A.
Pengetahuan, Ilmu Empiris dan Filsafat
Manusia adalah makhluk berpikir. Oleh karena itu manusia
dapat memahami dan menghasilkan pengetahuan. Pengetahuan manusia ada yang
diperoleh secara spontan dan secara sistematis-reflektif.
Pancasila sebagai
merupakan pengetahu-an yang reflektif, bukan pengetahuan spontan.Proses ini
melalui kajian empiris dan filosofis.
Pancasila sebagai
pengetahuan ilmiah-filosofis dapat dipahami dari sisi verbalis, konotatif,
denotatif.
Untuk memahami
penjelasan di atas, dapat dilihat di bawah ini:
Konotatif
Verbalis Denotatif
Sisi verbalis dan sisi konotatif mempunyai hubungan
langsung, artinya apa yang diucapkan dapat diinterpretasikan, dan dicari
maknanya oleh setiap orang. Sisi verbalis dan sisi denotatif tidak terhubung
secara langsung, karena apa yang dikatakan tidak mesti langsung terwujud dalam
kenyataan.
B. Kebenaran
ilmiah dalam Pancasila
Pengetahuan manusia tidak akan mencapai pengetahuan yang
mutlak, termasuk pengetahuan tentang Pancasila, karena keterbatasan daya pikir
dan kemampuan manusia. Pengetahuan manusia bersifat evolutif. Pengetahuan yang
dikejar manusia identik dengan pengejaran kebenaran.
Pengetahuan
manusia merupakan proses panjang yang dimulai dari purwa-madya-wasana.
Dari kriteria ini diperoleh empat macam teori kebenaran:
1.
Teori kebenaran koherensi
2.
Teori kebenaran korespondensi
3.
Teori kebenaran pragmatisme
4.
Teori kebenaran konsensus
Kebenaran koherensi ditandai dengan pernyataan yang satu dengan pernyataan
yang lain saling berkaitan, konsisten, dan runtut. Pernyataan yang satu dengan
yang lain tidak boleh bertentangan
Kebenaran korespondensi ditandai
dengan adanya kesesuaian antara pernyataan dan kenyataannya.
Kebenaran pragmatis berdasarkan
kriteria bahwa pernyataan-pernyataan yang dibuat harus membawa manfaat. Pernyataan
harus dapat ditindaklanjuti dalam perbuatan dan dapat menyelesaikan masalah
yang dihadapi.
Kebenaran konsensus didasarkan pada
kesepakatan bersama. Suatu pernyataan dikatakan benar apabila disepakati oleh
masyarakat atau komunitas tertentu yang menjadi bagian dari proses konsensus.
Akan tetapi tidak semua kesepakatan umum itu benar, karena ada syarat tertentu
untuk terwujudnya kebenaran konsensus. Menurut Jurgen Habermas, ada empat
syarat, yaitu keterpahaman, diskursus/wacana, ketulusan/kejujuran dan otoritas.
C. Ciri-ciri
Berpikir Ilmiah-Filsafati dalam Pembahasan Pancasila
Ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi sehingga
pengetahuan itu dapat dikatakan sebagai suatu ilmu. yaitu:
1.
Berobjek
2.
Bermetode
3.
Bersistem
4.
Bersifat umum / universal.
D. Bentuk dan Susunan Pancasila
1. Bentuk Pancasila
Pancasila di
dalam pengertian yaitu sebagai rumusan Pancasila sebagaimana tercantum di dalam
alinea IV Pembukaan UUD’45. Pancasila sebagai seuatu sistem nilai mempunyai
bentuk yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Merupakan kesatuan yang utuh
b.
Setiap unsur pembentuk Pancasila merupakan unsur mutlak
yang membentuk kesatuan, bukan unsur yang komplementer.
c.
Sebagai satu kesatuan yang mutlak, tidak dapat ditambah
atau dikurangi.
2. Susunan Pancasila
Susunan sila-sila pancasila merupakan
kesatuan yang organis, satu sama lain membentuk suatu sistem yang istilah majemuk
tunggal. Majemuk tunggal artinya terdiri dari 5 sila tetapi merupakan satu
kesatuan yang berdiri sendiri secara utuh. Selanjutnya bentuk dan susunan
Pancasila adalah hierarkis-piramidal. Hierarkhis berarti tingkat,
sedangkan piramidal dipergunakan untuk menggambar-kan hubungan bertingkat dari
sila-sila Pancasila dalam urutan luas cakupan dan juga isi pengertian. Pancasila
sebagai satu kesatuan sistem nilai, juga membawa implikasi bahwa antara sila
yang satu dengan sila yang lain saling mengkualifikasi. Hal ini berarti
bahwa antara sila yang satu dengan yang lain, saling memberi kualitas, memberi
bobot isi.
E.
Refleksi terhadap Kajian Ilmiah tentang Pancasila di Era
Global
Kajian ilmiah tentang Pancasila sejak disyahkan tanggal
18 Agustus 1945 sampai saat ini mengalami pasang surut. Notonagoro, Driyarkara
merupakan tokoh-tokoh/ilmuwan yang mengawali pengkajian Pancasila secara ilmiah
populer dan filosofis,yang menghasilkan suatu yang bermakna bagi perkembangan
Pancasila sebagai dasar negara.
masih terbukanya bahan dialog dan kajian kritis
terhadap Pancasila sehingga diperoleh interpretasi baru untuk memperoleh
makna terdalam dari sila-sila Pancasila. Di era global secara langsung maupun
tidak langsung banyak ideologi asing yang gencar menerpa masyarakat Indonesia. Hal ini terkadang tidak disadari
oleh masyarakat kita, bahkan mereka banyak yang menganggap bahwa nilai-nilai
dan ideologi asing justru menjadi pandangan hidupnya seperti materialisme,
hedonisme, konsumerisme. Dengan adanya gejala tersebut semakin diperlukan
sebuah kajian kritis terhadap Pancasila sebagai sumber nilai bagi kehidupan
masyarakat Indonesia. Diharapkan masyarakat kita semakin kritis dalam
menentukan pilihan pandangan hidup, sikap dan gaya hidupnya yang selaras dengan
nilai-nilai Pancasila sebagai bagian dari budaya bangsa. Dengan demikian,
masyarakat Indonesia memiliki prinsip-prinsip hidup yang kokoh, orientasi hidup
yang jelas dalam bersikap dan berperilaku sehingga tidak terombang-ambing
mengikuti arus global.
terimakasih, sangat membantu...
BalasHapus