ABSTRAKS
Perataan laba
merupakan normalisasi laba yang dilakukan secara sengaja untuk mencapai trend
atau level laba tertentu motivasi yang
mendorong dilakukannya perataan laba adalah untuk memperbaiki hubungan dengan
kreditor, investor, dan karyawan, serta meratakan siklus bisnis melalui proses
psikologis.
Perataan laba yang
dilaporkan dapat didefinisikan sebagai usaha yang sengaja untuk meratakan dan
mengfluktuasikan tingkat laba sehinnga pada saat sekarang dipandang normal bagi
suatu perusahaan. Dalam hal ini, perataan laba menunjukkan suatu usaha
manajemen perusahaan untuk mengurangi variasi abnormal laba dalam batas-batas
yang diijinkan dalam praktik akuntansi dan prinsip manajemen yang wajar
(sound).
Pengakuan adalah
pencatatan jumlah rupiah secara resmi ke dalam sistem akuntansi sehingga jumlah tersebut terefleksi
dalam statemen keuangan. Definisi pendapatan harus dipisahkan dengan pengakuan pendapatan dan pengukuran pendapatan. Pendapatan hanya
dapat diakui kalau memenuhi kualitas keterukuran (measurability) dan
keterandalan (reliability). Pendapatan diakui pada saat penjualan, produksi
selesai, secara proposional dengan penyelesaian produksi, dan pada saat
penerimaan kas.
PENDAHULUAN
Makna income dalam konteks perpajakan dapat berbeda
atau bahkan berbeda dengan makna income dalam akuntansi atau pelaporan
keuangan. Dalam perpajakan income dimaknai sebagai jumlah kotor sehingga
diterjemahkan sebagai penghasilan sebagaimana digunakan dalam standar akuntansi
keuangan. Salam teori akuntansi istilah income pada umumnya dimaknai sebagai
jumlah bersih sehingga istilah laba lebih mengganbarkan apa yang dimaksud
income. Laba dalam teori akuntansi biasanya lebih menunjuk pada konsep yang
oleh FASB disebut dengan laba komprehensif.
Seharusnya pengakuan pendapatan didukung
oleh bukti-bukti objektif. Yang menjadi masalah dalam pengakuan pendapatan
adalah mencari satu dasar pengukuran yang objektif tentang kenaikan nilai dan
didukung adanya bukti-bukti yang cukup, sehingga muncul pertanyaan pada titik
mana selama proses terbentuknya pendapatan (earning process) tersebut dapat
dicatat sebagai pendapatan. Permasalahan tersebut mendasari kebiasaan di dalam
praktik atau standar akuntansi bahwa prosedur yang dianut untuk mencatat
pendapatan semestinya didasarkan pada konsep muncul tentang criteria-kriteria
yang dimaksudkan dapat mempermudah proses pengambilan keputusan dalam mencari
dasar yang paling wajar digunakan untuk pengakuan pendapatan. Dalam praktik
pengakuan pendapatan ditandai dengan pencatatan pendapatan dalam proses
akuntansi. Secara konvensional pencatatan tersebut ditandai dengan kegiatan
yang disebut dengan jurnal.
Sementara FASB (1985) mengemukakan dua
criteria pengakuan pendapatan sebagai berikut :
- pendapatan baru dapat diakui apabila jumlah moneter pendapatan telah terealisasi (realized) atau cukup pasti akan segera terealisasi (realizable)
- pendapatan baru dapat diakui apabila pendapatan tersebut sudah terhimpun (earned).
INCOME SMOOTHING
Salah satu fenomena menarik dalam
akuntansi yang berkaitan dengan laba adalah kejadian yang berkaitan dengan
perataan laba (income smoothing). Ada beberapa pendapat yang mencoba membahas
fenomena tersebut dan mencoba menguji secara empiris kebenaran peraktik income
smoothing yang dilakukan oleh manajer.
Perataan laba merupakan normalisasi laba
yang dilakukan secara sengaja untuk mencapai trend atau level laba tertentu
(Belkaoui, 1993). Definisi income smoothing lainnya adalah difinisi yang
dikemukakan oleh Beidelman (1973) sebagai berikut:
Perataan laba yang dilaporkan dapat
didefinisikan sebagai usaha yang sengaja untuk meratakan dan mengfluktuasikan
tingkat laba sehinnga pada saat sekarang dipandang normal bagi suatu
perusahaan. Dalam hal ini, perataan laba menunjukkan suatu usaha manajemen
perusahaan untuk mengurangi variasi abnormal laba dalam batas-batas yang
diijinkan dalam praktik akuntansi dan prinsip manajemen yang wajar (sound).
Ada
beberapa alasan yang digunakan untuk menjelaskan mengapa manajer melakukan
perataan laba. Heyworth (1953) menyatakan bahwa motivasi yang mendorong
dilakukannya perataan laba adalah untuk memperbaiki hubungan dengan kreditor,
investor, dan karyawan, serta meratakan siklus bisnis melalui proses
psikologis. Sementara itu, Gordon (1964) mengajukan proporsi berkaitan dengan
perataan laba sebagai berikut:
1. Kriteria yang digunakan manajemen
perusahaan dalam memilih metode akuntansi adalah untuk memaksimumkan kepuasan
atau kemakmuran.
2. kepuasan merupakan fungsi dari keamanan
pekerjaan, level dan tingkat pertumbuhan gaji serta level dan tingkat
pertumbuhan besaran (size) perusahaan.
3. kepuasan pemegang saham dan kenaikan
performan perusahaan dapat meningkatkan status dan reward bagi manajer.
4. kepuasan yang sama tergantung pada tingkat
pertumbuhan dan stabilitas laba perusahaan.
Atas dasar proposisi tersebut Gordon mengajukan
teori sebagai berikut:
“Jika empat proposisi diatas diterima atau
terbukti benar, maka manajemen dengan keterbatasan kekuasaan (power) yang
dimiliki, sesuai dengan aturan akuntansi, akan (1) meratakan laba yang
dilaporkan, dan (2) meratakan tingkat pertumbuhan laba. Dengan meratakan
tingkat pertumbuhan laba berarti: jika tingkat pertumbuhan laba tinggi, maka
manajemen akan mengadopsi praktik/metode akuntansi yang dapat mengurangi laba
dan sebaliknya.
Beidelman
(1973) menyatakan bahwa ada dua alasan yang digunakan manajemen untuk melakukan
income smoothing. Alsan pertama didasarkan pada asumsi bahwa pola laba periodik
yang stabil dapat mendukung tingkat diveden yang lebih tinggi dibandingkan
dengan pola laba periodik yang berfluktuasi. Dengan anggapan tersebut perataan
laba diharapkan memberikan pengaruh yang menguntungkan bagi nilai saham
perusahaan karena risiko perusahaan dapat dikurangi. Argumen kedua berkaitan
dengan upaya meratakan kemampuan untuk mengantisipasi pola fluktuasi laba
periodik dan kemungkinan mengurangi korelasi kembalian yang diharapkan dari
perusahaan (firm’s expected return) dengan kembalian portefolio pasar (return
on market portfolio).
Ada
berbagai dimensi atau media yang biasanya digunakan manajemen dalam melakukan
income smoothing menjadi dua yaitu real smoothing dan artificial smoothing,
dengan penjelasan sebagai berikut:
Real smoothing berkaitan dengan transaksi
aktual yag dilakukan atau tidak dilakukan berdasarkan pada pengaruh perataan
terhadap laba, sementara artificial smoothing berkaitan dengan prosedur
akuntansi yang diterapkan untuk mengubah cost atau pendapatan dari satu period
eke periode yang lain. (p. 253-254)
Artificial smoothing juga pernah
disinggung oleh Copeland (1968) dengan mendefinisikan sebagai berikut:
Income smoothing melibatkan pemilihan
selektif terhadap aturan-aturan pengukuran atau pelaporan akuntansi denagn
cara/pola tertentu, pengaruh pemilihan tersebut adalah untuk melaporkan pola
laba dengan variasi yang lebih kecil dari trend yang seharusnya terjadi (p.
101)
Meskipun secara konseptual income
smoothing dapat dibedakan menjadi dua jenis, Belkaoui (1993) mengajukan
argument bahwa income smoothing tidak dapat dibedakan menjadi dua jenis.
Belkaoui mengambil contoh sebagai berikut:
Biaya mungkin dilaporkan lebih rendah atau
lebih tinggi dari periode yang sebelumnya karena tindakan yang disengaja atas
level biaya yang dilaporkan (real smoothing) atau metode pelaporannya
(artificial smoothing).
Disamping
dimensi artificial dan real smoothing, ada dimensi lain dari perataan laba yang
sering disinggung dalam berbagai literature. Dimensi atau jenis ketiga dari
income smoothing adalah classificatory smoothing. Hal ini dapat dilihat dari
tulisan Barnes et.al (1976) yang membedakan tiga dimensi income smoothing,
yaitu:
1. Perataan melalui terjadinya peristiwa
dan/atau pengakuan peristiwa. Artinya, manajemen dapat menentukan waktu
terjadinya teransaksi aktual sehingga pengaruh transaksi tersebut terhadap laba
yang dilaporkan cenderung rata sepanjang waktu.
2. Perataan melalui alokasi sepanjang
periode. Atas dasar terjadinga dan diakuinya peristiwa tertentu, manajemen
memiliki mediapengendalian tertentu dalam penentuan laba pada periode yang
terpengaruh oleh kuantifikasi peristiwa tersebut.
3. Perataan melalui klasifikasi
(classficatiry smoothing). Jika angka-angka dalam laporan laba rugi selain laba
bersih merupakan objek dari perataan laba, maka manajemen dapat denagn mudah
mengklasifikasikan elemen-elemen dalam laporan laba rugi sehingga dapat
megurangi variasi laba setiap periodenya.
Pada dasarnya perataan laba poin (1)
diatas dapat dipandang sebagai real smoothing, sementara perataan pada poin (2)
menunjukkan artificial smoothing.
SAAT PENGAKUAN PENDAPATAN
- SAAT PENJUALAN
Bagi perusahaan
manufaktur dan perushaan dagang, saat penjualan merupakan saat yang paling umum
(Paton dan Littleton, 1940, dan Kam 1986) digunakan pendapatan. Dengan kalimat
lain dikatakan bahwa saat penjualan merupakan saat pengakuan pendapatan yang
utama. Hal ini disebabkan karena ke tiga criteria yang disebutkan di atas
terpenuhi, yaitu measurability, adanya suatu transaksi dan kelengkapan dari
proses earning. Dapat juga dikatakan bahwa pendapatan diakui pada saat
realisasi karena realisasi ditandai dengan telah terjadinya transaksi
pertukaran produk atau jasa out put perusahaan dengan kas atau klaim untuk
menerima kas. Jadi yang dimaksud saat realisasi dalam hal ini adalah saat
penjualan.
Namun
demikian kemudian muncul permasalahan dalam praktik kapan saat yang menandai
terjadinya penjualan, apakah secara yuridis, yang ditandai dengan peralihan hak
milik, ataukah tidak memperhatikan sisi yuridis formalitas dengan melihat
kegiatan apa yang paling substansial di dalam penjualan itu. Permasalahan ini
muncul karena kegiatan penjualan itu sendiri terdiri atas serangkaian kegiatan
mulai dari order diterima dan disepakati, barang diproduksi dan siap dikirim,
barang dikirim dan diserahkan ke ekspendisi, faktur disiapkan, bukti penerimaan
barang dari pembeli diterima, kas diterima dan ditagih. Berbagai kegiatan tersebut, pada umumnya
waktunya tidak bersamaan sehingga kegiatan apa yang digunakan sebagai saat utuk
mencatat, atau kapan pengakuan pendapatan itu dilakukan masih diperdebatkan.
Akan tetapi dalam banyak hal dalam mempertimbangkan “ substance over form” maka
perusahaan pada umumnya mengakui pendapatan pada saat pembuatan faktur yang
bersamaan dengan pengiriman barang sebagai saat yang paling tepat untuk
pencatatan penjualan. Tentu saja dalam hal hal khusus pengakuan pada saat penjualan mungkin di simpangi,
tidak berlaku umum untuk setiap kasus, dan masing masing perusahaan mempunyai
keputusan tersendiri.
Masalah
lain yang mungkin timbul dalam pengakuan pendapatan pada saat penjualan adalah
bila ada biaya yang timbul setelah penjualan dan bila ada barang yang
dikembalikan. Pencatatan yang umum dilakukan apabila biaya tersebut
diperkirakan akan terjadi adalah mendebit jumlah taksiran biaya dan jumlah yang
sama menkredit cadangan. After sales cost yang tercemin dalam biaya di atas
merupakan biaya yang nantinya disajikan dalam laporan laba rugi sebagai
pengurang lansgsung dan cadangan merupakan rekening kontra piutang dalam
neraca.
- PENDAPATAN DIAKUI PADA SAAT PRODUKSI SELESAI
Pengakuan
pendapatan di luar saat penjualan seperti pengakuan pendapatan secara
proposional dengan penyelesaian produksi atau yang lainnya, sebenarnya
pengecualian, sehingga untuk mempergunakan saat pengakuan pendapatan semacam
ini harus di dasari dengan alasan alasan yang rasional. Demikian juga pengakuan
pendapatan saat produksi selesai harus di dasari alas an yang rasional. Alasan
pengakuan pendapatan saat selesai produksi dimungkinkan bila memenuhi syarat
syarat berikut :
harga jual produk yang di hasilkan dapat
ditentukan secara tepat.
Tidak diperlukan kegiatan dan biaya
pemasaran yang berarti untuk menjual produk tersebut
Harga pokok produk yang bersangkutan sulit
ditentukan.
Satuan-satuan persediaan dapat saling
ditukar.
Kalau keempat
syarat tersebut dipenuhi maka tidak ada masalah untuk mengakui pendapatan pada
saat produk selesai diproduksi, sebab pemenuhan atas keempat syarat tersebut
pada dasarnya juga telah memenuhi ketiga criteria yang dikemukakan oleh Vernon
Kam. Jadi untuk produk yang nilai pasar dan tingkat kepastian terjualnya
terjamin berarti kelengkapan proses earning secara substansial sudah terpenuhi,
sehingga dapat mengakui pendapatan saat selesai produk. Dengan kata lain proses
setelah selesai produksi dianggap tidak lagi substansial dalam terbentuknya
pendapatan. Sebagai contoh perusahaan yang mungkin dapat menggunakan pengakuan
pendapatan pada saat selesai produksi adalah perusahaan logam mulia.
3.
PENDAPATAN DIAKUI SECARA PROPOSIONAL DENGAN
PENYELESAIAN PRODUKSI
Pengakuan
pendapatan semacam ini banyak digunakan pada perusahaan kontraktor yang
mengerjakan proyek-proyek yang umumnya memakan waktu lebih dari satu periode
akuntansi. Pengakuan pendapatan secara proporsional semacam ini terpaksa harus
dilakukan kalau perusahaan ingin mempertahankan pengukuran laba dengan takaran
periode. Dasar ‘effort and accoplishment’ relevan untuk menandingkan (matching)
pendapatan dan biaya secara periodik, tidak usah menunggu sampai proyek
selesai. Dengan dasar matching tersebut, walaupun secara keseluruhan pada akhir
periode akuntansi tertentu, proses penghimpunan belum cukup selesai tetapi
untuk periode akuntansi tersebut proses penghimpunan dianggap selesai dan
realisasi telah terjadi di akhir periode sehingga pendapatan bisa diakui.
Proses pengakuan pendapatan secara proporsional dengan proses produksi
mengharuskan adanya penaksiran prosentase penyelesaian proyek di akhir periode
akuntansi. Penaksiran tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan dua
pendekatan yaitu :
- Pendekatan berdasarkan prosentase biaya
Tahap penyelesaian ditentukn
dengan membandingkan biaya yang telah dibebankan dengan taksiran total biaya
untuk menyelesaikan proyek yang bersangkutan.
- Pendekatan berdasarkan penyelesaian fisik
Prosentase penyelesaian fisik
didasarkan pada penaksiran yang dilakukan oleh alihnya, sehingga bagian
akuntansi atau manajemen dapat meminta bantuan insinyur atau arsitek dalam
menaksir penyelesaian pekerjaan proyek.
Metode
prosentase penyelesaian proyek dianjurkan apabila taksiran mengenai tahap
penyelesaian kontrak dapat dilakukan secara baik. Bila taksiran tersebut kurang
dapat ditentukan atau meragukan maka digunakan cara lain yang lazim dikenal
sebagai ‘ metode kontrak selesai’.
Metode ini sesuai dengan konsep realisasi karena pendapatan baru diakui pada
saat kontrak telah selesai.Namun apabila proyeknya berjangka panjang metode ini
kurang pas dengan dasar ‘effort and eccomplishment’.
4.
PENDAPATAN DIAKUI SAAT PENERIMAAN KAS
Pengakuan
pendapatan pada saat penerimaan kas dapat dilakukan apabila dalam rantai
kegiatan sebelumnya dianggap bahwa realisasi pendapatan belum sampai pada
tahapan substansial. Misalnya saja masih terdapat ketidakpastian yang besar
mengenai kolektibilitas piutang yang timbul dari penjualan barang atau
jasa.Oleh karena adanya ketidakpastian yang besar tersebut maka biasanya
pengakuan pendapatan ditunda sampai saat diterimanya kas. Ketidakpastian
tersebut biasanya berhubungan dengan belum berpindahnya hak milik barang sampai
dilunasinya pembayaran, sehingga terdapat kemungkinan pembatalan transaksi
penjualan yang telah dilakukan. Cara tersebut dapat dijumpai dalam penjualan
secara cicilan (penjualan angsuran), namun penerapannya sejauh mungkin
dihindari, karena jarang sekali dijumpai situasi dimana tagihan atas penjualan
cicilan benar-benar tidak dapat dipastikan secara layak.
Penggunaan
dasar kas sebagai dasar untuk pengakuan pendapatan dalam penjualan angsuran
mempunyai alasan sebagai berikut :
- Sebagian atau seluruh piutang yang timbul dari penjualan angsuran tersebut bukan merupakan aktiva yang berdaya beli kini.
- Semakin panjang jangka waktu angsuran semakin besar kemungkinan tidak tertagihnya piutang tersebut.
- After sale costs terutama biaya penagihan dan pengumpulan piutang umumnya berjumlah besar.
Pengakuan
pendapatan pada saat diterimanya kas umumnya juga diterapkan oleh perusahaan
yang bergerak dibidang jasa, karena pada perusahaan jasa tersebut saat
penyerahan jasa umumnya bersamaan atau hampir bersamaan dengan penerimaan
pembayaran jasa tersebut. Pada perusahaan jasa semacam ini penyerahan jasa
dianggap sebagai penjulaan. Tetapi untuk perusahaan jasa yang tidak mempunyai
karakteristik semacam itu, pemilihan saat pengakuan pendapatan tentunya disesuaikan dengan kondisi dan
pertimbangan-pertimbangan yang rasional. Bisa saja pendapatan diakui secara
proporsional misalnya apabila pelaksanaan pekerjaan jasa terdiri dari
pengerjaan lebih dari satu macam tindakan maka pendapatan diakui secara
proporsional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar