A.
Arti Ekonomi dalam Islam
Ekonomi berasal dari
bahasa Yunani, Oikonomos, yang
berarti “pengaturan urusan-urusan rumah tangga”. Tetapi kemudian berkembang, menjadi
urusan negara, dalam hal ini negara kota
di Yunani. Kemudian kata Ekonomi diberi pengertian yang dikhususkan pada
persoalan yang berkenaan dengan kebendaan dan kekayaan saja.
Ilmu Ekonomi adalah ilmu
tentang bagaimana menciptakan atau mewujudkan kesejahteraan material, sehingga
ilmu ini berusaha untuk menemukan teori tentang bagaimana mencari keuntungan
yang sebesar-besarnya dengan usaha dan tenaga yang sehemat-hematnya, dan
bagaimana sistem penggunaannya (konsumsi) dan cara pembagiannya (distribusi)
kepada masyarakat.
Ekonomi dalam bahasa Arab
disebut Al-Iqtishad dan Ilmu Ekonomi
disebut ‘Ilm Al-Iqtishad, yang
berarti melakukan atau mengatur sesuatu sesuai dengan ketentuan dan
aturan-aturannya, tidak lebih dan tidak kurang.
Iqtishad merupakan kata tashrifnya (bentuk perubahannya)
dipergunakan dalam Al-Qur’an, al; dalam surat An-Nahl ayat 9 dipergunakan kata
Qashd al Sabil yang artinya jalan yang lurus, jalan tengah ; dalam surat Al
Luqman ayat 32 menggunakan kata Muqtashid yang artinya orang yang mengambil
jalan tengah ; dalam surat Al-Maidah ayat 66 menggunakan kata Ummah Muqtashidah
yang berarti umat yang lurus atau umat yang tidak kurang atau tidak lebih.
Perkataan serupa dapat juga dilihat dalam surat
At-taubah ayat 42, surat Al Luqman ayat 19, surat Al-Fathir ayat 32.
Prinsip mengambil jalan
tengah dan menghindari berlebih-lebihan dalam penggunaan harta, disebut dalam
Al-Qur’an, antara lain dalam :
1.
surat
Al Furqon ayat 67
67. Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka
tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di
tengah-tengah antara yang demikian.
2.
surat
Al Isra ayat 26
26. Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan
haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu
menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
3.
surat
Al Isra ayat 29
29. Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu
dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya[852] Karena itu kamu menjadi tercela
dan menyesal.
[852] Maksudnya: jangan kamu terlalu kikir, dan
jangan pula terlalu Pemurah.
4.
surat
Al An’am ayat 141
141. Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan
yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya,
zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya).
makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan
tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir
miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang yang berlebih-lebihan.
Kata Iqtishad :
a.
Memberi pengertian bahwa
ekonomi hendaknya ditegakkan di atas jalan tengah dgn memperhatikan keadilan
dan anti berlebih-lebihan dalam penggunaan kekayaan.
b.
Mengandung arti bahwa ciri
Ekonomi Islam adalah lurus, mencari keuntungan tanpa merugikan atau menindas
orang lain, mengutamakan keadilan dan keseimbangan antara individu dan
masyarakat atau antara golongan-golongan dalam masyarakat yang tingkat
ekonominya berbeda-beda.
Ekonomi Islam berisi
prinsip-prinsip mu’amalah yang diturunkan dari ajaran Islam. Jadi, peranan
intelektual Islam dalam merumuskan ilmu Ekonomi Islam dengan cara deduktif dari
Al Qur’an dan Hadist, bukan mengembangkan atau membangun teori baru berdasarkan
kenyataan-kenyataan yang terjadi di masyarakat.
Islam lebih menekankan
pada prinsip atau nilai-nilai dalam bekerja dan tidak membicarakan secara
terperinci jenis atau badan usaha yang diperbolehkan untuk memperoleh kekayaan.
Semua itu diserahkan kepada pemikiran dan ijtihad manusia karena ini termasuk
persoalan dunia, seperti sabda Nabi Muhammad saw, yang artinya : “engkau
mengetahui tentang masalah-masalah duniamu”.
Ajaran Islam berisi
aturan-aturan bagi umat manusia supaya mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat,
sesuai firman Allah swt dalam surat
Al-Qashash ayat 77 :
77. Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yg berbuat kerusakan.
Dalam makna yang mendukung
pengertian ayat di atas, sahabat Abdullah bin Umar berkata, yang artinya :
“bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau akan hidup selama-lamanya. Dan
bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati esok.”
Kedudukan ekonomi dalam
Islam penting, karena ekonomi merupakan faktor penting yang membawa kepada
kesejahteraan umat. Ismail al Faruqi berpendapat “kegiatan-kegiatan ekonomi
adalah pernyataan dari semangat ajaran Islam.” Karena ekonomi masyarakat dan
kemakmurannya adalah cita-cita yang ingin dicapai oleh umat Islam.
Ajaran Islam tidak melarang
manusia memenuhi kebutuhan hidupnya agar kehidupan di dunia ini dapat dinikmati
dengan sejahtera dan makmur. Hal ini tidak dilarang oleh agama, asalkan tidak
melanggar perbuatan yang telah ditetapkan oleh agama, seperti tercantum dalam surat Al ‘Araf ayat 32:
32. Katakanlah:
"Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang Telah
dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan)
rezki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi
orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di
hari kiamat[536]." Demikianlah kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi
orang-orang yang Mengetahui.
[536] Maksudnya: perhiasan-perhiasan dari Allah dan
makanan yang baik itu dapat dinikmati di dunia Ini oleh orang-orang yang
beriman dan orang-orang yang tidak beriman, sedang di akhirat nanti adalah
semata-mata untuk orang-orang yang beriman saja.
Jadi manusia dalam Islam
mendapatkan hak untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya asal tidak melanggar
peraturan-peraturan agama.
Mahmud Muhammad al Buhilli
menekankan adanya 5 prinsip. Prinsip Pertama, tidak melanggar ajaran agama (al-din). Prinsip Kedua, tidak
membahayakan jiwa (nafs). Prinsip
Ketiga, tidak bertentangan dgn pemahaman (penalaran/akal) yang benar (al-‘aql). Prinsip Keempat, tidak merusak
keturunan (al-nasb). Prinsip Kelima,
tidak merugikan kekayaan orang lain (al-mal).
Salah satu bentuk berusaha
dalam Islam yaitu menjual jasa. Dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 286 :
286. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia
mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya...
Jadi, prinsip pemberian
imbalan haruslah sesuai dengan jerih payah serta prestasi yang dilakukan oleh
pekerja/ manusia.
B.
Koperasi dan
Prinsip-prinsip Ekonomi Islam
Al Dinu Mu’amalah (agama
adalah mu’amalah) dapat dilihat dari dua bidang pengertian yang luas yaitu :
1.
Ekonomi : untuk memenuhi
kebutuhan hidup, berkaitan dengan materi disebut mu’amalah madiyah.
2.
Sosial : untuk pergaulan
hidup, berkaitan dengan kepentingan moral/etika, kemanusiaan, keadilan disebut mu’amalah al adabiyah.
Menggabungkan dua
pengertian ini, salah satu bentuk kegiatan ekonomi yang sesuai adalah koperasi. Karena koperasi sebagai pelaku
ekonomi memiliki semua nilai, yaitu nilai ekonomi dan nilai sosial atau nilai
material kebendaan dan nilai moral terpadu di dalamnya.
Koperasi, berdasarkan
definisi menurut ILO mempunyai beberapa
pengertian, yaitu :
- merupakan kerjasama beberapa orang dalam bidang ekonomi
- tujuan kerjasama adalah kesejahteraan hidup
- kerjasama itu diwujudkan dengan mendirikan koperasi yang dikendalikan secara demokratis dan dibangun dengan kontribusi modal secara adil dari para anggota
- anggota menanggung resiko dan menerima keuntungan secara adil dari kegiatan usaha koperasi
Sehingga, koperasi
mempunyai suatu ciri yang utama yaitu kerjasama diantara para anggotanya.
Berdasarkan beberapa
pengertian dan ciri utama tsb, falsafah atau etik yang mendasari gagasan suatu
koperasi adalah kerjasama, gotong-royong dan demokrasi ekonomi untuk mencapai
kesejahteraan umum.
Dilihat dari segi falsafah
atau etik yang mendasari gagasan suatu koperasi tsb, banyak yang mendukung
persamaan dan dapat diberi rujukan dari sisi ajaran Islam.
Persamaan falsafah atau
etik itu dapat ditemukan antara lain dalam :
1.
penekanan pentingnya
kerjasama dan tolong-menolong (ta’awun)
2.
persaudaraan (ukhuwah)
3.
pandangan hidup demokrasi
(musyawarah)
Al Qur’an menyuruh manusia
agar bekerjasama dan tolong-menolong, dengan penegasan bahwa kerjasama dan
tolong-menolong itu dalam kebaikan dan mencerminkan ketaqwaan kepada Allah swt.
Hal tsb seperti tercantum dalam surat
Al-Maidah ayat 2
2. ... dan tolong-menolonglah
kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya
Allah amat berat siksa-Nya.
Ajaran Islam juga
menekankan pentingnya musyawarah untuk mencapai kesatuan pendapat, sikap
ataupun keputusan dalam melaksanakan sesuatu.
Acuan moralnya adalah
bahwa manusia berkedudukan sama dihadapan Allah, yang membedakannya adalah dari
segi ketaqwaannya.
Musyawarah dalam Islam
dititikberatkan pd “kebenaran” materi yang disepakati, bukan pada pilihan suara
terbanyak. Oleh karena itu, musyawarah harus bertumpu pada argumentasi, bukan
pada kekuasaaan mayoritas.
Musyawarah akan mengambil
argumentasi yang paling kuat dengan kriteria yang paling sesuai dengan Al
Qur’an dan hadist. Jika argumentasi yang dipermasalahkan tidak ada dasarnya
dalam Al Qur’an dan hadist, maka dapat dilihat dengan ijtihad (hasil usaha akal
pikiran) yang mendekati Al Qur’an dan hadist dengan melihat kondisi geografi,
moral dan kultural. Sehingga dapat dihindari penggunaan suaru mayoritas yang
mungkin dapat saja berbeda atau bertentangan dengan Al Qur’an dan hadist.
Kewajiban dalam Islam
untuk musyawarah, dalam koperasi dijamin melalui RAT, sebagai forum musyawarah
tertinggi. RAT merupakan manifestasi dari kerjasama yang dilakukan secara
sukarela dan terbuka. Nilai sukarela ini merupakan prinsip dalam Islam, karena
dalam beragama sekalipun bukan merupakan paksaaan. Oleh karena itu, prinsip
keanggotaan koperasi secara sukarela dan terbuka sudah merupakan prinsip yang
Islami.
Kerjasama dan musyawarah
mencerminkan adanya persaudaraan (ukhuwah)
yang dicita-citakan sebagai ciri ideal umat Islam sesuai dengan firman Allah surat Al Hujurat ayat 10
:
10. Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu
damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah
terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.
Etika dalam Islam
mendominasi ekonomi, karena perilaku secara keseluruhan berdasarkan atas
norma-norma etis. Atas dasar keunggulan norma etika ini, wajarlah jika
kedudukan koperasi dalam pandangan Islam secara mendasar jika dilihat dari
hubungannya dalam bidang etika, menunjukkan kesesuaian antara nilai-nilai
ta’awun, musyawarah dan ukhuwah dengan
kerjasama, demokrasi, sukarela, terbuka dan kekeluargaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar