Jumat, 11 Mei 2012

PENYELENGGARAAN STUDI KASUS: PELAKSANAAN PENGUMPULAN DATA

Share it Please


A.      Enam Sumber Bukti
1.       Dokumentasi
Informasi dokumenter tentunya relevan untuk setiap topik studi kasus. Tipe informasi ini bisa menggunakan berbagai bentuk dan hendakmnya menjadi objek rencana-rencana pengumpulan data yang eksplisit. Sebagai contoh, pertimbangkan jenis dokumen berikut:
·         Surat, memorandum, dan pengumuman resmi;
·         Agenda, kesimpulan-kesimpulan pertemuan, dan laporan-laporan peristiwa tertulis lainnya;
·         Dokumen-dokumen administratif – proposal, laporan kemajuan, dan dokumen-dokumen intern lainnya;
·         Penelitian-penelitian atau evaluasi-evaluasi resmi pada situs yang sama; dan
·         Kliping-kliping baru dan artikel-artikel yang muncul dimedia massa.
Manfaat dari tipe-tipe dokumen ini dan yang lain tidaklah selalu disandarkan pada keakuratan atau kekurang biasannya. Memang dokumen perlu digunakan secara hati-hati dan tidak asal diterima sebagaimana adanya dari tempat asalnya.
Untuk studi kasus, penggunaan dokumen yang paling penting adalah mendukung dan menambah bukti dari sumber-sumber lain. Pertama, dokumen membantu memverifikasi ejaan dan judul atau nama yang benar dari organisasi-organisasi yang telah disinggung dalam wawancara. Kedua, dokumen dapat menambah rincian spesifik lainnya guna mendukung informasi dari sumber-sumber lain. Ketiga, inferensi dapat dibuat dari dokumen-dokumen.

Karena nilainya secara keseluruhan, dokumen memainkan peran yang sangat penting dalam pengumpulan data studi kasus. Penelusuran yang sistematis terhadap dokumen yang relevan karenanya penting sekali bagi rencana pengumpulan data.
Banyak yang kritis terhadap ketergantungan studi kasus kepada dokumen. Hal ini karena peneliti studi kasus salah anggapan terhadap jenis dokumen tertentu seolah-olah dokumen tersebut pasti berisi kebenaran yang tak dapat diragukan. Dalam kenyataannya, masih perlu dilakukan tinjauan terhadap dokumen yang ada guna memahami bahwa dokumen itu ditulis untuk beberapa tujuan dan audiens yang spesifik. Dengan kata lain, peneliti studi kasus merupakan pengamat untuk kepentingan orang lain, dan bukti dokumenternya mencerminkan suatu komunikasi antar kelompok yang berupaya mencapai beberapa tujuan. Dengan mencoba secara tekun mengidentifikasi kondisi ini, peneliti akan terhindar dari kesalahan arah oleh bukti documenter dan akan lebih kritis dalam menginterpretasi kandungan bukti semacam itu.
2.       Rekaman Arsip
Pada banyak studi kasus, rekaman arsip bisa merupakan hal yang relevan. Ini meliputi:
·         Rekaman layanan dalam suatu periode waktu tertentu
·         Rekaman keorganisasian pada suatu periode waktu tertentu
·         Peta dan bagan karakteristik geografis suatu tempat
·         Daftar nama dan komoditi lain yang relevan
·         Data survei
·         Rekaman-rekaman pribadi
Rekaman-rekaman arsip ini dan lainnya dapat digunakan bersama-sama dengan sumber informasi yang lain dalam pelaksanaan studi kasus. Namun, tak seperti bukti documenter, kegunaan arsip akan bervariasi pada studi kasus lainnya. Pada beberapa penelitian, rekaman tersebut beitu penting sehingga bisa menjadi objek perolehan kembali analisis yang luas, pada penelitian lainnya mungkin hanya sepintas relevansinya.
Bila bukti arsip dianggap relevan, peneliti harus berhati-hati untuk menentukan kondisi yang menghasilkan bukti yang bersangkutan beserta keakuratannya. Terkadang bisa bersifat kuantitatif, tetapi jumlah tidak bisa dianggap suatu keakuratan. Umumnya rekaman arsip dihasilkan untuk tujuan spesifik dan audiens yang spesifik pula, dan kondisi ini harus dihargai sepenuhnya agar kegunaan rekaman arsip yang bersangkutan bisa diinterpretasikan secara tepat.
3.       Wawancara
Merupakan sumber informasi yang esensial bagi studi kasus. Wawancara bisa mengambil beberapa bentuk. Yang paling umum, wawancara studi kasus bertipe open minded, dimana peneliti dapat bertanya kepada responden kunci tentang fakta-fakta suatu peristiwa disamping opini mereka mengenai perisitiwa yang ada. Pada beberapa situasi, peneliti bahkan bisa meminta mengetengahkan pendapatnya sendiri terhadap peristiwa tertentu dan bisa menggunakan proporsi tersebut sebagai dasar penelitian selanjutnya. Tentu saja, peneliti perlu berhati-hati dari ketergantungan yang berlebihan kepada seorang informan kunci, terutama karena kemungkinan adanya pengaruh hubungan antar pribadi. Suatu cara yang rasional untuk mengatasinya adalah mengendalikan sumber-sumber bukti lain untuk mendukung keterangan informan-informan tersebut dan menelusuri bukti yang bertentangan sehati-hati mungkin.
Tipe wawancara yang kedua adalah wawancara yang fokus, dimana responden diwawancarai dalam waktu yang pendek. Dalam kasus semacam ini, wawancara tersebut bisa tetap open minded dan mengasumsikan cara percakapan namun pewawancara tak perlu mengikuti serangkaian pertanyaan tertentu yang diturunkan dari protokol studi kasusnya. Dalam situasi ini, pertanyaan spesifik harus disusun dengan hati-hati agar peneliti terlihat tampak aneh terhadap topik tersebut dan mungkin responden memberikan komentar yang segar tentang hal yang bersangkutan.
Tipe wawancara yang ketiga memerlukan pertanyaan-pertanyaan yang lebih terstruktur, sejalan dengan survei. Survei semacam itu dapat didesain sebagai bagian dari studi kasus. Tipe survei ini akan meliputi prosedur sampling maupun instrument seperti yang digunakan dalam survei umumnya, dan selanjutnya akan dianalisis dengan cara yang sama. Perbadaannya terletak pada peran survei dalam kaitannya dengan sumber-sumber bukti yang lain.
Secara keseluruhan, wawancara merupakan bukti yang esensial bagi studi kasus, karena umumnya berkenaan dengan urusan kemanusiaan, ini harus dilaporkan dan diinterpretasikan melalui penglihatan pihak yang diwawancarai, dan para responden yang mempunyai informasi dapat memberikan keteranga penting dengan baik dalam situasi yang berkaitan.para responden juga dapat member bagian-bagian bukti bagi sejarah situasi yang bersangkutan,agar peneliti memiliki kesiapan untuk mengidentifikasi sumber bukti relevan lainnya. Namun, wawancara tersebut harus selalu dipandang hanya sebagai verbal. Laporan tersebut cenderung mencakup masalah-masalah yang bias, ingatan yang lemah dan artikulasi yang tidak akurat.
4.       Observasi Langsung
Dengan membuat kunjungan lapangan terhadap situs studi kasus, peneliti menciptakan kesempatan untuk observasi langsung. Dengan asumsi bahwa fenomena yang diamati tidak asli historis, beberapa pelaku atau kondisi lingkungan sosial yang relevan akan tersedia untuk observasi. Observasi semacam itu berperan sebagai sumber bukti lain bagi suatu studi kasus.
Observasi tersebut mulai dari pengumpulan data yang formal hingga yang kausal. Yang paling formal, protokol observasi dapat dikembangkan sebagai bagian protokol studi kasus, dan peneliti yang bersangkutan bisa diminta untuk mengukur peristiwa tipe prilaku tertentu dalam periode waktu tertentu di lapangan. Yang kurang formal, observasi langsung bisa dilakukan selama melangsungkan kunjungan lapangan termasuk kesempatan-kesempatan selama pengumpulan bukti lain seperti pada wawancara.
Bukti observasi seringkali bermanfaat untuk memberikan informasi tambahan tentang topik yang akan deteliti.  Untuk meningkatkan reliabilitas bukti observasi, prosedur umum ialah memiliki lebih dari satu pengamat dalam membuat jenis observasi formal dan kausal. Karenanya, jika sumber yang ada memungkinkan, penyelidikan suatu studi kasus hendaknya memungkinkan penggunaan multipengamat.
5.       Observasi Partisipan
Observasi partisipan adalah bentuk observasi khusus dimana peneliti tidak hanya menjadi pengamat yang pasif, melainkan juga mengambil berbagai peran dalam situasi tertentu dan berpartisipasi dalam peristiwa-peristiwa yang akan diteliti.
Observasi disamping memberikan peluang tertentu yang tidak seperti biasanya guna pengumpulan data kasus, juga mengandung persoalan-persoalan besar. Peluang yang paling berbeda berkenaan dengan kemampuan peneliti untuk mendapatkan akses terhadapperistiwa-peristiwa atau kelompok-kelompok yang tidak mungkin bisa sampai pada penelitian ilmiah. Dengan kata lain , untuk beberapa topik barangkali tak ada cara lain untuk mengumpulkan data tanpa melalui observasi partisipan. Peluang berbeda lainnya adalah kemampuan untuk menyadari realitas dari sudut pandang orang dalam ketimbang orang luar pada studi kasus tersebut.banyak pihak berargumen persepektif semacam itu berharga untuk menghasilka gambaran yang akurat dari suatu fenomena studi kasus. Selanjutnya peluang-peluang lain muncul dikarenakan kemampuan peneliti untuk memanipulasi peristiwa-peristiwa atau situasi-situasi. Hanya melalui observasi partisipan manipulasi semacam itu bisa terjadi seperti penggunaan dokumen, rekaman arsip, dan wawancara yang kesemuanya mengasumsikan peneliti sebagai pihak yang pasif. Manipulasi tersebut tak akan persis manipulasi dalam eksperimen, tetapi bisa menghasilkan banyak jenis situasi untuk tujuan pengumpulan data.
Persoalan-persolaan pokok yang berkaitan dengan observasi partisipan harus menghadapi bias potensial yang dihasilkannya. Pertama, peneliti memiliki kemampuan yang kurang untuk bekerja sebagai pengamat luar dan mungkin pada suatu saat harus mengasumsikan porsi-porsi atau peran-peran pembelaan yang bertentangan dengan minat-minat terhadap praktik-praktik ilmiah yang baik. Kedua, pengamat partisipan cenderung mengikuti suatu fenomena yang telah diketahui umum dan menjadi pendukung kelompok atau organisasi yang akan diteliti, jika dukungan semacam itu belum ada. Ketiga, peran partisipan mungkin membutuhkan terlalu banyak perhatian terhadap peran pengamat. Karena itu pengamat partisipan bisa jadi tak punya banyak waktu yang cukup untuk membuat catatan atau mengajukan pertanyaan tentang peristiwa dari perspektif yang berbeda, sebagaimana layaknya pengamat yang baik.
Kesesuaian antara peluang dan persoalan tersebut harus dipikirkan secara serius dalam menyelenggarakan penelitian observasi partisipan. Pada beberapa keadaan pendekatan bukti studi kasus ini mungkin benar, namun pada keadaan yang lain kredibilitas keseluruhan proyek studi kasus bisa terancam.
6.       Perangkat fisik
Perangkat fisik atau kultural yaitu peralatan tknologi, alat atau instrument, pekerjaan seni, atau beberapa bukti fisik lainnya. Perangkat itu bisa dikumpulkan atau diobservasi sebagai bagian dari kunjungan lapangan dan telah digunakan secara luas dalam penelitian antropologi.
Perangkat fisik mempunyai relevansi kurang potensial dalam studi kasus. Namun, bila relevan perangkat tersebut bisa menjadi komponen penting dalam keseluruhan kasus bersangkutan.
B.      Tiga Prinsip Pengumpulan Data
1.       Menggunakan Multisumber Bukti
Salah satu sumber bukti tertentu dari yang telah disebutkan sering dijadikan satu-satunya landasan bagi keseluruhan penelitian. Penggunaan sumber secara terisolasi mungkin merupakan fungsi dari cara dimana sumber-sumber itu bisa dipahami. Karenanya dalam beberapa peristiwa peneliti menyatakan desain penelitiannya dengan mengidentifikasi baik persoalan yang harus diselidiki maupun memilih sumber bukti tunggalnya.
a.       Rasional Penggunaan Multisumber Bukti
Pendekatan sumber bukti tunggal tidak disarankan dalam penyelenggaraan studi kasus. Sebaliknya, peluang utama dari pengumpulan data studi kasus terletak pada peluang untuk menggunakan berbagai sumber bukti. Peluang menggunakan multisumber bukti tersebut jauh melebihi strategi penelitian lainnya seperti eksperimen, survey atau historis. Masing-masing strategi ini dapat dimodifikasi guna menciptakan strategi gabungan dimana berbagai sumber bukti tampak lebih relevan. Penggunaan multisumber bukti dalam studi kasus member peluang kepada peneliti untuk mengarahkan diri pada isu-isu historis, sikap dan observasi yang lebih luas. Temuan apapun akan lebih meyakinkan dan tepat jika didasarkan pada beberapa sumber informasi yang berlainan mengikuti bentuk pendukungnya. Dengan demikian persoalan-persoalan potensial tentang validitas konstruk juga dapat dipecahkan, karena multisumber bukti secara esensial memberikan multi ukuran dari fenomena yang sama.
b.      Tuntutan Penggunaan Multisumber Bukti
Pada saat yang bersamaan, penggunaan multi sumber bukti menimbulkan beban yang berat. Setiap peneliti perlu mengetahui bagaimana cara penyelenggaraan semua jenis pengumpulan data. Jika salah satu dari teknik tak dipergunakan sebagaimana mestinya, kesempatan untuk memperhatikan cakupan permasalah yang lebih luas, atau untuk menetapkan garis-garis penyatuan temuan, mungkin menjadi lepas. Tuntutan menguasai teknik pengumpulan berbagai data ini menimbulkan pertanyaan penting mengenai latihan dan keahlian peneliti studi kasus. Para peneliti yang serius hendaknya mencari cara lain untuk mendpatkan latihan dan praktik yang dibutuhkan. Salah satu caranya ialah harus bekerja dalam suatu organisasi penelitian yang lebih multidisipliner ketimbang hanya terbatas pada jurusan tertentu saja. Cara yang lain adalah menganalisis tulisan-tulisan tentang metodologi dari berbagai ilmu sosial dan mempelajari kelebihan dan kelemahan berbagai teknik pengumpulan data sebagaimana digunakan oleh peneliti berpengalaman. Cara selanjutnya yaitu mendesain penelitian-penelitian perintis yang berlainan yang akan member kesempatan untuk mempraktikkan teknik-teknik yang berbeda.
2.       Menciptakan Data Dasar Studi Kasus
Prinsip ini berkenaan dengan cara mengorganisasikan dan mendokumentasikan data yang telah terkumpul. Strategi studi kasus harus belajar dari praktik yang digunakan dengan strategi yang lain, dimana dokumen umumnya terdiri atas dua kumpulan yang terpisah yaitu: (1) data atau bukti dasar, dan (2) laporan peneliti. Dengan studi kasus, perbedaan antara data dasar yang terpisah dan laporan studi kasus tidak menjadi praktik yang melembaga. Yang lebih sering terjadi, data studi kasus sinonim dengan bukti yang disajikan dalam laporan studi kasus yang bersangkutan, dan pembaca yang kritis tidak menemukan sumber jika ingin menelusuri data dasar yang mengarah ke kesimpulan studi kasus tersebut. Pokok persoalan bahwa setiap proyek studi kasus harus mendorong pengembangan data dasar formal yang dapat diungkapkan kembali, agar pada prinsipnya peneliti lain dapat meninjau kembali bukti tersebut secara langsung, tak terbatas pada laporan tertulis yang ada. Dengan cara ini data dasar akan benar-benar meningkatkan reliabilitas keseluruhan studi kasus.
Kekurangan data dasar formal bagi upaya studi kasus pada umumnya merupakan kelemahan pokok peneliti studi kaus yang perlu dikoreksi dimasa mendatang. Keberadaan data dasar yang memadai tidak mengesampingkan kebutuhan akan bukti baru yang cukup didalam laporan studi kasus itu sendiri. Setiap laporan studi kasus tetap berisi data yang cukup agar pembaca laporan yang bersangkutan dapat menarik konklusi sendiri mengenai studi kasus tersebut. Persoalan pengembangan data dasar digambarkan dalam kaitannya dengan empat komponen dibawah ini.
a.       Catatan-catatan Studi Kasus
Catatan merupakan komponen data dasar yang paling utama. Cacatan tersebut mungkin berupa hasil wawancara, observasi, atau analisis dokumen seorang peneliti. Catatan ini bisa berwujud tulisan tangan, ketikan, rekaman audio, atau bentuk lain yang kurang terorganisasi.
Catatan studi kasus harus disimpan sedemikian rupa agar siapapun dapat mengungkapkannya secara efisien. Umumnya catatan tersebut dapat dibagi kedalam judul pokok yang dicakup oleh suatu studi kasus; tetapi bisa juga digunakan sistem klasifikasi lain sepanjang sesuai. Hanya dengan cara demikian catatan tersebut akan berguna sebagai bagian dari data dasar studi kasus.
Identifikasi catatan sebagai bagian data dasar studi kasus ini tidaklah berarti bahwa peneliti perlu menghabiskan banyak waktu dalam penulisan kembali hasil wawancara atau membuat banyak perubahan editorial guna membuat catatan dapat tersajikan. Upaya pengeditan seperti ini hendaknya diarahkan kepada laporan studi kasus itu sendiri, dan bukan kepada catatannya. Karakteristik satu-satunya yang esensial adalah bahwa hendaknya catatan itu terorganisasi, terkategori, lengkap, dan tersedia untuk bahan keperluan berikutnya.
b.      Dokumen Studi Kasus
Banyak dokumen relevan dengan studi kasus yang dikumpulkan selama penelitian berlangsung. Tujuan ini adalah memudahkan penyimpanan dan penemuan kembali, agar para peneliti kemudian dapat memeriksa atau berbagi pengalaman mengenai data dasarnya.
Karakteristik tunggal yang unik dari dokumen-dokumen ini cenderung menuntut tersedianya tempat penyimpanan yang sukup memadai. Dokumen tersebut bisa mencakup berbagai keperluan data dasar, yang diperlukan peneliti untuk membuat berkas primer dan berkas sekundernya. Tujuan pokoknya adalah untuk membuat dokumen itu siap ditemukan kembali untuk keperluan penelitian mendatang.
c.       Bahan-bahan Tabulasi
Studi kasus bisa terdiri atas bahan-bahan tabulasi, baik yang terkumpul dati situasi yang akan diteliti ataupun yang diciptakan oleh tim peneliti sendiri. Bahan seperti itu juga perlu diorganisasikan dan disimpan untuk keperluan selanjutnya. Bahan tersebut bisa mencakup survei dan data kualitatif lainnya. Bahan tabulasi apakah berdasarkan atas survei, jumlah tabulasi, atau data arsip dapat dilacak dengan cara yang sama dengan yang mereka kerjakan dalam strategi penelitian yang lain.
d.      Narasi
Bentuk-bentuk tertentu dari narasi juga dapat dianggap sebagai bagian formal dari laporan akhir studi kasus. Hal ini terefleksikan melalui pelaksanaan khusus yang harus dilakukan secara lebih sering guna membuat para peneliti studi kasus dapat menyusun jawaban terbuka terhadap pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam protocol studi kasus yang bersangkutan. Tujuan umum jawaban terbuka adalah mendokumentasikan hubungan antara buti-butir bukti tertentu dan berbagai isu didalam studi kasus yang bersangkutan, dengan menggunakan catatan kaki dan kutipan secara mudah.
Keseluruhan jawaban dapat dipandang sebagai bagian dari data dasar studi kasus. Peneliti berkaitan dengan kelompok lain yang berkepentingan, selanjutnya dapat menggunakan data dasar ini untuk menyusun laporan actual studi kasusnya. Atau jika tidak ada laporan yang disusun berkenaan dengan kasus-kasus individual, jawabannya dapat berfungsi sebagai data dasar bagi analisis lintas kasus berikutnya. Karena jawaban tersebut merupakan bagian data dasar dan bukan bagian dari laporan akhir, para peneliti tidak harus menghabiskan waktu guna mencoba membuat jawaban bisa tersajikan. Dengan kata lain tidak perlu mencapai standar dalam mengedit tugas-tugas kecil. Cirri yang paling penting dari jawaban yang baik adalah jawaban tersebut menghubungkan bukti-bukti spesifik dengan isu-isu studi kasus yang tepat.
3.       Memelihara Rangkaian Bukti
Prinsip ii harus diikuti guna meningkatkan reliabilitas informasi studi kasus. Ini didasarkan atas pemahaman yang mirip dengan  yang digunakan dalam penelitian kriminologi.
Prinsip ini dimaksudkan untuk memungkinkan pengamat dalam lingkup yang lebih luas mengikuti asal-muasal bukti sejak dari pertanyaan awal penelitian hingga konklusi akhir studi kasus yang bersangkutan. Selain itu, pengamat luas harus dapat melacak langkah-langkah kea rah mana saja. Tidak adanya bukti yang asli akan menghilangkan makna. Jika tujuan utama tercapai, studi kasus akan mengarah ke persoalan metodologis dalam menetapkan validitas konstruk, dan dengan demikian bisa meningkatkan keseluruhan kualitas dari kasus tersebut.
Perhatikan sekenario berikut. Anda telah membaca konklusi dari suatu laporan studi kasus, dan ingin mengetahui lebih banyak tentang asal muasal konklusi tersebut, dan melacak ulang proses penelitiannya.
Pertama, laporan itu sendiri harus sudah memuat sifat yang efisien tentang proporsi-proporsi yang relevan dari data dasar studi kasusnya. Kedua, data dasar tersebut menurut pengawasan hendaknya menyatakan bukti actual dan menunjukkan keadaan dimana bukti itu dikumpulkan. Ketiga, keadaan ini hendaknya konsisten dengan prosedur yang spesifik dan pertanyaan-pertanyaan yang terdapat didalam protocol studi kasusnya, untuk menunjukkan bahwa pengumpulan datanya betul-betul telah mengikuti prosedur yang ditetapkan sebelumnya. Terakhir, tulisan protocol harus menunjukkan keterkaitan antara isi protocol dan pertanyaan awal penelitiannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Followers

Calendar