Jumat, 04 Mei 2012

BAB 1 & 2 - PENDAHULUAN / PENDESAINAN STUDI KASUS TUNGGAL DAN MULTIKASUS

Share it Please

BAB 1
PENDAHULUAN
Studi kasus adalah salah satu metode penelitian  ilmu-ilmu sosial. Selain itu, ada beberapa metode yang lain seperti eksperimen, survey, historis, dan analisis informasi dokumenter. Secara umum, studi kasus merupakan startegi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan how atau why, bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki, dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di dalam konteks kehidupan nyata.
A.      Studi kasus sebagai strategi penelitian
Sebagai suatu strategi penelitian,studi kasus telah digunakan diberbagai lapangan seperti:
  • Penelitian kebijakan, ilmu politik, dan administrasi umum;
  • Psikologi masyarakat dan sosiologi
  • Studi-studi organisasi dan manajemen;
  • Penelitian perencanaan tata kota dan regional, seperti studi-studi program ,lingkungan, atau agen-agen umum, serta ;
  • Pengerjaan berbagai disertasi atau tesis dalam ilmu-ilmu sosial.
Sebagai suatu upaya penelitian, studi kasus dapat memberi nilai tambah pada pengetahuan kita secara unik tentang fenomena individual, organisasi, sosial dan politik. Pada semua situasi, kebutuhan akan studi kasus melampaui keinginan untuk memahami fenomena social yang kompleks. Singkatnya studi kasus memungkinkan peneliti untuk mempertahankan karakteristik holistik dan bermakna dari peristiwa-peristiwa kehidupan nyata.


B.      Studi kasus dan strategi-strategi penelitian lainya
Pandangan yang lebih cocok diantara strategi-strategi yang berbeda ini adalah pluralistik. Setiap strategi dapat digunakan sekaligus untuk 3 tujuan.  –eksploratoris, deskriptif, atau eksplanatoris. Sehingga ada studi–studi kasus eksploratoris, studi-studi kasus deskriptif, dan studi-studi kasus eksplanatoris secara tersendiri.
Yang membedakan strategi-strategi tersebut tentu bukan aspek hierarkinya, melainkan 3 kondisi dibawah ini :
1.       Penggunaan masing-masing strategi
Ada 3 kondisi yang perlu diperhatikan dalam hal ini yaitu : a) tipe pertanyaan penelitian yang diajukan, b) luas control yang dimiliki peneliti atas peristiwa perilaku yang akan diteliti, c) fokusnya terhadap peristiwa kontemporer sebagai kebalikan dari peristiwa historis.
Jika pertanyaan-pertanyaan penelitian berfokus pada pertanyaan “apakah”, maka akan muncul salh stu dari dua kemungkinan berikut. Pertama, beberapa tipe pertanyaan “apa” merupakan pertanyaan eksploratoris. Tipe kedua, dari pertanyaan “apa” pada dasarnya merupakan bentuk inkuiri “berapa banyak”.
Sebagaimana tipe pertanyaan kedua “apakah”, pertanyaan-pertanyaan “siapakah”, dan “dimanakah” tampaknya lebih sesuai untuk strategi survey atau analisis rekaman-rekaman arsip, seperti dalam penelitian ekonomi.
Sebaliknya, pertanyaan-pertanyaan “bagaimana” dan “mengapa” pada dasarnya lebih eksplanatoris dan lebih mengarah ke penggunaan strategi-strstegi studi kasus , hostoris, dan eksperimen.  
Kesimpulannya, kondisi pertama dan terpenting untuk membedakan berbagai strategi penelitian ialah identifikasi tipe pertanyaan penelitian yang diajukan sejak awal. Pada umumnya, pertanyaan “apa” bisa eksploratoris dan bisa lainya. Pertanyaan “bagaimana dan “mengapa” tampaknya lebih cocok untuk studi kasus, eksperimen ataupun historis.
Menentukan tipe pertanyaan penelitian merupakan tahap yang paling penting dalam setiap penelitian, sehingga untuk tugas ini dituntut adanya kesabaran dan persediaan waktu yang cukup. Kuncinya adalah memahami bahwa pertanyaan-pertanyan penelitian selalu memiliki substansi, misalnya mengenai apakah sebenarnya penelitian saya ini?  dan bentuk  misalnya apakah saya sedang mempertanyakan “siapakah”, “apakah”, “dimanakah”, “mengapakah” atau “bagaimanakah”.
Dengan mengasumsikan bahwa pertanyaan-pertanyaan “bagaimna”dan “mengapa” harus menjadi fokus penelitian, perbedaan lebih lanjut antara strategi historis, studi kasus dan eksperimen adalah kekuasaan kontrol dan akses yang dimiliki peneliti terhadap peristiwa-peristiwa perilaku yang akan diteliti. Metode historis merupakan strategi yang lebih dikehendaki bialamana kontrol dan akses sunguh-sungguh tidak ada.
Studi kasus lebih dikehendaki untuk melacak peristiwa-peristiwa kontemporer, bial peristiwa yang bersangkutan tidak dapat dimanupulasi. Karena itu studi kasus mendasarkan diri pada teknik-teknik yang sama dengan kelaziman yang ada pada strategi historis, tetapi dengan menambahkan dua sumber bukti yang biasanya tidak termasuk dalam pilihan sejarawan. Terakhir eksperimen dapat dilakukan bilamana peneliti dapat memanipulasi perilaku secra lansung, persis, dan  sistematis.
Ringkasan
Kita dapat mengenalai beberapa situasi yang diaman semua strategi penelitian mungkin relevan dan situasi-situasi lain, diamana dua strategi bisa dipandang sama-sama menarik. Dalam studi kasus, kelebihan tampak bialamana:
Pertanyaan “bagaimana” atau “mengapa” akan diarrahkan ke serangkaian  peristiwa kontemporer, dimana penelitinya hanya memiliki peluang sama sekali untuk melaksanakan kontol terhadap peristiwa tersebut.
Untuk menentukan pertanyaan yang saling signifikan suatu topik, dan memperoleh ketepatan dlaam memformulasikan pertanyaan tersebut, diperlukan banyak persiapan.
2.  Prasangka tradisional terhadap studi kasus
Meskipun studi kasus merupakan  suatu bentuk inkuiri empiris yang berbeda, banyak peneliti telah meremehkan strategi tersebut. Dengan kata lain,  sebagai penyelenggara suatu penelitian studi kasus tunggal dan multikasus telah dipandang sebagai bentuk inkuiri yang kurang diinginkan. Kerisauan umum kedua tentang studi kasus adalah bahwa studi kasus terlalu sedikit memeberikan landasan bagi generalisasi ilmiah. Namu, perhatiak lebih dahulu bahwa pertnyaan yang sama teah dipertnyakan dalam eksperimen. Nyatanya, fakta-fkat ailmiah jarang sekali didasarkan pada eksperimen tunggal, yang sering ialah pada multi eksperimen yang telah mereplika fenomena yang sama, dibawah kondisis yang berbeda.
Keluhan ketiga yang sering muncul mengenai studi kasus adalah penyelenggaraannya memekana waktu yang sangat lama serta menhasilkan dokumen-dokumen  yang berlimpah ruah, senhinga melelahkan untuk dibaca. Sudi kasus memang tidak membutuhkan waktu yang teralu lama, kesan ini telah mengaburkan strategi sudi kasus sebetulnya dengan mengumpulkan metode pengumpulan data sepesifik. Meskipun dalam kenyataannya bahwa penyelenggaraan studi kasus yang baik pada dasarnya teteap merupakan sesuatu hal yang sulit, ini disebabkan kita hanya mempunyai peluang terlalu kecil untuk bisa memeriksa dan menguji kemampuan peneliti untuk melaksanakan studi kasus yang baik. Yang jelas, keterampilan dalam menyelenggarkan studi kasus yang baik hingga kini belum memperoleh kejelasan dan sebagai konsekuensinya:
Sebagian besar orang merasa mampu memahami, menyiapkan, dan melaksanakan studi kasus. Karena tak satupun pandangan yang betul-betul telah disepakati, studi kasus menerima banyak pujian yang tidak selayaknya diperoleh. (Hoaglin dkk, 1982: 134)
3. Studi kasus berbeda jenis, tettapi berdefinisi sama
Pembahsan telah dilakukan tanpa menggunakan definisi resmi dari studi kasus itu sendiri. Selain itu, ada beberapa pertanyaan tentang studi kasus yang selama ini masih belum terjawab. Definisi studi kasus sebagai suatu strategi penelitian, dimana yang paling sering dijumpai tentang studi kasus semata-mata mengulangi jenis-jenis topik yang aplikatif.
Sejalan dengan topik-topki lain juga ditemukan, mencakup organisasi, proses, program, lingkungan, instuisis, dan bahkan peristiwa. Sebagai alternatifnya, kebanyakan buku-buku teks ilmu sosial  telah gagal memandang studi kasus sebagai suatu strategi resmi dari penelitian. Tak satupun pendekatan yang dikemukakan menjelaskan ciri yang sesungguhnyadari strategi studi kasus terutama ciri-ciri yang dapat membedakan dari strategi yang lain. Karena itu, definisi yang lebih teknis perlu diberikan sebagai berikut:
Studi kasus adalah siatu inkuiri empiris yang:
·      Menyelidiki fenomena didalam konteks kehidupan nyata, bilamana:
·      Batas-batas antara fenomena dan konteks tajk tampak dengan tegas;dan dimana;
·      Multi sumber bukti diamnfaatkan
Variasi dalam studi kasus sebagai strategi penelitian. Bedasarkan definisi studi kasus diatas beebrapa pertanyaan sebelumnya bisa dijawab. Ya, penelitian studi kasus mencakup studi-studi kasus tunggal dan multikasus. Meskipun demikian beberapa bidang seperti ilmu politik telah mencoba untuk melukiskan dengan tepat dua pendekatan ini.
Ya, upaya jurnalistik tertentu dapat disejajarkan dengan studi kasus. Sebetulnya, salah satu laporan studi kasus yang paling baik dan menarik adalah mengenai skandal  suatu wartawan.  Studi kasus dapt mencakup, dan bahkan bisa dibatasi pada, bukti kuantitatif. Di dalam kenyataan, perbedaan antara bukti kiuantitatif dan kualitatif tidaklah membedakan jenis strategi penelitian. Sebagai catatan, yang berkaitan sangat penting studi kasus hendaknya tak dikaburkan dengan pnegertian yang berkembang dari “penelitian kualitatif”.
Namun demikian, penelitian tak selalu mebutuhkan studi kasus, da tidak pula studi kasus selalu terbatas pada dua kondisi ini. studi kasus tak selalu harus mencakup observasi langsug dan rinci sebagai sumber buktinya.




 
BAB 2
PENDESAINAN STUDI KASUS TUNGGAL DAN MULTIKASUS
Desain penelitian adalah logika keterkaitan antara data yang harus dikumpulkan dan pertanyaan awal suatu penelitian. Setiap penelitian empiris sekurang-kurangnya memiliki desain penelitian yang implisit, jikalau tidak bisa eksplisit.
Untuk studi kasus ada empat tipe utama desain yang relevan dengan mengikuti matriks 2x2.
Penelitian studi kasus memaksimalkan empat aspek kualitas desainnya, yaitu:  1) validitas konstruk, 2) validitas internal, 3) validitas eksternal, 4) reliabilitas.
A.      PENDEKATAN UMUM DESAIN STUDI KASUS
Pengembangan desain penelitian merupakan bagian yang sulit dalam studi kasus. Tidak seperti pada strategi-strategi penelitian yang lain, “katalog” yang diperlukan untuk pendesainan penelitian studi kasus belum sepenuhnya dikembangkan.
Suatu kekeliruan yang harus dihindari adalah memandang desain studi kasus sebagai bagian atau variasi dari desain-desain penelitian pada strategi lain, seperti eksperimen. Dalam kurun waktu yang cukup lama, para ilmuan telah melakukan kekekliruan dalam berpikir bahwa studi kasus hanyalah satu tipe desain eksperimen semu (one-shot, post-test only design).
Dengan kata lain, sementara desain one-shot, post-test only sebagai desain eksperimen semu tetap dipandang keliru, studi kasus sekarang telah dipandang sebagai suatu yang berbeda.
1.       Definisi desain penelitian
Pada tingkat yang paling sederhana, desain merupakan kaitan logis antara data empiris dengan pertanyaan awal penelitian dan, terutama, konsklusi-konsklusinya. Dalam bahasa sehari-hari, desain eksperimen adalah suatu rencana tindakan untuk berangkat dari sini ke sana, dimana “di sini” bisa diartikan sebagai rangkaian pertanyaan awal yang harus dijawab, dan “di sana” merupakan serangkaian konsklusi (jawaban) tentang pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Cara berpikir lainnya tentang desain penelitian adalah sebagai blue print (induk) suatu penelitian, berkenaan dengan sekurang-kurangnya empat problem, yaitu pertanyaan apa yang harus diajukan, bagaimana data relevan, data apa yang harus dikumpulkan, dan bagaimana analisis hasilnya.
Tujuan pokok adalah membantu peneliti menghindari data yang tak mengarah ke pertanyaan-pertanyaan awal peneliti. Desain penelitian berkenaan dengan problem atas dasar logika dan bukan problem atas dasar logistik.
2.       Komponen-komponen desain penelitian
Untuk studi kasus ada lima komponen desain penelitian yang sangat penting, yaitu:
1)      Pertanyaan-pertanyaan penelitian
2)      Proposisinya, jika ada
3)      Unit-unit analisisnya
4)      Logika yang mengaitkan data dengan proposisi tersebut
5)      Kriteria untuk menginterpretasi temuan.
Pertanyaan penelitian. Menyarankan agar bentuk pertanyaan tersebut berkenaan dengan “siapa”, “apa”, bagaimana”, dan “mengapa”, memberi rambu-rambu penting terhadap strategi penelitian yang akan digunakan .
Proposisi penelitian. Sebagai komponen kedua, proposisi mengarahkan perhatian peneliti kepada suatu yang harus diselidiki dalam ruang lingkup studinya.
Unit analisis. Komponen yang ketiga ini secara fundamental berkaitan dengan masalah penentuan yang dimaksud dengan “kasus” dalam penelitian yang bersangkutan , suatu problema yang telah mengganggu banyak peneliti di awal studi kasusnya.  Terkadang kasus didefinisikan dengan suatu cara tertentu, walaupun fenomena yang akan dikaji menurut definisi yang berbeda. Yang paling sering terjadi ialah peneliti mengaburkan studi kasus lingkungan dengan studi kasus kelompok kecil. Satu hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan kasus dan unit analisis, yaitu berkenaan denga peranan kepustakaan penelitian yang tersedia. Sebagian besar peneliti ingin membandingkan temuan-temuan mereka dengan penelitian terdahulu, dan atas alasan ini, definisi-definisi kuncinya hendaklah tidak menampilkan keanehan.
Pengaitan data terhadap proposisi dan kriteria penginterpretasian temuannya. Komponen keempat dan kelima merupakan komponen yang paling kurang berkembang dalam studi kasus. Komponen-komponen ini mengetengahkan tahap-tahap analisis data dalam penelitian studi kasus, dan desain penelitian perlu meletakkan dasar-dasar bagi analisis ini.
3.       Kriteria penetapan kualitas desain penelitian
Dalam hal ini dapat digunakan empat uji yang relevan.
·         Validitas Konstruk : merupakan ukuran operasional yang benar untuk konsep-konsep yang akan diteliti.
·         Validitas Internal (hanya untuk penelitian eksplanatoris dan klausal,dan tidak untuk penelitian deskriptif dan eksploratoris) : menetapkan hubungan klausal, dimana kondisi-kondisi tertentu diperlihatkan guna mengarahkan kondisi –kondisi lain, sebagaimana dibedakan dari gubungan semu.
·         Validitas Eksternal : menetapkan ranah dimana temuan suatu penelitian dapat divisualisasikan ; dan
·         Reliabilitas : menunjukkan bahwa pelaksanaan suatu penelitian, seperti prosedur pengumpulan data  dapat diinterpretasikan dengan hasil yang sama.

B.      DESAIN-DESAIN STUDI KASUS
Karakteristik umum desain penelitian berperan sebagai latar untuk memikirkan desain yang spesifik bagi studi kasus. Empat tipe desain dibahas disini, berakar matriks 2x2. Matriks tersebut didasarkan atas asumsi bahwa studi kasus tunggal dan multikasus mencerminkan pertimbangan desain yang berbeda dan bahwa didalam kedua tipe tersebut juga ada kesatuan atau kemultian unit analisis. Karenanya, untuk strategi studi kasus, keempat tipe desain adalah (1) desain kasus tunggal holistik, (2) desain kasus tunggal terjalin (embedded), (3) desain multikasus holistic, dan (4) desain multikasus terjalin.
1.       Seperti Apakah Desain Kasus Tunggal yang Potensial?
Kasus-kaus tunggal merupakan desain umum bagi penyelenggaraan studi kasus, dan ada dua tipe yang telah dijelaskan: kasus-kasus yang menggunakan unit analisis holistic dan kasus-kasus yang menggunakan unit analisis terjalin. Secara keseluruhan, desain studi kasus bisa dibenarkan dalam kondisi-kondisi tertentu – (a) kasus tersebut mengetengahkan suatu uji penting tentang teori yang ada, (b) merupakan peristiwa yang langka atau unik, atau (c) berkaitan dengan tujuan penyingkapan.
Tahap penting dalam pendesainan dan penyelenggaraan kasus tunggal adalah menentukan unit analisis (atau kasus itu sendiri). Definisi yang operasional dibutuhkan, dan beberapa tindakan pencegahan harus diambil – sebelum kesepakatan penuh terhadap keseluruhan studi kasus tersebut dicapai – guna meyakinkan bahwa kasus tersebut memang relevan dengan isu dan pertanyaan-pertanyaan fokus penelitiannya.
Dalam kasus tunggal mungkin masih ada beberapa keterkaitan dengan sub-sub unit analisisnya, agar desain yang lebih kompleks atau terpancang – bisa berkembang. Sub unit tersebut seringkali dapat menambah peluang-peluang signifikansi bagi analisis yang lebih luas, yang mengembangkan bagian-bagian kasus tunggal yang bersangkutan. Namun demikian, jika perhatian terlalu banyak diberikan kepada sub-sub unit ini, dan jika aspek holistic yang lebih besar mulai diabaikan, maka studi kasus tersebut akan mengalami pembelokan arah dan perubahan sifatnya. Perubahan ini mungkin dalam kenyataannya bisa dibenarkan, tetapi tak harus menjadi kejutan bagi peneliti yang bersangkutan.
2.       Seperti Apakah Desain Multikasus yang Potensial?
Desain multikasus memiliki keuntungan dan kerugian tersendiri dibandingkan dengan desain kasus tunggal. Bukti dari multikasus dipandang lebih merangsang, dan keseluruhan penelitiannya karena dipandang lebih kuat. Di lain pihak, rasional untuk desain kasus tunggal biasanya tak dapat dipenuhi oleh multikasus. Kasus langka, kasus penting, dan kasus penyingkapan tampak semuanya hanya dimasukkan sebagai kasus-kasus tunggal. Lebih dari itu penyelenggaraan studi multikasus dapat menuntut banyak sumber dan waktu.
Karenanya, keputusan untuk menyelenggarakan studi multi kasus tak dapat dilakukan secara ketat. Setiap kasus hendaknya mengarah tujuan yang spesifik dalam ruang lingkup keseluruhan inkuiri yang bersangkutan. Bagian utamanya adalah memandang multikasus sebagai multi eksperimen, yaitu harus mengikuti logika “replika”. Hal ini jauh berbeda dari analogi yang keliru dimasa lalu, yang secara salah memandang multikasus sebagai sebuah eksperimen, yaitu kasus yang mengikuti logika “sampling”.
Logika yang menggaris bawahi penggunaan studi multikasus adalah sama. Setiap kasus harus dipilih secara hati-hati agar kasusnya: (a) memprediksi hasil yang serupa (replica literal) atau (b) membuahkan hasil yang berlatar belakang beda tetapi untuk alasan-alasan tertentu seperti yang diprediksi (replica teoritis). Langkah penting dalam semua prosedur replica ini adalah pengembangan kerangka kerja teoritis yang kaya. Kerangka kerja tersebut perlu menyatakan kondisi-kondisi dibawah fenomena tertentu yang harus ditemukan (replica literal) dan kondisi-kondisi tertentu di mana temuan dimaksud tidak ada (replica teoritis). Kerangka kerja teoritis akhirnya menjadi jembatan untuk penggeneralisasian kea rah kasus baru, sekali lagi serupa dengan peranan yang dimainkan dalam desain lintas eksperimen. Lebih dari itu, sepertinya halnya dengan ilmu eksperimen, modifikasi harus dilakukan terhadap teori yang bersangkutan.
Aplikasi apapun dari logika sampling terhadap studi kasus ini akan merupakan tindakan yang salah tempat. Pertama, studi kasus umumnya tidak boleh digunakan untuk menilai terjadinya fenomena. Kedua, studi kasus harus mencakup baik fenomena fokus maupun konteksnya, yang memuat banyak variabel yang secara potensial cukup relevan. Sebaliknya, hal ini menuntut jumlah kasus yang demikian besar yang tak mungkin terjangkau, terlalu besar untuk mengizinkan pertimbangan statistic apapun bagi variabelnya. Ketiga , jika logika samling harus diaplikasikan ke semua tipe penelitian, banyak topic penting yang tak dapat diselidiki secara empiris.
Ringkasan
Tipe desain ini lebih mahal dan lebih memakan waktu untuk dilaksanakan.
Penggunaan desain-desain multikasus hendaknya mengikuti logika replika, buka logika sampling, dan mengharuskan peneliti untuk memilih kasusnya secara hati-hati. Kasus-kasus tersebut hendaknya berperan seperti pada eksperimen ganda, memiliki hasil yang sama (replika literal) atau hasil yang bertentangan (replika teoritis) dengan memprediksikan secara eksplisit pada awal penelitiannya.
Desain replika tak harus berarti bahwa masing-masing studi kasus harus menjadi holistic ataukah terjalin. Dalam desain studi multi kasus, keduanya bisa sama-sama menjadi alternatif. Bilamana desain terpancang digunakan, masing-masing studi kasus bisa mencakup pengumpulan dan analisis data kuantitatif, termasuk penggunaan survey dalam masing-masing kasusnya.
3.       Bagaimana Desain-desain Studi Kasus Bisa Tetap Fleksibel?
Hal penting terakhir yang perlu diingat ialah bahwa desain studi kasus bukanlah sesuatu yang selesai pada tahap pendahuluan penelitian saja. Desain tersebut dapat diubah dan diperbaiki setelah melewati tahap permulaan suatu penelitian, dengan alasan kondisi-kondisi yang sulit.
Secara khusus, studi-studi kasus perintis mungkin menampilkan kekurangan-kekurangan pada desain awalnya. Pada peristiwa desain kasus tunggal, apa yang diperkirakan sebagai kasus penyingkapan ataupun unik mungkin tak tampil sebagaimana mestinya. Pada peristiwa desain multikasus, pemilih kasus mungkin harus memodifikasi karena adanya informasi-imformasi baru mengenai kasusnya. Dengan kata lain, setelah pengumpulan dan analisis data permulaan, penyidik berkesimpulan bahwa desain awalnya keliru dan harus dimodifikasi. Ini merupakan hal yang dikehendaki dari penelitian-penelitian perintis.
Pada saat yang sama, penyidik harus berhati-hati agar tidak mengubah arah teori atau tujuannya. Jika hal ini yang berubah, dan bukan kasusnya itu sendiri, maka peneliti bisa dituduh menggunakan unsur bias didalam melakukan penelitian dan penginterpretasian hasilnya. Fleksibilitas desain studi kasus harus terjadi dalam pemilihan kasus yang berbeda dari yang diidentifikasikan sebelumnya, dan bukan perubahan tujuan umum atau khusu guna penyelesaian terhadap kasus yang telah ditemukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Followers

Calendar