A. Enam
Sumber Bukti
1.
Dokumentasi
Informasi dokumenter tentunya relevan untuk setiap
topik studi kasus. Tipe informasi ini bisa menggunakan berbagai bentuk dan
hendakmnya menjadi objek rencana-rencana pengumpulan data yang eksplisit.
Sebagai contoh, pertimbangkan jenis dokumen berikut:
·
Surat, memorandum, dan pengumuman resmi;
·
Agenda, kesimpulan-kesimpulan pertemuan, dan
laporan-laporan peristiwa tertulis lainnya;
·
Dokumen-dokumen administratif – proposal,
laporan kemajuan, dan dokumen-dokumen intern lainnya;
·
Penelitian-penelitian atau evaluasi-evaluasi
resmi pada situs yang sama; dan
·
Kliping-kliping baru dan artikel-artikel yang
muncul dimedia massa.
Manfaat dari tipe-tipe dokumen ini dan yang lain
tidaklah selalu disandarkan pada keakuratan atau kekurang biasannya. Memang
dokumen perlu digunakan secara hati-hati dan tidak asal diterima sebagaimana
adanya dari tempat asalnya.
Untuk studi kasus, penggunaan dokumen yang paling
penting adalah mendukung dan menambah bukti dari sumber-sumber lain. Pertama,
dokumen membantu memverifikasi ejaan dan judul atau nama yang benar dari
organisasi-organisasi yang telah disinggung dalam wawancara. Kedua, dokumen
dapat menambah rincian spesifik lainnya guna mendukung informasi dari
sumber-sumber lain. Ketiga, inferensi dapat dibuat dari dokumen-dokumen.
Karena nilainya secara keseluruhan, dokumen memainkan
peran yang sangat penting dalam pengumpulan data studi kasus. Penelusuran yang
sistematis terhadap dokumen yang relevan karenanya penting sekali bagi rencana
pengumpulan data.
Banyak yang kritis terhadap ketergantungan studi kasus
kepada dokumen. Hal ini karena peneliti studi kasus salah anggapan terhadap
jenis dokumen tertentu seolah-olah dokumen tersebut pasti berisi kebenaran yang
tak dapat diragukan. Dalam kenyataannya, masih perlu dilakukan tinjauan
terhadap dokumen yang ada guna memahami bahwa dokumen itu ditulis untuk
beberapa tujuan dan audiens yang spesifik. Dengan kata lain, peneliti studi
kasus merupakan pengamat untuk kepentingan orang lain, dan bukti dokumenternya
mencerminkan suatu komunikasi antar kelompok yang berupaya mencapai beberapa
tujuan. Dengan mencoba secara tekun mengidentifikasi kondisi ini, peneliti akan
terhindar dari kesalahan arah oleh bukti documenter dan akan lebih kritis dalam
menginterpretasi kandungan bukti semacam itu.
2.
Rekaman Arsip
Pada banyak studi kasus, rekaman arsip bisa merupakan hal
yang relevan. Ini meliputi:
·
Rekaman layanan dalam suatu periode waktu
tertentu
·
Rekaman keorganisasian pada suatu periode waktu
tertentu
·
Peta dan bagan karakteristik geografis suatu
tempat
·
Daftar nama dan komoditi lain yang relevan
·
Data survei
·
Rekaman-rekaman pribadi
Rekaman-rekaman arsip ini dan lainnya dapat digunakan
bersama-sama dengan sumber informasi yang lain dalam pelaksanaan studi kasus.
Namun, tak seperti bukti documenter, kegunaan arsip akan bervariasi pada studi
kasus lainnya. Pada beberapa penelitian, rekaman tersebut beitu penting
sehingga bisa menjadi objek perolehan kembali analisis yang luas, pada
penelitian lainnya mungkin hanya sepintas relevansinya.
Bila bukti arsip dianggap relevan, peneliti harus
berhati-hati untuk menentukan kondisi yang menghasilkan bukti yang bersangkutan
beserta keakuratannya. Terkadang bisa bersifat kuantitatif, tetapi jumlah tidak
bisa dianggap suatu keakuratan. Umumnya rekaman arsip dihasilkan untuk tujuan
spesifik dan audiens yang spesifik pula, dan kondisi ini harus dihargai
sepenuhnya agar kegunaan rekaman arsip yang bersangkutan bisa diinterpretasikan
secara tepat.
3.
Wawancara
Merupakan sumber informasi yang esensial bagi studi
kasus. Wawancara bisa mengambil beberapa bentuk. Yang paling umum, wawancara
studi kasus bertipe open minded, dimana peneliti dapat bertanya kepada
responden kunci tentang fakta-fakta suatu peristiwa disamping opini mereka
mengenai perisitiwa yang ada. Pada beberapa situasi, peneliti bahkan bisa
meminta mengetengahkan pendapatnya sendiri terhadap peristiwa tertentu dan bisa
menggunakan proporsi tersebut sebagai dasar penelitian selanjutnya. Tentu saja,
peneliti perlu berhati-hati dari ketergantungan yang berlebihan kepada seorang
informan kunci, terutama karena kemungkinan adanya pengaruh hubungan antar
pribadi. Suatu cara yang rasional untuk mengatasinya adalah mengendalikan
sumber-sumber bukti lain untuk mendukung keterangan informan-informan tersebut
dan menelusuri bukti yang bertentangan sehati-hati mungkin.
Tipe wawancara yang kedua adalah wawancara yang fokus,
dimana responden diwawancarai dalam waktu yang pendek. Dalam kasus semacam ini,
wawancara tersebut bisa tetap open minded dan mengasumsikan cara percakapan
namun pewawancara tak perlu mengikuti serangkaian pertanyaan tertentu yang
diturunkan dari protokol studi kasusnya. Dalam situasi ini, pertanyaan spesifik
harus disusun dengan hati-hati agar peneliti terlihat tampak aneh terhadap topik
tersebut dan mungkin responden memberikan komentar yang segar tentang hal yang
bersangkutan.
Tipe wawancara yang ketiga memerlukan
pertanyaan-pertanyaan yang lebih terstruktur, sejalan dengan survei. Survei
semacam itu dapat didesain sebagai bagian dari studi kasus. Tipe survei ini
akan meliputi prosedur sampling maupun instrument seperti yang digunakan dalam
survei umumnya, dan selanjutnya akan dianalisis dengan cara yang sama.
Perbadaannya terletak pada peran survei dalam kaitannya dengan sumber-sumber
bukti yang lain.
Secara keseluruhan, wawancara merupakan bukti yang
esensial bagi studi kasus, karena umumnya berkenaan dengan urusan kemanusiaan,
ini harus dilaporkan dan diinterpretasikan melalui penglihatan pihak yang
diwawancarai, dan para responden yang mempunyai informasi dapat memberikan
keteranga penting dengan baik dalam situasi yang berkaitan.para responden juga
dapat member bagian-bagian bukti bagi sejarah situasi yang bersangkutan,agar
peneliti memiliki kesiapan untuk mengidentifikasi sumber bukti relevan lainnya.
Namun, wawancara tersebut harus selalu dipandang hanya sebagai verbal. Laporan
tersebut cenderung mencakup masalah-masalah yang bias, ingatan yang lemah dan
artikulasi yang tidak akurat.
4.
Observasi Langsung
Dengan membuat kunjungan lapangan terhadap situs studi
kasus, peneliti menciptakan kesempatan untuk observasi langsung. Dengan asumsi
bahwa fenomena yang diamati tidak asli historis, beberapa pelaku atau kondisi
lingkungan sosial yang relevan akan tersedia untuk observasi. Observasi semacam
itu berperan sebagai sumber bukti lain bagi suatu studi kasus.
Observasi tersebut mulai dari pengumpulan data yang
formal hingga yang kausal. Yang paling formal, protokol observasi dapat
dikembangkan sebagai bagian protokol studi kasus, dan peneliti yang
bersangkutan bisa diminta untuk mengukur peristiwa tipe prilaku tertentu dalam
periode waktu tertentu di lapangan. Yang kurang formal, observasi langsung bisa
dilakukan selama melangsungkan kunjungan lapangan termasuk
kesempatan-kesempatan selama pengumpulan bukti lain seperti pada wawancara.
Bukti observasi seringkali bermanfaat untuk memberikan
informasi tambahan tentang topik yang akan deteliti. Untuk meningkatkan reliabilitas bukti
observasi, prosedur umum ialah memiliki lebih dari satu pengamat dalam membuat
jenis observasi formal dan kausal. Karenanya, jika sumber yang ada
memungkinkan, penyelidikan suatu studi kasus hendaknya memungkinkan penggunaan
multipengamat.
5.
Observasi Partisipan
Observasi partisipan adalah bentuk observasi khusus
dimana peneliti tidak hanya menjadi pengamat yang pasif, melainkan juga
mengambil berbagai peran dalam situasi tertentu dan berpartisipasi dalam
peristiwa-peristiwa yang akan diteliti.
Observasi disamping memberikan peluang tertentu yang
tidak seperti biasanya guna pengumpulan data kasus, juga mengandung
persoalan-persoalan besar. Peluang yang paling berbeda berkenaan dengan
kemampuan peneliti untuk mendapatkan akses terhadapperistiwa-peristiwa atau
kelompok-kelompok yang tidak mungkin bisa sampai pada penelitian ilmiah. Dengan
kata lain , untuk beberapa topik barangkali tak ada cara lain untuk
mengumpulkan data tanpa melalui observasi partisipan. Peluang berbeda lainnya
adalah kemampuan untuk menyadari realitas dari sudut pandang orang dalam
ketimbang orang luar pada studi kasus tersebut.banyak pihak berargumen
persepektif semacam itu berharga untuk menghasilka gambaran yang akurat dari
suatu fenomena studi kasus. Selanjutnya peluang-peluang lain muncul dikarenakan
kemampuan peneliti untuk memanipulasi peristiwa-peristiwa atau situasi-situasi.
Hanya melalui observasi partisipan manipulasi semacam itu bisa terjadi seperti
penggunaan dokumen, rekaman arsip, dan wawancara yang kesemuanya mengasumsikan
peneliti sebagai pihak yang pasif. Manipulasi tersebut tak akan persis
manipulasi dalam eksperimen, tetapi bisa menghasilkan banyak jenis situasi
untuk tujuan pengumpulan data.
Persoalan-persolaan pokok yang berkaitan dengan
observasi partisipan harus menghadapi bias potensial yang dihasilkannya.
Pertama, peneliti memiliki kemampuan yang kurang untuk bekerja sebagai pengamat
luar dan mungkin pada suatu saat harus mengasumsikan porsi-porsi atau
peran-peran pembelaan yang bertentangan dengan minat-minat terhadap praktik-praktik
ilmiah yang baik. Kedua, pengamat partisipan cenderung mengikuti suatu fenomena
yang telah diketahui umum dan menjadi pendukung kelompok atau organisasi yang
akan diteliti, jika dukungan semacam itu belum ada. Ketiga, peran partisipan
mungkin membutuhkan terlalu banyak perhatian terhadap peran pengamat. Karena
itu pengamat partisipan bisa jadi tak punya banyak waktu yang cukup untuk
membuat catatan atau mengajukan pertanyaan tentang peristiwa dari perspektif
yang berbeda, sebagaimana layaknya pengamat yang baik.
Kesesuaian antara peluang dan persoalan tersebut harus
dipikirkan secara serius dalam menyelenggarakan penelitian observasi
partisipan. Pada beberapa keadaan pendekatan bukti studi kasus ini mungkin
benar, namun pada keadaan yang lain kredibilitas keseluruhan proyek studi kasus
bisa terancam.
6.
Perangkat fisik
Perangkat fisik atau kultural yaitu peralatan
tknologi, alat atau instrument, pekerjaan seni, atau beberapa bukti fisik
lainnya. Perangkat itu bisa dikumpulkan atau diobservasi sebagai bagian dari
kunjungan lapangan dan telah digunakan secara luas dalam penelitian
antropologi.
Perangkat fisik mempunyai relevansi kurang potensial
dalam studi kasus. Namun, bila relevan perangkat tersebut bisa menjadi komponen
penting dalam keseluruhan kasus bersangkutan.
B. Tiga
Prinsip Pengumpulan Data
1.
Menggunakan Multisumber Bukti
Salah satu sumber bukti tertentu dari yang telah
disebutkan sering dijadikan satu-satunya landasan bagi keseluruhan penelitian.
Penggunaan sumber secara terisolasi mungkin merupakan fungsi dari cara dimana
sumber-sumber itu bisa dipahami. Karenanya dalam beberapa peristiwa peneliti
menyatakan desain penelitiannya dengan mengidentifikasi baik persoalan yang
harus diselidiki maupun memilih sumber bukti tunggalnya.
a.
Rasional Penggunaan Multisumber Bukti
Pendekatan sumber bukti tunggal tidak disarankan dalam
penyelenggaraan studi kasus. Sebaliknya, peluang utama dari pengumpulan data
studi kasus terletak pada peluang untuk menggunakan berbagai sumber bukti.
Peluang menggunakan multisumber bukti tersebut jauh melebihi strategi
penelitian lainnya seperti eksperimen, survey atau historis. Masing-masing
strategi ini dapat dimodifikasi guna menciptakan strategi gabungan dimana
berbagai sumber bukti tampak lebih relevan. Penggunaan multisumber bukti dalam
studi kasus member peluang kepada peneliti untuk mengarahkan diri pada isu-isu
historis, sikap dan observasi yang lebih luas. Temuan apapun akan lebih
meyakinkan dan tepat jika didasarkan pada beberapa sumber informasi yang
berlainan mengikuti bentuk pendukungnya. Dengan demikian persoalan-persoalan
potensial tentang validitas konstruk juga dapat dipecahkan, karena multisumber
bukti secara esensial memberikan multi ukuran dari fenomena yang sama.
b.
Tuntutan Penggunaan Multisumber Bukti
Pada saat yang bersamaan, penggunaan multi sumber bukti
menimbulkan beban yang berat. Setiap peneliti perlu mengetahui bagaimana cara
penyelenggaraan semua jenis pengumpulan data. Jika salah satu dari teknik tak
dipergunakan sebagaimana mestinya, kesempatan untuk memperhatikan cakupan
permasalah yang lebih luas, atau untuk menetapkan garis-garis penyatuan temuan,
mungkin menjadi lepas. Tuntutan menguasai teknik pengumpulan berbagai data ini
menimbulkan pertanyaan penting mengenai latihan dan keahlian peneliti studi kasus.
Para peneliti yang serius hendaknya mencari cara lain untuk mendpatkan latihan
dan praktik yang dibutuhkan. Salah satu caranya ialah harus bekerja dalam suatu
organisasi penelitian yang lebih multidisipliner ketimbang hanya terbatas pada
jurusan tertentu saja. Cara yang lain adalah menganalisis tulisan-tulisan
tentang metodologi dari berbagai ilmu sosial dan mempelajari kelebihan dan
kelemahan berbagai teknik pengumpulan data sebagaimana digunakan oleh peneliti
berpengalaman. Cara selanjutnya yaitu mendesain penelitian-penelitian perintis
yang berlainan yang akan member kesempatan untuk mempraktikkan teknik-teknik
yang berbeda.
2.
Menciptakan Data Dasar Studi Kasus
Prinsip ini berkenaan dengan cara mengorganisasikan
dan mendokumentasikan data yang telah terkumpul. Strategi studi kasus harus
belajar dari praktik yang digunakan dengan strategi yang lain, dimana dokumen
umumnya terdiri atas dua kumpulan yang terpisah yaitu: (1) data atau bukti
dasar, dan (2) laporan peneliti. Dengan studi kasus, perbedaan antara data
dasar yang terpisah dan laporan studi kasus tidak menjadi praktik yang
melembaga. Yang lebih sering terjadi, data studi kasus sinonim dengan bukti
yang disajikan dalam laporan studi kasus yang bersangkutan, dan pembaca yang
kritis tidak menemukan sumber jika ingin menelusuri data dasar yang mengarah ke
kesimpulan studi kasus tersebut. Pokok persoalan bahwa setiap proyek studi
kasus harus mendorong pengembangan data dasar formal yang dapat diungkapkan
kembali, agar pada prinsipnya peneliti lain dapat meninjau kembali bukti
tersebut secara langsung, tak terbatas pada laporan tertulis yang ada. Dengan
cara ini data dasar akan benar-benar meningkatkan reliabilitas keseluruhan
studi kasus.
Kekurangan data dasar formal bagi upaya studi kasus
pada umumnya merupakan kelemahan pokok peneliti studi kaus yang perlu dikoreksi
dimasa mendatang. Keberadaan data dasar yang memadai tidak mengesampingkan
kebutuhan akan bukti baru yang cukup didalam laporan studi kasus itu sendiri.
Setiap laporan studi kasus tetap berisi data yang cukup agar pembaca laporan
yang bersangkutan dapat menarik konklusi sendiri mengenai studi kasus tersebut.
Persoalan pengembangan data dasar digambarkan dalam kaitannya dengan empat komponen
dibawah ini.
a.
Catatan-catatan Studi Kasus
Catatan merupakan komponen data dasar yang paling
utama. Cacatan tersebut mungkin berupa hasil wawancara, observasi, atau
analisis dokumen seorang peneliti. Catatan ini bisa berwujud tulisan tangan,
ketikan, rekaman audio, atau bentuk lain yang kurang terorganisasi.
Catatan studi kasus harus disimpan sedemikian rupa
agar siapapun dapat mengungkapkannya secara efisien. Umumnya catatan tersebut
dapat dibagi kedalam judul pokok yang dicakup oleh suatu studi kasus; tetapi
bisa juga digunakan sistem klasifikasi lain sepanjang sesuai. Hanya dengan cara
demikian catatan tersebut akan berguna sebagai bagian dari data dasar studi
kasus.
Identifikasi catatan sebagai bagian data dasar studi
kasus ini tidaklah berarti bahwa peneliti perlu menghabiskan banyak waktu dalam
penulisan kembali hasil wawancara atau membuat banyak perubahan editorial guna
membuat catatan dapat tersajikan. Upaya pengeditan seperti ini hendaknya
diarahkan kepada laporan studi kasus itu sendiri, dan bukan kepada catatannya.
Karakteristik satu-satunya yang esensial adalah bahwa hendaknya catatan itu
terorganisasi, terkategori, lengkap, dan tersedia untuk bahan keperluan
berikutnya.
b.
Dokumen Studi Kasus
Banyak dokumen relevan dengan studi kasus yang dikumpulkan
selama penelitian berlangsung. Tujuan ini adalah memudahkan penyimpanan dan
penemuan kembali, agar para peneliti kemudian dapat memeriksa atau berbagi
pengalaman mengenai data dasarnya.
Karakteristik tunggal yang unik dari dokumen-dokumen
ini cenderung menuntut tersedianya tempat penyimpanan yang sukup memadai.
Dokumen tersebut bisa mencakup berbagai keperluan data dasar, yang diperlukan
peneliti untuk membuat berkas primer dan berkas sekundernya. Tujuan pokoknya
adalah untuk membuat dokumen itu siap ditemukan kembali untuk keperluan
penelitian mendatang.
c.
Bahan-bahan Tabulasi
Studi kasus bisa terdiri atas bahan-bahan tabulasi,
baik yang terkumpul dati situasi yang akan diteliti ataupun yang diciptakan
oleh tim peneliti sendiri. Bahan seperti itu juga perlu diorganisasikan dan
disimpan untuk keperluan selanjutnya. Bahan tersebut bisa mencakup survei dan
data kualitatif lainnya. Bahan tabulasi apakah berdasarkan atas survei, jumlah
tabulasi, atau data arsip dapat dilacak dengan cara yang sama dengan yang
mereka kerjakan dalam strategi penelitian yang lain.
d.
Narasi
Bentuk-bentuk tertentu dari narasi juga dapat dianggap
sebagai bagian formal dari laporan akhir studi kasus. Hal ini terefleksikan
melalui pelaksanaan khusus yang harus dilakukan secara lebih sering guna
membuat para peneliti studi kasus dapat menyusun jawaban terbuka terhadap
pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam protocol studi kasus yang
bersangkutan. Tujuan umum jawaban terbuka adalah mendokumentasikan hubungan
antara buti-butir bukti tertentu dan berbagai isu didalam studi kasus yang
bersangkutan, dengan menggunakan catatan kaki dan kutipan secara mudah.
Keseluruhan jawaban dapat dipandang sebagai bagian
dari data dasar studi kasus. Peneliti berkaitan dengan kelompok lain yang
berkepentingan, selanjutnya dapat menggunakan data dasar ini untuk menyusun
laporan actual studi kasusnya. Atau jika tidak ada laporan yang disusun
berkenaan dengan kasus-kasus individual, jawabannya dapat berfungsi sebagai
data dasar bagi analisis lintas kasus berikutnya. Karena jawaban tersebut
merupakan bagian data dasar dan bukan bagian dari laporan akhir, para peneliti
tidak harus menghabiskan waktu guna mencoba membuat jawaban bisa tersajikan.
Dengan kata lain tidak perlu mencapai standar dalam mengedit tugas-tugas kecil.
Cirri yang paling penting dari jawaban yang baik adalah jawaban tersebut
menghubungkan bukti-bukti spesifik dengan isu-isu studi kasus yang tepat.
3.
Memelihara Rangkaian Bukti
Prinsip ii harus diikuti guna meningkatkan
reliabilitas informasi studi kasus. Ini didasarkan atas pemahaman yang mirip
dengan yang digunakan dalam penelitian
kriminologi.
Prinsip ini dimaksudkan untuk memungkinkan pengamat
dalam lingkup yang lebih luas mengikuti asal-muasal bukti sejak dari pertanyaan
awal penelitian hingga konklusi akhir studi kasus yang bersangkutan. Selain
itu, pengamat luas harus dapat melacak langkah-langkah kea rah mana saja. Tidak
adanya bukti yang asli akan menghilangkan makna. Jika tujuan utama tercapai,
studi kasus akan mengarah ke persoalan metodologis dalam menetapkan validitas
konstruk, dan dengan demikian bisa meningkatkan keseluruhan kualitas dari kasus
tersebut.
Perhatikan sekenario berikut. Anda telah membaca
konklusi dari suatu laporan studi kasus, dan ingin mengetahui lebih banyak tentang
asal muasal konklusi tersebut, dan melacak ulang proses penelitiannya.
Pertama, laporan itu sendiri harus sudah memuat sifat yang
efisien tentang proporsi-proporsi yang relevan dari data dasar studi kasusnya.
Kedua, data dasar tersebut menurut pengawasan hendaknya menyatakan bukti actual
dan menunjukkan keadaan dimana bukti itu dikumpulkan. Ketiga, keadaan ini
hendaknya konsisten dengan prosedur yang spesifik dan pertanyaan-pertanyaan
yang terdapat didalam protocol studi kasusnya, untuk menunjukkan bahwa
pengumpulan datanya betul-betul telah mengikuti prosedur yang ditetapkan
sebelumnya. Terakhir, tulisan protocol harus menunjukkan keterkaitan antara isi
protocol dan pertanyaan awal penelitiannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar