Sabtu, 10 Desember 2011

Income Smoothing

Share it Please

ABSTRAKS

Perataan laba merupakan normalisasi laba yang dilakukan secara sengaja untuk mencapai trend atau level laba tertentu  motivasi yang mendorong dilakukannya perataan laba adalah untuk memperbaiki hubungan dengan kreditor, investor, dan karyawan, serta meratakan siklus bisnis melalui proses psikologis.
Perataan laba yang dilaporkan dapat didefinisikan sebagai usaha yang sengaja untuk meratakan dan mengfluktuasikan tingkat laba sehinnga pada saat sekarang dipandang normal bagi suatu perusahaan. Dalam hal ini, perataan laba menunjukkan suatu usaha manajemen perusahaan untuk mengurangi variasi abnormal laba dalam batas-batas yang diijinkan dalam praktik akuntansi dan prinsip manajemen yang wajar (sound).
Pengakuan adalah pencatatan jumlah rupiah secara resmi ke dalam sistem  akuntansi sehingga  jumlah tersebut  terefleksi  dalam statemen keuangan. Definisi pendapatan  harus dipisahkan  dengan pengakuan pendapatan  dan pengukuran pendapatan. Pendapatan hanya dapat diakui kalau memenuhi kualitas keterukuran (measurability) dan keterandalan (reliability). Pendapatan diakui pada saat penjualan, produksi selesai, secara proposional dengan penyelesaian produksi, dan pada saat penerimaan kas.

PENDAHULUAN
Makna income dalam konteks perpajakan dapat berbeda atau bahkan berbeda dengan makna income dalam akuntansi atau pelaporan keuangan. Dalam perpajakan income dimaknai sebagai jumlah kotor sehingga diterjemahkan sebagai penghasilan sebagaimana digunakan dalam standar akuntansi keuangan. Salam teori akuntansi istilah income pada umumnya dimaknai sebagai jumlah bersih sehingga istilah laba lebih mengganbarkan apa yang dimaksud income. Laba dalam teori akuntansi biasanya lebih menunjuk pada konsep yang oleh FASB disebut dengan laba komprehensif.

Seharusnya pengakuan pendapatan didukung oleh bukti-bukti objektif. Yang menjadi masalah dalam pengakuan pendapatan adalah mencari satu dasar pengukuran yang objektif tentang kenaikan nilai dan didukung adanya bukti-bukti yang cukup, sehingga muncul pertanyaan pada titik mana selama proses terbentuknya pendapatan (earning process) tersebut dapat dicatat sebagai pendapatan. Permasalahan tersebut mendasari kebiasaan di dalam praktik atau standar akuntansi bahwa prosedur yang dianut untuk mencatat pendapatan semestinya didasarkan pada konsep muncul tentang criteria-kriteria yang dimaksudkan dapat mempermudah proses pengambilan keputusan dalam mencari dasar yang paling wajar digunakan untuk pengakuan pendapatan. Dalam praktik pengakuan pendapatan ditandai dengan pencatatan pendapatan dalam proses akuntansi. Secara konvensional pencatatan tersebut ditandai dengan kegiatan yang disebut dengan jurnal.
Sementara FASB (1985) mengemukakan dua criteria pengakuan pendapatan sebagai berikut :
  •  pendapatan baru dapat diakui apabila jumlah moneter pendapatan telah terealisasi (realized) atau cukup pasti akan segera terealisasi (realizable) 
  • pendapatan baru dapat diakui apabila pendapatan tersebut sudah terhimpun (earned).

INCOME SMOOTHING

Salah satu fenomena menarik dalam akuntansi yang berkaitan dengan laba adalah kejadian yang berkaitan dengan perataan laba (income smoothing). Ada beberapa pendapat yang mencoba membahas fenomena tersebut dan mencoba menguji secara empiris kebenaran peraktik income smoothing yang dilakukan oleh manajer.

            Perataan laba merupakan normalisasi laba yang dilakukan secara sengaja untuk mencapai trend atau level laba tertentu (Belkaoui, 1993). Definisi income smoothing lainnya adalah difinisi yang dikemukakan oleh Beidelman (1973) sebagai berikut:

Perataan laba yang dilaporkan dapat didefinisikan sebagai usaha yang sengaja untuk meratakan dan mengfluktuasikan tingkat laba sehinnga pada saat sekarang dipandang normal bagi suatu perusahaan. Dalam hal ini, perataan laba menunjukkan suatu usaha manajemen perusahaan untuk mengurangi variasi abnormal laba dalam batas-batas yang diijinkan dalam praktik akuntansi dan prinsip manajemen yang wajar (sound).

            Ada beberapa alasan yang digunakan untuk menjelaskan mengapa manajer melakukan perataan laba. Heyworth (1953) menyatakan bahwa motivasi yang mendorong dilakukannya perataan laba adalah untuk memperbaiki hubungan dengan kreditor, investor, dan karyawan, serta meratakan siklus bisnis melalui proses psikologis. Sementara itu, Gordon (1964) mengajukan proporsi berkaitan dengan perataan laba sebagai berikut:
1.      Kriteria yang digunakan manajemen perusahaan dalam memilih metode akuntansi adalah untuk memaksimumkan kepuasan atau kemakmuran.
2.      kepuasan merupakan fungsi dari keamanan pekerjaan, level dan tingkat pertumbuhan gaji serta level dan tingkat pertumbuhan besaran (size) perusahaan.
3.      kepuasan pemegang saham dan kenaikan performan perusahaan dapat meningkatkan status dan reward bagi manajer.
4.      kepuasan yang sama tergantung pada tingkat pertumbuhan dan stabilitas laba perusahaan.
Atas dasar proposisi tersebut Gordon mengajukan teori sebagai berikut:
“Jika empat proposisi diatas diterima atau terbukti benar, maka manajemen dengan keterbatasan kekuasaan (power) yang dimiliki, sesuai dengan aturan akuntansi, akan (1) meratakan laba yang dilaporkan, dan (2) meratakan tingkat pertumbuhan laba. Dengan meratakan tingkat pertumbuhan laba berarti: jika tingkat pertumbuhan laba tinggi, maka manajemen akan mengadopsi praktik/metode akuntansi yang dapat mengurangi laba dan sebaliknya.

            Beidelman (1973) menyatakan bahwa ada dua alasan yang digunakan manajemen untuk melakukan income smoothing. Alsan pertama didasarkan pada asumsi bahwa pola laba periodik yang stabil dapat mendukung tingkat diveden yang lebih tinggi dibandingkan dengan pola laba periodik yang berfluktuasi. Dengan anggapan tersebut perataan laba diharapkan memberikan pengaruh yang menguntungkan bagi nilai saham perusahaan karena risiko perusahaan dapat dikurangi. Argumen kedua berkaitan dengan upaya meratakan kemampuan untuk mengantisipasi pola fluktuasi laba periodik dan kemungkinan mengurangi korelasi kembalian yang diharapkan dari perusahaan (firm’s expected return) dengan kembalian portefolio pasar (return on market portfolio).

            Ada berbagai dimensi atau media yang biasanya digunakan manajemen dalam melakukan income smoothing menjadi dua yaitu real smoothing dan artificial smoothing, dengan penjelasan sebagai berikut:
Real smoothing berkaitan dengan transaksi aktual yag dilakukan atau tidak dilakukan berdasarkan pada pengaruh perataan terhadap laba, sementara artificial smoothing berkaitan dengan prosedur akuntansi yang diterapkan untuk mengubah cost atau pendapatan dari satu period eke periode yang lain. (p. 253-254)

Artificial smoothing juga pernah disinggung oleh Copeland (1968) dengan mendefinisikan sebagai berikut:
Income smoothing melibatkan pemilihan selektif terhadap aturan-aturan pengukuran atau pelaporan akuntansi denagn cara/pola tertentu, pengaruh pemilihan tersebut adalah untuk melaporkan pola laba dengan variasi yang lebih kecil dari trend yang seharusnya terjadi (p. 101)

Meskipun secara konseptual income smoothing dapat dibedakan menjadi dua jenis, Belkaoui (1993) mengajukan argument bahwa income smoothing tidak dapat dibedakan menjadi dua jenis. Belkaoui mengambil contoh sebagai berikut:
Biaya mungkin dilaporkan lebih rendah atau lebih tinggi dari periode yang sebelumnya karena tindakan yang disengaja atas level biaya yang dilaporkan (real smoothing) atau metode pelaporannya (artificial smoothing).

            Disamping dimensi artificial dan real smoothing, ada dimensi lain dari perataan laba yang sering disinggung dalam berbagai literature. Dimensi atau jenis ketiga dari income smoothing adalah classificatory smoothing. Hal ini dapat dilihat dari tulisan Barnes et.al (1976) yang membedakan tiga dimensi income smoothing, yaitu:
1.      Perataan melalui terjadinya peristiwa dan/atau pengakuan peristiwa. Artinya, manajemen dapat menentukan waktu terjadinya teransaksi aktual sehingga pengaruh transaksi tersebut terhadap laba yang dilaporkan cenderung rata sepanjang waktu.
2.      Perataan melalui alokasi sepanjang periode. Atas dasar terjadinga dan diakuinya peristiwa tertentu, manajemen memiliki mediapengendalian tertentu dalam penentuan laba pada periode yang terpengaruh oleh kuantifikasi peristiwa tersebut.
3.      Perataan melalui klasifikasi (classficatiry smoothing). Jika angka-angka dalam laporan laba rugi selain laba bersih merupakan objek dari perataan laba, maka manajemen dapat denagn mudah mengklasifikasikan elemen-elemen dalam laporan laba rugi sehingga dapat megurangi variasi laba setiap periodenya.

Pada dasarnya perataan laba poin (1) diatas dapat dipandang sebagai real smoothing, sementara perataan pada poin (2) menunjukkan artificial smoothing. 




SAAT PENGAKUAN PENDAPATAN

  1. SAAT PENJUALAN

Bagi perusahaan manufaktur dan perushaan dagang, saat penjualan merupakan saat yang paling umum (Paton dan Littleton, 1940, dan Kam 1986) digunakan pendapatan. Dengan kalimat lain dikatakan bahwa saat penjualan merupakan saat pengakuan pendapatan yang utama. Hal ini disebabkan karena ke tiga criteria yang disebutkan di atas terpenuhi, yaitu measurability, adanya suatu transaksi dan kelengkapan dari proses earning. Dapat juga dikatakan bahwa pendapatan diakui pada saat realisasi karena realisasi ditandai dengan telah terjadinya transaksi pertukaran produk atau jasa out put perusahaan dengan kas atau klaim untuk menerima kas. Jadi yang dimaksud saat realisasi dalam hal ini adalah saat penjualan.

            Namun demikian kemudian muncul permasalahan dalam praktik kapan saat yang menandai terjadinya penjualan, apakah secara yuridis, yang ditandai dengan peralihan hak milik, ataukah tidak memperhatikan sisi yuridis formalitas dengan melihat kegiatan apa yang paling substansial di dalam penjualan itu. Permasalahan ini muncul karena kegiatan penjualan itu sendiri terdiri atas serangkaian kegiatan mulai dari order diterima dan disepakati, barang diproduksi dan siap dikirim, barang dikirim dan diserahkan ke ekspendisi, faktur disiapkan, bukti penerimaan barang dari pembeli diterima, kas diterima dan ditagih.  Berbagai kegiatan tersebut, pada umumnya waktunya tidak bersamaan sehingga kegiatan apa yang digunakan sebagai saat utuk mencatat, atau kapan pengakuan pendapatan itu dilakukan masih diperdebatkan. Akan tetapi dalam banyak hal dalam mempertimbangkan “ substance over form” maka perusahaan pada umumnya mengakui pendapatan pada saat pembuatan faktur yang bersamaan dengan pengiriman barang sebagai saat yang paling tepat untuk pencatatan penjualan. Tentu saja dalam hal hal khusus pengakuan  pada saat penjualan mungkin di simpangi, tidak berlaku umum untuk setiap kasus, dan masing masing perusahaan mempunyai keputusan tersendiri.
            Masalah lain yang mungkin timbul dalam pengakuan pendapatan pada saat penjualan adalah bila ada biaya yang timbul setelah penjualan dan bila ada barang yang dikembalikan. Pencatatan yang umum dilakukan apabila biaya tersebut diperkirakan akan terjadi adalah mendebit jumlah taksiran biaya dan jumlah yang sama menkredit cadangan. After sales cost yang tercemin dalam biaya di atas merupakan biaya yang nantinya disajikan dalam laporan laba rugi sebagai pengurang lansgsung dan cadangan merupakan rekening kontra piutang dalam neraca.

  1. PENDAPATAN DIAKUI PADA SAAT PRODUKSI SELESAI

Pengakuan pendapatan di luar saat penjualan seperti pengakuan pendapatan secara proposional dengan penyelesaian produksi atau yang lainnya, sebenarnya pengecualian, sehingga untuk mempergunakan saat pengakuan pendapatan semacam ini harus di dasari dengan alasan alasan yang rasional. Demikian juga pengakuan pendapatan saat produksi selesai harus di dasari alas an yang rasional. Alasan pengakuan pendapatan saat selesai produksi dimungkinkan bila memenuhi syarat syarat berikut :
*   harga jual produk yang di hasilkan dapat ditentukan secara tepat.
*   Tidak diperlukan kegiatan dan biaya pemasaran yang berarti untuk menjual produk tersebut
*   Harga pokok produk yang bersangkutan sulit ditentukan.
*   Satuan-satuan persediaan dapat saling ditukar.

Kalau keempat syarat tersebut dipenuhi maka tidak ada masalah untuk mengakui pendapatan pada saat produk selesai diproduksi, sebab pemenuhan atas keempat syarat tersebut pada dasarnya juga telah memenuhi ketiga criteria yang dikemukakan oleh Vernon Kam. Jadi untuk produk yang nilai pasar dan tingkat kepastian terjualnya terjamin berarti kelengkapan proses earning secara substansial sudah terpenuhi, sehingga dapat mengakui pendapatan saat selesai produk. Dengan kata lain proses setelah selesai produksi dianggap tidak lagi substansial dalam terbentuknya pendapatan. Sebagai contoh perusahaan yang mungkin dapat menggunakan pengakuan pendapatan pada saat selesai produksi adalah perusahaan logam mulia.

3.                  PENDAPATAN DIAKUI SECARA PROPOSIONAL DENGAN PENYELESAIAN PRODUKSI

Pengakuan pendapatan semacam ini banyak digunakan pada perusahaan kontraktor yang mengerjakan proyek-proyek yang umumnya memakan waktu lebih dari satu periode akuntansi. Pengakuan pendapatan secara proporsional semacam ini terpaksa harus dilakukan kalau perusahaan ingin mempertahankan pengukuran laba dengan takaran periode. Dasar ‘effort and accoplishment’ relevan untuk menandingkan (matching) pendapatan dan biaya secara periodik, tidak usah menunggu sampai proyek selesai. Dengan dasar matching tersebut, walaupun secara keseluruhan pada akhir periode akuntansi tertentu, proses penghimpunan belum cukup selesai tetapi untuk periode akuntansi tersebut proses penghimpunan dianggap selesai dan realisasi telah terjadi di akhir periode sehingga pendapatan bisa diakui. Proses pengakuan pendapatan secara proporsional dengan proses produksi mengharuskan adanya penaksiran prosentase penyelesaian proyek di akhir periode akuntansi. Penaksiran tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan yaitu :
    1. Pendekatan berdasarkan prosentase biaya
Tahap penyelesaian ditentukn dengan membandingkan biaya yang telah dibebankan dengan taksiran total biaya untuk menyelesaikan proyek yang bersangkutan.
    1. Pendekatan berdasarkan penyelesaian fisik
Prosentase penyelesaian fisik didasarkan pada penaksiran yang dilakukan oleh alihnya, sehingga bagian akuntansi atau manajemen dapat meminta bantuan insinyur atau arsitek dalam menaksir penyelesaian pekerjaan proyek.
Metode prosentase penyelesaian proyek dianjurkan apabila taksiran mengenai tahap penyelesaian kontrak dapat dilakukan secara baik. Bila taksiran tersebut kurang dapat ditentukan atau meragukan maka digunakan cara lain yang lazim dikenal sebagai    ‘ metode kontrak selesai’. Metode ini sesuai dengan konsep realisasi karena pendapatan baru diakui pada saat kontrak telah selesai.Namun apabila proyeknya berjangka panjang metode ini kurang pas dengan dasar ‘effort and eccomplishment’.

4.      PENDAPATAN DIAKUI SAAT PENERIMAAN KAS

Pengakuan pendapatan pada saat penerimaan kas dapat dilakukan apabila dalam rantai kegiatan sebelumnya dianggap bahwa realisasi pendapatan belum sampai pada tahapan substansial. Misalnya saja masih terdapat ketidakpastian yang besar mengenai kolektibilitas piutang yang timbul dari penjualan barang atau jasa.Oleh karena adanya ketidakpastian yang besar tersebut maka biasanya pengakuan pendapatan ditunda sampai saat diterimanya kas. Ketidakpastian tersebut biasanya berhubungan dengan belum berpindahnya hak milik barang sampai dilunasinya pembayaran, sehingga terdapat kemungkinan pembatalan transaksi penjualan yang telah dilakukan. Cara tersebut dapat dijumpai dalam penjualan secara cicilan (penjualan angsuran), namun penerapannya sejauh mungkin dihindari, karena jarang sekali dijumpai situasi dimana tagihan atas penjualan cicilan benar-benar tidak dapat dipastikan secara layak.
Penggunaan dasar kas sebagai dasar untuk pengakuan pendapatan dalam penjualan angsuran mempunyai alasan sebagai berikut :
    1. Sebagian atau seluruh piutang yang timbul dari penjualan angsuran tersebut bukan merupakan aktiva yang berdaya beli kini.
    2. Semakin panjang jangka waktu angsuran semakin besar kemungkinan tidak tertagihnya piutang tersebut.
    3. After sale costs terutama biaya penagihan dan pengumpulan piutang umumnya berjumlah besar.
Pengakuan pendapatan pada saat diterimanya kas umumnya juga diterapkan oleh perusahaan yang bergerak dibidang jasa, karena pada perusahaan jasa tersebut saat penyerahan jasa umumnya bersamaan atau hampir bersamaan dengan penerimaan pembayaran jasa tersebut. Pada perusahaan jasa semacam ini penyerahan jasa dianggap sebagai penjulaan. Tetapi untuk perusahaan jasa yang tidak mempunyai karakteristik semacam itu, pemilihan saat pengakuan pendapatan  tentunya disesuaikan dengan kondisi dan pertimbangan-pertimbangan yang rasional. Bisa saja pendapatan diakui secara proporsional misalnya apabila pelaksanaan pekerjaan jasa terdiri dari pengerjaan lebih dari satu macam tindakan maka pendapatan diakui secara proporsional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Followers

Calendar