DR. H. MUSA ASY’ARIE
Definisi Insan dan Basyar
Penggunaan kata insan dan basyar dalam Al-Quran menunjukkan konteks dan makna yang berbeda,
meskipun sama-sama menunjuk pada pengertian manusia. Manusia dalam konteks insan adalah manusia yang berakal yang
memerankan diri sebagai subjek kebudayaan dalam pengertian ideal, sedangkan
kata basyar menunjuk pada manusia
yang berbuat sebagai subjek kebudayaan dalam pengertian material yang seperti
terlihat pada aktivitas fisiknya. Insan-basyar
pada hakikatnya adalah manusia sebagai kesatuan yang membentuk kebudayaan.
Wujud kebudayaan tersebut mencakup yang ideal yang bersifat abstrak yaitu
proses berfikir maupun yang material yang bersifat nyata.
Definisi Khalifah
dan ‘Abd
Seorang khalifah adalah ia yang menggantikan
orang lain, menggantikan kedudukannya, kepemimpinannya atau kekuasaannya.
Proses pergantian itu bersifat alamiah, karena tidak ada keabadian dalam
kehidupan didunia ini. Tugas khalifah
ini pada dasarnya mengandung implikasi moral yang dipakai untuk kepentingan
menciptakan kesejahtraan seluruh alam, tetapi yang terjadi saat ini banyak yang
menyalahgunakannya. Kekuasaan seorang khalifah
pada dasarnya tidak bersifat mutlak, karena kekuasaannya dibatasi oleh pemberi
mandat kekhalifahan. Sebagai pemegang mandat Tuhan seorang khalifah tidak
diperbolehkan melawan hukum-hukum yang ditetapkan Tuhan.
Esensi ‘abd adalah ketaatan, ketundukan dan
kepatuhan. Kata ‘abd memiliki arti
yang positif, yaitu seorang yang tunduk, taat dan patuh kepada Tuhannya.
Sedangkan ‘abd dalam kehidupan
masyarakat yang mengenal perbudakan memiliki arti yang negatif, karena hilangnya
kemerdekaan bagi seorang dan adanya penindasan terhadap manusia sesamanya.
Ketundukan dan
ketaatan pada hukum-hukum yang mengikat kodrat alamiahnya merupakan suatu
ketentuan yang tidak bisa ditolaknya, karena merupakan bagian dari hukum-hukum
Tuhan yang mengatur kehidupan semesta. Akan tetapi manusia tidak sepenuhnya
terikat oleh hukum-hukum alamiah saja, karena manusia dilebihkan kemampuan
akalnya, sehingga ia mampu mengolah potensi alam menjadi sesuatu yang baru yang
diperlukan bagi kehidupannya. Dalam perkembangannya, manusia pun terikat oleh
hukum-hukum berpikir dalam upaya mengembangkan dan mewujudkan pemikirannya.
Jadi khalifah adalah pengganti yang memegang
kepemimpinan dan kekuasaan dari yang digantikan, ia memiliki wewenang untuk
menentukan pilihan dan bebas untuk menggunakan akalnya. Sedangkan ‘abd adalah seorang yang telah
kehilangan wewenang untuk menentukan pilihan dan kehilangan kebebasan untuk
berbuat. Esensi seorang khalifah
adalah kebebasan dan kreativitas, sedangkan esensi seorang ‘abd adalah ketaatan dan kepatuhan.
Khalifah dan ‘Abd dalam Al-Quran
Bentuk jamak khalifah yaitu khalaifah
dan khulafa’.
Arti kata khalaifa
dipakai Al-Quran untuk menyebut suatu generasi manusia yang tampil menggantikan
generasi sebelumnya yang hancur karena perbuatan zalimnya. Generasi yang
menggantikan mereka yang binasa karena perbuatan zalimnya itu ialah generasi
dari mereka juga, tetapi generasi itu diselamatkan Tuhan karena tetap kuat
imannya, sehingga tidak ikut berbuat zalim, seperti kaum Nabi Nuh a.s.. Generasi
yang selamat itu tumbuh menjadi khalifah-khalifah
membentuk kehidupan baru yang lebih baik. Dalam proses pertumbuhannya satu sama
lain memperoleh hasil yang berbeda yang kemudian menentukan status satu lebih
tinggi daripada yang lainnya. Semua itu menurut Al-Quran merupakan ujian bagi
mereka. Oleh karena itu, jika dengan ujian hidup yang meraka terima mereka
tidak tahan dan kemudian ingkar pada tanda-tanda kebesaran Tuhan, maka tentu
mereka akan menanggung segala akbat yang terjadi dan mendapat kerugian diri
sendiri.
Untuk kata khulafa’, dipakai Al-Quran untuk
menyebut kaum Nabi Hud a.s., yang menggantikan kaum Nabi Nuh a.s. Kata khulafa’ juga dipakai Al-Quran untuk
menyebut kaum Samud yang menggantikan kaum ‘Ad. Kaum Samud ini unggul dalam
pembangunan gedung dan memahat gunung menjadi rumah. Semua proses pergantian
itu, dimungkinkan karena kehendak Allah sendiri, sebagai peringatan agar
manusia tidak melakukan perbuatan zalim, menyekutukan Tuhan.
Tugas kekhalifahan pada dasarnya adalah tugas
kebudayaan yang berciri kreatif agar selalu dapat menciptakan sesuatu yang baru
sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat. Tugas
kebudayaan seorang khalifah yang
bertumpu pada pengetahuan konseptual yang bertujuan untuk mencapai kemakmuran
dan kesejahtraan hidup di bumi pada dasarnya tidak hanya berkaitan dengan
kapasitas intelektualnya saja, tetapi juga berkaitan dengan tuntutan moral.
Kata ‘abd jamaknya adalah ‘ibad dan
‘abid.
Kata ‘ibad
dipakai untuk menyebut hamba sahaya. Kata ‘ibad
dan ‘abid juga digunakan untuk
menyebut semua manusia. ‘Abd dipakai
dalam dua konteks, yang menbawa pengertian berbeda. Pengertian pertama adalah
untuk manusia yang dalam suatu kehidupan masyarakat ia tidak mempunyai
kebebasan sama sekali untuk menentukan kehendaknya, yaitu hamba sahaya yang
dapat diperdagangkan sekehendak tuan yang memilikinya. Sedangkan pengertian
yang kedua dipakai dalam hubungannya dengan Tuhan yang menempatkan manusia pada
posisi yang harus tunduk dan patuh, sebagai kepatuhan dan ketundukan ciptaan
kepada penciptanya.
Penghambaan pada
hakikatnya hanya layak terjadi antara manusia dengan Tuhan. Ketidak mauan
manusia menghamba kepada tuhan akan mengakibatkan ia menghamba kepada dirinya,
menghamba pada hawa nafsunya.
Dalam kehidupan
masyarakat beragama pada umumnya ketaatan dan kepatuhan kepada Tuhan seringkali
diartikan ketaatan dan kepatuhan seseorang terhadap ajaran agama. Ajaran agama
itu kemudian dimengerti sangat formal seperti yang tercermin dalam
ketentuan-ketentuan peribadatan.
Pemahaman
teramat formal terhadap agama atau formalism agama dalam kehidupan masyarakat
melahirkan kepekaan yang sangat kuat terhadap ketentuan-ketentuan formal
keagamaan tetapi mengabaikan kepekaan sosial dan moral. Seakan kepribadatan
kepada Tuhan hanya akan diterima jika seseorang memenuhi ketentuan formalnya,
meskipun realitas prilaku sosial dan moralnya rendah. Pendangkalan pemahaman
tersebut menjadikan seseorang menjadi bersikap asosial dan amoral yang
mengakibatkan seseorang sesat dan berbuat kerusakan.
Manusia
disamping sebagai Khalifah Allah fi
al-ardi ia pun juga ‘abd Allah,
kedudukannya sebagai wakil Tuhan diwujudkan dalam ketaatan yang sepenuh hati
kepada Tuhan. ‘Abd atau hamba tuhan
memiliki arti positif seperti nabi-nabi Allah yang hidup sepenuhnya untuk
merealisasikan hukum-hukum Allah, kebenaran-kebenaran yang ada dalam setiap
ciptaannya, serta mewujudkan kebersamaan hidup dalam prinsip keadilan. Keduanya
merupakan satu kesatuan dalam membentuk kebudayaan. Kebudayaan dibentuk oleh
adanya pemikiran terhadap alam sekitarnya dan pemahaman terhadap hukum-hukumnya
yang kemudian diwujudkan dalam tindakan. Dimensi akal yang melahirkan gagasan
dan perwujudannya dalam tindakan adalah dimensi insan dan basyar, yang
keduanya secara ontologism merupakan basis utama terbentuknya kebudayaan.
Hubungan Insan-Basyar dan
Khalifah-‘Abd
Kata Insan menunjuk pada dimensi akalnya,
sedangkan basyar menunjuk pada
dimensi tindakan lahiriahnya, yang keduanya pada dasarnya merupakan satu
kesatuan makna, manusia disebut manusia karena kesatuan akal dengan
tindakannya.
Kesatuan
fungsional insan dan basyar adalah kesatuan khalifah dan ‘abd. Sebagai insan
manusia adalah khalifah dan sebagai basyar manusia adalah ‘abd.
Sebagai insan dengan kapasitas akalnya manusia
memerankan diri sebagai khalifah, ia
menerima pelajaran dari Tuhan tentang apa yang tiada diketahuinya dan al-bayan, keterangan logis.
Hubungan antara
dimensi insane dan basyar adalah hubungan yang terjalin
erat, yang antara satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan dan tidak dapat
saling meniadakan, sehingga pemisahan antara keduanya mengakibatkan manusia
kehilangan kemanusiaannya.
Demikian juga
halnya dengan hubungan antara khalifah
dan ‘abd, keduanya pada dasarnya
merupakan kesatuan yang membentuk kebudayaan. Seorang khalifah adalah sekaligus juga seorang ‘abd dihadapan Tuhan, dan sebagai ‘abd manusia mempunyai tuntutan kodrat alamiahnya yang harus patuh dan tunduk pada hukum-hukum
Tuhan. Dengan demikian, maka kebebasan kreatif yang dimiliki manusia sebagai khalifah yang diwujudkan dalam tindakan
membawanya berhadapan dengan tuntutan kodratnya sebagai ‘abd yang menempatkan posisinya sebagai yang terbatas.
Oleh karena itu,
pembentukan kebudayaan sebagai realisasi diri dari kesatuan insan-basyar dan khalifah-‘abd haruslah tunduk pada hukum-hukum Tuhan.
Hubungan Insan dengan
Khalifah dan Basyar dengan ‘Abd
Dari konteks
penggunaan kata insan dalam Al-Quran,
kiranya dapat ditarik suatu pengertian bahwa kata insan mempunyai hubungan yang sangat logis fungsional dengan khalifah. Kata insan mempunyai pengertian manusia yang berakal dan dengan akalnya
manusia menyusun konsep-konsep keilmuan. Dengan konsep keilmuan, manusia dapat
bertindak sebagai khalifah untuk
mewujudkan kemakmuran di muka bumi.
Pemakaian kata basyar mempunyai hubungan yang logis
fungsional dengan kata ‘abd. Basyar disini dipahami dalam pengertian
manusia dalam bangun struktur tubuhnya (fisik), dan secara fisik manusia tunduk
dan patuh pada dorongan kekuatan alamiahnya. Seorang basyar pada tingkat yang paling tinggi adalah seorang yang patuh
dan tunduk pada hukum-hukum Tuhan. Sebagai basyar-‘abd
manusia berhadapan dengan keharusan-keharusan moral, keharusan-keharusan
teologis.
Manusia sebagai insan-khalifah yang menyusun
konsep-konsep, maka perwujudan konsep-konsep itu dalam kehidupan adalah
merupakan realisasi dari realitasnya sebagai basyar-‘abd.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar