yaitu UUDS 1950 (merupakan modifikasi UUD KRIS) dan sistem pemerintahan
masih tetap bersifat parlementer.
Dalam rangka memenuhi tugas yang diamanatkan oleh UUDS 1950,
diselenggarakan Pemilu untuk memilih Anggota Majelis Pembentuk Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia.
Lembaga Pembentuk Undang-Undang Dasar dimaksud disebut Konstituante. Pengisian
keanggotaan Konstituante dilaksanakan dengan menyelenggarakan Pemilu
berdasarkan UU No.7 tahun 1953 pada tanggal 15 Desember 1955.
Konstituante dilantik oleh Presiden R.I pada tanggal 10
November 1956, dengan amanat Presiden yang intinya “ Susunlah Konstituante yang
benar-benar Res Publica" . Konstituante bersidang di Bandung dengan catatan bahwa sampai bulan
Februari 1959 telah menghasilkan butir-butir materi yang akan disusun menjadi
materi Undang-Undang Dasar Negara (Marsono, 2000:8).
Badan Konstituante mulai
bekerja menyusun UUD., tetapi gagal mencapai kata sepakat untuk membuat UUD
yang baru. Maka, keluarlah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang isinya:
- Menetapkan pembubaran Konstituante
- Menetapkan UUD 1945 berlaku kembali mulai saat tanggal dekrit
dan menyatakan tidak berlakunya UUDS 1950
- Pembentukan MPRS.
3.
Masa Orde Lama
Sejak Dekrit Presiden
5 Juli 1959, negara Indonesia berdasarkan UUD 1945. Masa ini yang disebut masa Orde Lama (ORLA)
banyak pula terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan. Sistem
pemerintahan dijalankan tidak sesuai
dengan UUD 1945 itu sendiri.
Sebagai hasil dari
Pemilu 1955, maka ada empat partai besar yang berpengaruh, yaitu PNI, PKI,
Masyumi dan NU. Besarnya pengaruh
PKI mengakibatkan ideologi NASAKOM
dikukuhkan dan disamakan dengan Pancasila. Masa ini juga dipaksakan doktrin
seolah-olah negara dalam keadaan revolusi dan presiden sebagai kepala negara
otomatis menjadi PemimpinBasar Revolusi. Pada masa ini juga diperkenalkan
demokrasi terpimpin sehingga menuju pada kepemimpinan yang otoriter. Selain
itu, banyak penyimpangan lain yang dilakukan seperti Presiden mengeluarkan
produk hukum yang setingkat Undang-undang tanpa persetujuan DPR, presiden
membubarkan DPR hasil Pemilu karena
tidak menyetujui RAPBN dan kemudian presiden membentuk DPR Gotong royong,
pemimpin lembaga tertinggi negara dan lembaga tinggi negara dijadikan menteri
negara.
Masa ORLA berakhir
dengan adanya pemberontakan G 30 S PKI.
Rakyat menuntut perbaikan-perbaikan dalam penyelenggaraan negara.
Lahirlah Tritura (Tiga Tuntutan Rakyat), yaitu bubarkan PKI, bersihkan kabinet
dari unsur PKI dan turunkan harga-harga. Dalam keadaan kacau itu presiden
Soekarno mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret kepada Letjen Soeharto dan dengan
dasar Surat Perintah itu Letjen Soeharto mengeluarkan surat Keputusan Presiden
No. 1/3/1966 Tanggal 12 Maret 1966 yang ditandatanganinya. Isi Kepres ini ialah
pembubaran PKI di seluruh wilayah Indonesia yang berlaku sejak tanggal
keluarnya surat tersebut.
1. Masa Orde Baru
Setelah ORLA runtuh, pemerintahan baru terbentuk yang diberi
nama Orde Baru (ORBA). Tekad ORBA ialah melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen. Untuk mewujudkan tekad itu Sidang MPRS tahun 1966
mengeluarkan Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 yang merupakan koreksi terhadap
pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 dalam periode 1959 – 1965 yang dipimpin oleh
Presiden Sukarno. Ketetapan MPRS NO. XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR
mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia
dan Tata Urutan Perundangan Republik Indonesia yang dikeluarkan pada
tanggal 5 Juli 1966. Selain itu MPRS juga mengeluar-kan ketetapan lain, di antaranya:
1. Tap. No.
XII/MPRS/1966 yang memerintahkan Soeharto segera membentuk kabinet Ampera.
2. Tap. No.
XVII/MPRS/1966 yang menarik kembali pengangkatan Pemimpin Besar Revolusi
menjadi Presiden Seumur Hidup
3. Tap. No.
XXI/MPRS/1966 tentang penyederhanaan kepartaian, keormasan dan kekaryaan
4. Tap. No. XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI.
Bulan Februari 1967 DPRGR mengeluarkan resolusi meminta MPRS mengadakan
sidang istimewa pada bulan Maret 1967 untuk meminta pertanggungjawaban presiden
Soekarno. Presiden Soekarno tidak dapat memenuhi pertanggungjawaban secara
konstitusional dan tidak dapat menjalankan haluan negara. Sidang itu juga
memberlakukan Tap. Nomor XV/MPRS/1966 tentang pemilihan/-penunjukan wakil
presiden dan mengangkat Soeharto sebagai presiden.
Pemerintahan Soeharto berusaha untuk melaksanakan Pancasila dan
UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam hidup berbangsa, bermasyarakat dan
bernegara. Untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen
maka pada tahun 1971 diadakan Pemilihan Umum yang didasarkan UU No. 15 Tahun
1969 tentang Pemilihan Umum Anggota-anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan
Rakyat. Pemilu itu diikuti oleh sembilan partai politik dan Sekber Golongan
Karya, dengan kemenangan gemilang pada Sekber Golongan Karya (62,8 %). Sekber
Golongan Karya ini sebenarnya dibentuk oleh Presiden Soekarno dan dibersihkan
oleh Presiden Suharto dari unsur-unsur partai politik
Pemerintahan yang dibentuk berdasarkan UUD 1945 ini
menghasilkan lembaga-lembaga negara dan lembaga pemerintahan yang tidak
smeentara lagi. MPR kemudian menetapkan GBHN, memilih presiden dan wakil
presiden dan memberi mandat kepada presiden terpilih untuk melaksanakan GBHN. Sejak itu mekanisme
lima tahunan berjalan dengan teratur dan stabil, sebab sepertiga anggota MPR
dikontrol dengan pengangkatan (Suwarno, 1996: 164).
Setelah meninjau
sejarah pertikaian antara kaum komunis di pihak kiri dan kaum Islamis di pihak
kanan dalam spektrum politik, pemerintah ORBA menarik kesimpulan bahwa ideologi
membangkitkan gerak hati primitif dan berbahaya yang tak terhindarkan menuju ke
konflik sosial. Hal ini akan membelokkan rakyat Indonesia dari persatuan yang
dibutuhkan kalau mau meraih kemajuan (modernitas). Untuk meredakan konflik ideologis ini maka
ORBA membangun konsep baru tentang demokrasi yang diberi nama “Demokrasi
Pancasila” yang sebenarnya bersifat otoriter dengan angkatan bersenjata menjadi
intinya. Orde Baru bersifat anti komunis, anti-Islamis dan mempunyai komitmen
terhadap pembangunan. (Cribb, 2000: 58).
Pada masa ORBA ini
selain kekuasaan eksekutif , kekuasaan legislatif dan yudikatif
juga di bawah presiden.
Pembangunan di segala bidang dengan prioritas pertumbuhan ekonomi telah
menghasilkan ketidakmerataan pendapatan. Segelintir orang Indonesia menguasai
dua pertiga GNP Indonesia sehingga jurang antara si kaya dan si miskin makin
dalam. Sementara di pihak lain, pemerintah dan penguasa menjalin kerjasama yang
menguntungkan pribadi dan keluarga pejabat. Korupsi, kolusi dan nepotisme
seakan menjadi budaya yang wajar-wajar saja.
Krisis moneter 1997
telah membawa krisis-krisis lain yang akhirnya membawa pada krisis kepercayaan
dan krisis politik. Rakyat yang dipelopori mahasiswa menghendaki Soeharto turun
dan gaung reformasi bergema di mana-mana untuk perbaikan kehidupan kenegaraan
Indonesia. Setelah demonstrasi di mana-mana, ultimatum MPR dan pengunduran diri
empat belas menteri-menterinya, Soeharto menyatakan berhenti menjadi presiden
pada hari Kamis, 21 Mei 1998.
5. Masa Orde Reformasi
Setelah Soeharto
turun, B.J. Habibie naik menjadi presiden. Karena dianggap hanya sebagai tokoh
transisi, ia dapat berusaha mengurusi transisi itu sebagai tugas yang istimewa
sehingga perannya dapat dikatakan berhasil. Prakarsa awalnya adalah
menjadwalkan reformasi politik. Setelah
berunding bersama pimpinan MPR dan DPR saat itu hasilnya adalah Sidang Istimewa MPR pada Desember 1998.
Sidang itu antara lain menghasilkan keputusan
memberikan mandat kepada Presiden untuk menyelenggarakan Pemilu baru pada tahun 1999.
Partai-partai baru
mulai bermunculan untuk memperebutkan kursi DPR
dalam Pemilu 1999 tersebut yang diikuti oleh 48 partai. Banyak kalangan
mengatakan, termasuk pengamat luar negeri bahwa Pemilu 1999 adalah pemilu paling demokratis bila dibandingkan
pemilu-pemilu di zaman Orde Baru. Dibukanya kran demokrasi menghasilkan
komposisi multi partai dalam parlemen. Tidak
ada mayoritas partai yang berkuasa; hal itu terbukti dengan prosentase
tertinggi diraih PDIP hanya sekitar 34 persen.
Sidang MPR pasca
Pemilu 1999 memilih presiden K.H. Abdurrahman Wahid dan wakil presiden Megawati
Soekarnoputri. Tetapi, terkait dengan pelaksanaan UUD 1945, ada hal yang sangat penting dalam sidang MPR 1999 tersebut. Kesepakatan politik
seluruh anggota MPR untuk mengamandemen
secara bertahap pasal-pasal di dalam UUD 1945
agar lebih lengkap, lebih jelas
(tidak multi-interpretable) dan sesuai dengan dinamika masyarakat serta
perkembangan zaman. Sedangkan Pembukaan UUD 1945 dan konsep negara kesatuan
sebagaimana termaktub di dalam pasal 1 ayat 1 tidak akan diubah.
Orde Baru seolah
menabukan perubahan UUD 1945, tetapi
sebaliknya Orde Reformasi memandang sangat perlu perubahan UUD 1945 dalam
bentuk amandemen untuk memperbaiki kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia.
Pasal-pasal UUD 1945 yang diamandemen dapat dilihat secara rinci pada bagian
berikut.
C. Amandemen Undang-Undang Dasar 1945
Sebagaimana telah
disinggung pada bagian awal, sekarang ini Undang-Undang Dasar R.I telah
mengalami proses amandemen (perubahan-perubahan). Sejak Mei 1998 bangsa Indonesia bertekad
mereformasi berbagai bidang kehidupan kenegaraan. Salah satunya adalah refomasi
hukum dan sebagai realisasi dari reformasi hukum itu adalah perubahan terhadap
pasal-pasal di dalam UUD 1945.
Pada sidang MPR tahun
1999 seluruh anggota dan pimpinan MPR telah sepakat bulat untuk
mengamandemen UUD 1945 dengan catatan
(Istianah, 2002):
·
Amandemen tidak merubah
negara kesatuan R.I.
·
Amandemen tidak merubah Pembukaan UUD 1945
·
Amandemen tetap mempertahankan sistem
presidensial
·
Amandemen dilakukan secara adindum
·
Penjelasan UUD 1945 yang bernilai positif
ditarik ke dalam Batang Tubuh.
Sejak tahun 1999 sampai tahun 2002 Majelis Permusyawaratan
Rakyat R.I telah empat kali menetapkan perubahan pasal-pasal dalam
Undang-Undang Dasar 1945, artinya ada pasal-pasal yang diubah dan ada pula
pasal-pasal yang ditambah.
1.
Perubahan Pertama
Perubahan pertama terhadap pasal-pasal UUD 1945 ditetapkan pada
tanggal 19 Oktober 1999. Perubahan pertama ini dilakukan terhadap sembilan
pasal UUD 1945, yaitu pasal 5, pasal 7,
pasal 9, pasal 13, pasal 14, pasal 15, pasal 17, pasal 20 dan pasal 21. Secara
garis besar perubahan itu lebih ditujukan untuk mengurangi kewenangan presiden
dan lebih memberdayakan peran DPR, khususnya sebagai lembaga kontrol terhadap
pemerintah (eksekutif) yang selama Orde Baru tidak berjalan.. Sebagai contoh,
pasal 5 UUD 1945 yang lama menyatakan bahwa presiden memegang kekuasaan
membentuk UU dengan persetujuan DPR, maka sekarang di dalam pasal 5 UUD 1945
yang telah diaman\demen dinyatakan bahwa
presiden hanya berhak untuk mengajukan rancangan UU kepada DPR. Kebalikannya,
sekarang ini justru DPR yang memegang kekuasaan membentuk UU (pasal 20).
Demikian pula, pasal 14 yang sekarang bahwa kewenangan presiden dalam hal
memberi grasi dan rehabilitasi tidak penuh lagi karena harus memperhatikan pertimbangan MA, sedangkan hak
presiden memberi amnesti dan abolisi hendaklah memperhatikan pertimbangan
DPR. Demikian pula presiden harus
memperhatikan pertimbangan DPR dalam mengangkat duta/menerima duta. Presiden
meminta pertimbangan MA dalam memberi grasi dan rehabilitasi. Presiden meminta
pertimbangan DPR dalam memberi amnesti dan abolisi. Selain itu, kekuasaan presiden dibatasi
maksimum dua kali masa jabatan.
2. Perubahan kedua
Perubahan kedua terhadap
UUD 1945 dilakukan pada sidang tahunan MPR, tepatnya pada tanggal 18 Agustus
2000. Perubahan kedua ini lebih banyak dari pada perubahan pertama. Ada 26
pasal yang diubah dan ditambah, yaitu pasal 18, 18 A, 18 B, pasal 19, 20 ayat
5, 20 A, pasal 22 A, 22 B, pasal 25 E, pasal 26 ayat2 & 3, pasal 27 ayat 3,
pasal 28, 28 A, 28 B, 28 C, 28 D, 28 E, 28 F, 28 G, 28 H, 28 I, 28 J, pasal 30,
pasal 36 A, 36B, 36 C.
Secara garis besar perubahan itu mengenai pemerintahan daerah,
wilayah negara, DPR, warga negara dan
penduduk, hak azasi manusia, pertahanan dan keamanan negara dan lambang negara serta lagu kebangsaan.
Bab VI Pasal 18 tentang pemerintahan daerah menunjukkan adanya
peningkatan dan pemberdayaan pemerintahan daerah. Dibandingkan dengan pasal 18
yang belum diamandemen, maka tampak bahwa pasal 18 yang telah diamandemen
membuka peluang sebesar-besarnya bagi pemerintah daerah untuk mengelola potensi-potensi
daerah untuk kesejahteraan warga daerahnya, tanpa keluar dari kerangka negara
kesatuan R.I. Pengaturannya secara rinci diatur di dalam Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Walaupun perubahan pasal
18 ini menunjukkan adanya pemberian kewenangan yang besar kepada Pemerintah
Daerah, hal itu tidak berarti bahwa susunan
negara R.I berubah menjadi negara federal. Tidak ada negara dalam negara
di Indonesia.
Selain perubahan tentang pemerintahan daerah, hal lain yang
juga diputuskan di dalam amandemen kedua pada tahun 2000 adalah tentang Wilayah
Negara (pasal 25A). Di dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa negara R.I
merupakan negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang
batas-batas dan hak-haknya ditetapkan Undang-Undang.
Pasal lain yang mengalami banyak penambahan adalah pasal 28,
yaitu tentang Hak Azasi Manusia (HAM).
Pasal-pasal UUD 1945 yang belum diamandemen hanya sedikit sekali memuat
ketentuan tentang hak-hak azasi manusia (pasal 27 – pasal 34). Oleh karena hak
azasi manusia merupakan isu global yang harus diakomodasi oleh bangsa
Indonesia, maka amandemen kedua mencantumkan sepuluh pasal tambahan yaitu pasal
28 A sampai 28 J tentang hak-hak azasi manusia yang meliputi antara lain: hak
hidup dan mempertahankan hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan
melalui perkawinan sah, hak anak, hak sosial, hak budaya, hak ekonomi, hak
politik, hak perlindungan hukum, dsb.
Pasal 30 UUD 1945 yang telah diamandemen menunjukkan bahwa
sistem pertahanan keamanan yang dipakai adalah sishankamrata (sistem pertahanan
dan keamanan rakyat semesta). Di samping itu terdapat pemisahan peran dan
kewenangan antara TNI dan Polisi. TNI sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi dan memelihara
keutuhan dan kedaulatan negara, sedangkan Kepolisian Negara R.I sebagai alat
negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindung,
mengayomi, melayani masyarakat serta menegakkan hukum.
Hal-hal lain yang ditambahkan di dalam amandemen kedua ini
yaitu berkaitan dengan lambang negara (Garuda Pancasila) dan lagu kebangsaan
(Indonesia Raya).
3.
Perubahan ketiga
Perubahan ketiga ditetapkan oleh MPR pada tanggal 9 November
2001 adalah pasal 1 ayat 2 & 3, pasal 3 (ayat 1,3 & 4); pasal 6 ayat 1
dan 2, pasal 6A ayat 1,2,3 dan 5; pasal 7A, pasal 7B ayat 1,2,3,4,5,6, & 7,
pasal 7C, pasal 8 ayat1 & 2; pasal 11 ayat 2 dan 3, pasal 17 ayat 4, pasal
22C ayat 1,2,3 &4, pasal 22D ayat 1,2,3 & 4, pasal 22 E ayat 1,2,3,4,5
& 6, pasal 23 ayat 1,2,3, pasal 23A, pasal 23C, pasal 23 E ayat 1,2,3;
pasal 23F ayat 1 & 2, pasal 23G ayat 1 & 2, pasal 24 ayat1 & 2,
pasal 24A ayat 1,2,3,4 & 5; pasal 24B ayat 1,2,3 & 4, pasal 24C ayat
1,2,3,4,5 & 6.
Secara garis besar dapat dikemukakan bahwa perubahan yang
dilakukan mengenai hal-hal sebagai berikut:
Kedaulatan
ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD (pasal 1 ayat 2)
Negara
Indonesia
adalah negara hukum (pasal 1 ayat 3)
Tugas
MPR mengubah dan menetapkan UUD (pasal 2 ayat 1)
MPR melantik Presiden dan/atau Wakil
Presiden (pasal 3 ayat 2)
·
MPR memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam
masa jabatannya menurut UUD (pasal 3 ayat 3)
·
Syarat-syarat menjadi calon Presiden dan
Wakil Presiden (pasal 6 ayat 1)
·
Syarat-syarat pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden (pasal 6 A)
·
Pemberhentian presiden/wakil presiden oleh
MPR atas usul DPR (pasal 7 A)
·
Mahkamah Konstitusi bertugas memeriksa,
mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya atas pendapat DPR bahwa Presiden
dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum (pasal 7 B)
·
Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan DPR
(pasal 7 C)
·
Kekosongan jabatan Presiden (pasal 8)
·
Perjanjian internasional yang berakibat
luas dan membebani keuangan negara yang dilakukan Presiden harus mendapat
persetujuan DPR (pasal 11 ayat 2)
·
Pembentukan, pengubahan dan pembubaran kementerian negara
diatur dengan Undang-Undang (pasal 17 ayat 4)
·
Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih melalui Pemilu
tingkat provinsi dan anggota DPD tidak
lebih dari 1/3 jumlah anggota DPR (pasal 22 C ayat 2 & 3)
·
Hak DPD dalam mengajukan dan membahas rancangan
undang-undang otonomi daerah dan melakukan pengawasan pelaksanaan undang-undang
mengenai otonomi daerah (pasal 22 D)
·
Penyelenggaraan Pemilihan Umum (pasal 22 E)
·
APBN (pasal 23)
·
Pajak dan pungutan lain yang memaksa untuk keperluan
negara (pasal 23 A)
·
BPK memeriksa pengelolaan keuangan secara
bebas dan mandiri (pasal 23 E)
·
Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan
pertimbangan DPD (pasal 23 F)
·
Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh Mahkaman Agung dan Mahkamah Konstitusi (pasal 24)
·
Wewenang Mahkamah Agung dan pengusulan
calon hakim agung (pasal 24 A)
·
Kedudukan Komisi Yudisial (pasal 24 B)
·
Wewenang Mahkamah Konstitusi dan pengangkatan hakim
konstitusi (pasal 24 C).
d. Perubahan keempat
Perubahan keempat
dilakukan pada sidang tahunan MPR bulan Agustus 2002. Di antara pasal-pasal yang diamandemen di
dalam sidang MPR tahun 2002 meliputi hal-hal sebagai berikut:
·
Ketentuan tentang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
tahap selanjutnya, apabila tidak ada yang memenuhi syarat pada tahap pertama
(pasal 6A ayat 4)
·
Pelaksana Tugas Kepresidenan jika Presiden dan Wakil
Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melaksanakan tugas
secara bersamaan (pasal 8 ayat 3).
·
Pemberhentian anggota Dewan Perwakilan Daerah diatur
dalam undang-undang (pasal 22 D ayat 4)
·
Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan Undang-Undang
(pasal 23 B)
·
Warga negara berhak mendapat pendidikan
(pasal 31 ayat 1)
·
Pemerintah wajib membiayai pendidikan
dasar (pasal 31 ayat 2)
·
Pemerintah mengusahakan sistem pendidikan
nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (pasal 31 ayat 3)
·
Anggaran pendidikan minimal 20 % dari APBN dan APBD
(pasal 31 ayat 4)
·
Pemerintah memajikan iptek dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa
untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa (pasal 31 ayat 5)
·
Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia (pasal 32
ayat 1)
·
Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan
budaya nasional (pasal 32 ayat 2).
·
Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas
demokrasi ekonomi (pasal 33 ayat 5)
·
Pelaksanaan perekonomian nasional diatur dalam
undang-undang (pasal 33 ayat 5)
·
Fakir miskin dan anak yang telantar dipelihara oleh
negara (pasal 34 ayat 1)
·
Negara mengembangkan sistem jaminan sosial dan
memberdayakan masyarakat lemah (pasal 34 ayat 2)
·
Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
umum (pasal 34 ayat 3)
·
Ketentuan lebih lanjut diatur dalam undang-undang (pasal
34 ayat 4).
·
Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar minimal
diajukan 1/3 jumlah anggota MPR (pasal 37 ayat 1)
·
Usul perubahan pasal-pasal diajukan secara tertulis
(pasal 37 ayat 2)
·
Sidang perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar minimal
dihadiri 2/3 anggota MPR (pasal 37 ayat
3)
·
Putusan diambil minimal disetujui oleh lima puluh persen
diatambah satu dari seluruh anggota MPR (pasal 37 ayat 4)
·
Khusus tentang bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia
tidak dapat dilakukan perubahan (pasal 37 ayat 5).
·
Semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi
sepanjang untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar dan belum diadakan
yang baru (Aturan Peralihan, pasal II)
·
Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada
tanggal 17 Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan
oleh Mahkamah Agung (Aturan Peralihan, pasal III)
·
Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan
peninjauan terhadap materi dan status hukum Tap MPRS/MPR untuk diambil putusan
pada sidang MPR 2003 (Aturan Tambahan, pasal I)
·
Undang-Undang Dasar Negara R.I Tahun 1945 terdiri atas
Pembukaan dan pasal-pasal (Aturan Tambahan, pasal II).
Dengan
perubahan-perubahan yang dilakukan MPR tampaknya pasal-pasal UUD 1945 hampir
seluruhnya diubah. Walaupun demikian perubahan itu dalam rangka memperjelas,
melengkapi dan menyempurnakan konstitusi negara R. I.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar