Pelaporan studi kasus bisa menggunakan
bentuk tertulis ataupun lisan. Langkah-langkah yang perlu diikuti dalam proses
penyusunannyaialah mengidentifikasi sasaran laporan, mengembangkan susunan
karangan, dan mengikuti prosedur tertentu.
Tahap pelaporan merupakan salah satu
tahap yang sebenarnya paling sulit dalam penyelenggaraan studi kasus. Saran
terbaik untuk itu ialah menyusun porsi-porsi studi kasus yang bersangkutan
terlebih dahulu, dan membuat rancangan beberapa rangkaian laporan, ketimbang
menunggu sampai akhir proses analisis data. Enam alternatif bentuknya, yaitu:
analitis-linear, komparatif, kronologis, pembangunan teori, ketegangan, dan tak
berurutan.
A. AUDIENS
STUDI KASUS
1.
Lingkup Calon Audiens
Studi kasus mempunyai serangkaian kemungkinan audiens yang lebih
berbeda ketimbang yang dimiliki tipe-tipe penelitian yang lain. Audiens-audiens
ini meliputi: (a) kolega-kolega di lapangan yang sama, (b) para pembuat
kebijakan, praktisi, pemimpin masyarakat, dan profesional lainnya yang tidak
berspesialisasi dalam metodologi studi kasus, (c) kelompok-kelompok khusus
seperti panitia disertai atau tesis mahasiswa, dan (d) para penyandang dana
penelitian.
Studi kasus mempunyai audiens yang lebih banyak ketimbang
tipe-tipe penelitian yang lain, dan tugas esensial dalam pendesainan
keseluruhan studi kasus adalah mengidentifikasi audiens-audiens spesifik untuk
laporan tersebut. Masing-masing audiens mempunyai kebutuhan yang berbeda, dan
tak ada satu pun laporan yang dapat melayani semua audiens sekaligus.
Untuk para kolega, hubungan antara studi kasus, temuan-temuannya,
dan teori atau penelitian terdahulu tampaknya menjadi hal yang paling penting.
Jika suatu studi kasus berhasil dalam memikul hubungan-hubungan ini, studi
kasus tersebut barangkali akan secara luas terbaca dalam jangka panjang.
Bagi para nonspesialis, unsur-unsur deskriptif dalam memotret
beberapa situasi kehidupan nyata tersebut, demikian pula implikasinya untuk
tindakan, tampaknya akan menjadi lebih penting.
Bagi suatu peneliti tesis, penguasaan isu-isu metodologis dan
teoritis suatu topik studi kasus, suatu indikasi kepedulian dengan mana
penelitian diselenggarakan, dan bukti bahwa mahasiswa yang bersangkutan telah
berhasil menegosiasikan semua tahap proses penelitiannya adalah sangat penting
sekali.
Bagi para penyandang dana, ketepatan temuan-temian studi kasus,
apakah mengarah ke terminologi-terminologi akademis ataupun praktis, barangkali
sama pentingnya dengan ketnagguhan penyelenggaraan penelitiannya. Dikarenakan
perbedaan diantara para audiens ini, komunikasi yang berhasil dengan lebih dari
satu audiens merupakan kebutuhan terhadapa lebih dari satu versi laporan studi
kasus.
2.
Komunikasi Melalui Studi Kasus
Suatu perbedaan lain antara studi kasus dan tipe-tipe penlitian
lainnya adalah bahwa laporan studi kasus bisa menjadi perangkat yang
signifikan. Studi- studi kasus dapat mengkomunikasikan informasi berdasarkan
penelitian tentang suatu fenomena kepada berbagai pihak nonspesialis.
3.
Mengorientasikan Laporan Studi Kasus pada
Kebutuhan Audiens
Secara keseluruhan, kesukaan yang diduga dari audiens yang potensial
hendaknya mengarahkan bentuk suatu laporan studi kasus. Walaupun prosedur dan
metodologi penelitian yang bersangkutan seharusnya mengikuti pedoman lainnya.
Seperti, laporan itu harus mencerminkan tekanan, rincian, bentuk kekurangan,
dan bahkan kepanjangan yang cocok dengan kebutuhan audiens yang potensial.
Kesalahan terbesar yang dapat dilakukan seorang peneliti ialah mengarang suatu
laporan dari suatu perspektif egosentrik. Ini terjadi jika suatu laporan
diselesaikan tanpa mengidentifikasi audiens khusus atau pemahaman terhadap
kebutuhan spesifik dari audiens. Saran untuk menghindari hal itu yaitu
mengidentifikasi audiens sebagaimana tercatat sebelum ini. Saran selanjutnya,
memeriksa laporan-laporan studi kasus terdahulu yang telah berhasil berkomunikasi
dengan audiens.
B. JENIS-JENIS
LAPORAN STUDI KASUS
1.
Laporan Tertulis sebagai Kebalikan Tak
Tertulis
Laporan studi kasus tidak harus menggunak bentuk tertulis saja
sebagai suatu penyajian lisan atau bahkan serangkaian gambar atau rekaman.
Namun, hasil-hasil tertulis menawarkan keuntungan yang penting. Informasi yang
tepat dapat dimuat dan dikomunikasikan di dalamnya ketimbang melalui
bentuk-bentuk lisan ataupun gambar. Produk tertulis juga mempunyai keuntungan
pada segi keakraban, baik bagi penulis maupun pembacanya. Walaupun demikian,
bentuk-bentuk penyajian yang inovatif handaknya tetap dicari.
2.
Jenis-jenis Laporan Tertulis
Di antara bentuk studi-studi kasus tertulis, paling sedikit ada
empat jenis yang penting. Pertama, adalah studi kasus tunggal klasik. Narasi
tunggal digunakan untuk mendeskripsikan dan menganalisis kasus yang
bersangkutan. Selain itu, informasi naratif bisa ditambah dengan tabel, bisa
dengan sajian grafik ataupun gambar.
Yang kedua, adalah versi multikasus dari kasus tunggal klasik. Laporan
multikasus ini berisi multi narasi, biasanya disajikan sebagai bab atau bagian
yang terpisah, mengenai masing-masing kasus secara tunggal. Dan juga berisi bab
atau bagian yang mencakup analisis dan hasil lintas kasus.
Ketiga, meliputi baik studi multikasus ataupun kasus tunggal
tetapi tidak berisi narasi yang tradisional. Namun begitu, tulisan untuk
masing-masing kasus mengikuti serangkaian pertanyaan dan jawaban, berdasarkan
atas pertanyaan dan jawaban yang ada
pada data studi kasus yang bersangkutan. Untuk tujuan-tujuan pelaporan, isi
dari data dasar tersebut diperpendek dan diedit untuk penyesuaiannya kembali,
dengan produk akhirnya yang masing-masing mengasumsikan format, secara analog,
pengujian yang komprehensif.
Jenis keempat hanya menunjuk ke studi-studi multi kasus. Dalam hal
ini, mungkin tidak ada bab atau bagian tersendiri yang diperuntukkan bagi
kasus-kasus individual tersebut. Malahan, keseluruhan laporan yang bersangkutan
bisa terdiri atas analisis lintaskasus, apakah sepenuhnya deskriptif ataukah
juga mencakup topik-topik eksplanatoris.
C. STRUKTUR
LAPORAN STUDI KASUS
Enam
struktur yang diharapkan akan bisa mengurangi persoalan-persoalan karangan yang
dihadapi para peneliti, di antaranya sebagai berikut:
1.
Struktur Analitis Linier
Struktur ini adalah pendekatan standar untuk mengarang laporan
penelitian. Urutan sub-subtopinya mencakup isu atau persoalan yang akan
diteliti, metode yang digunakan, temuan dari data yang dikumpulkan dan
dianalisis, dan konklusi-konklusi serta implikasi-implikasi dari temuan
tersebut.
2.
Struktur Komparatif
Struktur komparatif mengulangi studi kasus yang sama dua kali atau
lebih, yang membandingkan alterrnatif desktiptif atau eksplanasi kasus yang
sama.
3.
Struktur Kronologis
Karena studi-studi kasus umumnya meliputi peristiwa-peristiwa di
waktu lembur, jenis pendekatan yang ketiga ini merupakan bukti studi kasus
tersebut dalam urutan kronologis.
4.
Struktur Pengembangan Teori
Di dalam pengembangan ini, urutan bab-bab atau bagian-bagian akan
mengikuti logika pengembangan teori. Logika tersebut akan tergantung kepada
topik dan teori yang spesifik, tetapi masing-masing bab atau bagian harus
menyelesaikan bagian baru dari argumentasi teoritis yang akan dibuat.
Pendekatan tersebut relevan baik dengan studi kasus eksplanatoris maupun
eksploratoris, yang keduanya bisa berkenaan dengan pengembangan teori.
5.
Struktur Ketegangan
Struktur ini berlawanan arah dengan pendekatan analitis. Jawaban
atau hasil langsung suatu studi kasus adalah. Secara paradoks, disajikan di
dalam bab atau bagian pendahuluan. Jenis pendekatan ini terutama relevan untuk
studi-studi kasus eksplanatoris, karena studi kasus deskriptif tidak mempunyai
hasil khusus yang penting.
6.
Struktur Tak Berurutan
Struktur tak berurutan adalah suatu struktur yang urutan bagian
atau babnya mengasumsikan tidak adanya kepentingan khusus. Struktur ini
seringkali memadai untuk kasus-kasus deskriptif. Jika struktur tak berurutan
digunakan, peneliti yang bersangkutan betul-betul perlu memperhatikan satu per
satu persoalannya, yaitu suatu uji kelengkapannya.
D. PROSEDUR-PROSEDUR
PENGERJAAN LAPORAN STUDI KASUS
Tiga
prosedur penting patut mendapat perhatian lebih lanjut. Yang pertama berkaitan
dengan taktik umum untuk memulai suatu laporan, yang kedua mencakup persoalan
apakah membiarkan kasus tersebut untuk mengidentifikasi persoalan yang tak
berurutan, dan yang ketiga mendeskripsikan suatu prosedur tinjauan ulang guna
meningkatkan validitas konstruk suatu studi kasus.
1.
Kapan dan Bagaimana Memulai Penulisan
Prosedur yang pertama adalah memulai penulisan di awal proses
analisis. Semenjak permulaan suatu penelitian, bagian-bagian tertentu
laporannya akan selalu bisa dituliskan walaupun masih dalam bentuk naskah, dan
penulisan draft ini hendaknya dilakukan
bahkan sebelum pengumpulan dan analisis data dilakukan.
Bagian metodologi juga bisa di konsep pada tahap ini karena
prosedur utama untuk pengumpulan dan analisis data seharusnya manjadi bagian
dari desain studi kasus.
2.
Identifikasi Kasus Nyata atau Tersamar?
Pilihan yang paling disukai adalah menyingkap identitas baik kasus
maupun individualnya. Penyingkapan membuahkan dua hasil yang membantu. Pertama,
pembaca mampu mengingat kembali informasi lain sebelumnya yang mungkin telah
dipelajari tentang kasus yang sama dari penelitian terdahulu atau sumber-sumber
lain. Kedua, keseluruhan kasus dapat ditinjau kembali secara lebih siap, agar
catatan-catatan kaki dan sitat-sitatnya dapat diperiksa, bila perlu, dan
kritik-kritik yang cocok dapat dikemukakan tentang kasus yang dipublikasikan
tersebut.
Ada beberapa keadaan dimana tanpa nama menjadi perlu. Alasan umum
ialah bahwa ketika studi kasus tersebut berada pada suatu topik yang
kontraversial, tanpa nama bisa melindungi kasus yang sesungguhnya dan
partisipan yang sebenarnya. Alasan selanjutnya ialah bahwa penerbitan laporan
akhir dari kasus yang bersangkutan bisa mempengaruhi perilaku-perilaku
berikutnya dari perilaku yang diselidiki.
Upaya kompromi, yang pertama, peneliti harus menentukan apakah
tanpa nama dari individu itu sendiri sudah mencukupi sehingga studi kasus itu
bisa lebih dikenal secara tepat. Yang kedua menghindari sudut pandang atau
komentar tertentu yang tertuju ke perorangan, yang sekali lagi memungkinkan
kasus tersebut untuk diidentifikasi secara tepat. Untuk studi-studi multikasus,
kompromi yang ketiga menghindari penulisan laporan kausal tunggal dan hanya
menulis analisis lintas kasus.
Jika kompromi tersebut tak mungkin digunakan, maka peneliti bisa
membuat keseluruhan studi kasus tersebut dan para informannya tak bernama. Akan
tetapi, keadaan tanpa nama tak harus dipandang sebagai hasil yang dikehendaki.
3.
Tinjauan Ulang Naskah Studi Kasus: Suatu
Prosedur Validasi
Peninjauan kembali naskah laporan, tidak hanya oleh kolega tetapi
juga oleh partisipan dan informan khusus yang bersangkutan. Para informan dan
partisipan mungkin masih tak sependapat dengan konklusi dan interpretasi
peneliti, tetapi para peninjau ulang ini hendaknya jangan tak sependapat dengan
fakta-fakta actual daripada kasus tersebut. Seringkali peluang untuk meninjau
ulang naskah menghasilkan bukti lanjutan, yang mungkin informan bisa mengingat
bahan baru yang telah mereka lupakan selama periode pengumpulan data awal.
Dari sudut metodologi, perbaikan-perbaikan yang dibuat melalui
prosedur ini akan mengembangkan ketepatan studi kasus tersebut, disamping
meningkatkan validitas konstruk penelitian yang bersangkutan.
Tinjauan ulang terhadap naskah studi kasus oleh para informan akan
dengan jelas memperpanjang waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan laporan
studi kasus.
E. YANG
MEMBUAT STUDI KASUS DAPAT DITELADANI
Dalam
semua penelitian studi kasus, salah satu tugas yang paling menantang adalah
menentukan suatu studi kasus yang patut diteladani. Lima karakteristik umum
dari suatu studi kasus yang patut diteladani dideskripsikan berikut ini:
1.
Studi Kasus Harus Signifikan
Kadang Studi kasus tunggal dipilih karena kasusnya menyenangkan,
ini dipandang sebagai suatu temuan dan member peluang pengerjaan studi kasus
yang bisa diteladani. Alternatifnya, kasus penting mungkin dipilih karena
keinginan untuk membandingkan dua proposisi tandingan. Jika proposisi tersebut
berada pada inti teori yang telah cukup diketahui studi kasus tersebut akan
menjadi signifikan. Akhirnya, adanya suatu situasi dimana perkembangan temuan
ataupun teorinya diperoleh dalam studi kasus yang sama, seperti dalam studi
multikasus yang masing-masing kasus individualnya memunculkan temuan tetapi
replika lintas kasusnya juga memberikan pemecahan teoritis yang signifikan.
2.
Studi Kasus Harus Lengkap
Untuk studi kasus, kelengkapan dapat dikarakteristikan pada
sedikitnya tiga cara. Pertama, kasus yang lengkap adalah kasus di mana
batas-batas kasusnya (yaitu perbedaan antara fenomena yang akan diteliti dan
konteksnya) diberi perhatian eksplisit.
Cara kedua, mencakup pengumpulan bukti. Studi kasus yang lengkap
harus menunjukkan secara meyakinkan bahwa peneliti mempertaruhkan upaya yang
melelahkan dalam pengumpulan bukti yang relevan.
Cara yang ketiga, mempermasalahkan ketiadaan kondisi buatan
terrtentu. Studi kasus tidak akan lengkap jika studi kasus tersebut berakhir
hanya karena sumber-sumbernya jenuh, peneliti kehabisan waktu, atau karena
menemui kendala nonpenelitian lainnya. Bilamana kendala waktu atau sumber
diketahui pada awal penelitian, peneliti yang bertanggungjawab harus mendesain
studi kasus yang bisa diselesaikan dalam kendala-kendalasemacam itu, bukan
mencapai serta melampaui keterbatasan dirinya.
3.
Studi Kasus Harus Mempertimbangkan Perspektif
Alternatif
Untuk studi-studi kasus eksplanatoris, satu pendekatan yang
berharga adalah pertimbangan proposisi tandingan dan analisis bukti dari sudut
tandingan seperti itu. Tetapi, dalam pengerjaan studi kasus eksplanatoris
ataupun deskriptif, pemeriksaan bukti dari perspektif yang berbeda tersebut akan
meningkatkan kesempatan-kesempatan studi kasus untuk bisa diteladani.
4.
Studi kasus Harus Menampilkan Bukti Yang
Memadai
Studi kasus yang patut diteladani adalah yang secara bijaksana dan
efektif menyajikan bukti yang paling mendukung agar pembaca dapat memperoleh
keputusan independen mengenai mutu analisisnya.
Selektivitas bukti yang paling adalah tidak memberantakkan
penyajian dengan informasi pendukung yang sekunder. Tujuan lainnya ialah
menyajikan bukti yang mencukupi untuk mencapai kemantapan pembaca bahwa
peneliti mengetahui bidangnya.
5.
Studi Kasus Harus Ditulis dengan Cara yang
Menarik
Untuk laporan tertulis, ini berarti gaya penulisan yang jelas,
tetapi terus-menerus merangsang pembaca untuk melanjutkan bacaannya. Tulisan
yang baik ialah tulisan yang memikat mata. Pemroduksian tulisan ini menuntut
bakat dan pengalaman. Makin sering seseorang menulis untuk audiens yang sama,
makin efektif komunikasinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar