1.Masuknya Islam ke Spanyol (Andalus)
Spanyol diduduki umat Islam pada zaman khalifah Al-Walid Rahimahullah (705-715 M),
salah seorang khalifah dari Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus,
dimana Ummat Islam
sebelumnya telah mengusasi Afrika Utara. Dalam proses penaklukan Spanyol ini
terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling berjasa yaitu Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad, dan Musa ibn Nushair Rahimahullahum
ajma’in.
Spanyol diduduki umat Islam pada zaman
Khalifah Al-Walid Rahimahullah (705-715 M),
salah seorang khalifah dari Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus.
Sebelum penaklukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika
Utara dan menjadikannya sebagai salah satu propinsi dari dinasti Bani Umayah, Penguasaan sepenuhnya atas Afrika
Utara itu terjadi di zaman Khalifah Abdul Malik Ibn Marwan Rahimahullah
(685-705 M). Khalifah Abd al-Malik Rahimahullah mengangkat Hasan ibn Nu'man
al-Ghassani Rahimahullah menjadi gubernur di daerah itu. Pada masa
Khalifah al-Walid, Hasan ibn Nu'man Rahimahullah sudah digantikan oleh Musa ibn Nushair Rahimahullah.
Di zaman al-Walid itu, Musa ibn Nushair Rahimahullah
memperluas wilayah kekuasaannya dengan menduduki Aljazair dan Maroko.
Selain itu, ia juga menyempurnakan penaklukan ke
daerah-daerah bekas kekuasaan bangsa Barbar di pegunungan-pegunungan, sehingga
mereka menyatakan setia dan berjanji tidak akan membuat kekacauan-kekacauan
seperti yang pernah mereka lakukan sebelumnya. Penaklukan atas wilayah Afrika
Utara itu dari pertama kali dikalahkan sampai menjadi salah satu propinsi
dari Khilafah Bani Umayah memakan waktu selama 53 tahun, yaitu mulai tahun
30 H (masa pemerintahan Muawiyah ibn Abi Sufyan Radhiallahu
‘anhu) sampai tahun 83 H (masa al-Walid Rahimahullah). Sebelum
dikalahkan dan kemudian dikuasai Islam, di kawasan ini terdapat kantung-kantung yang menjadi
basis kekuasaan kerajaan Romawi, yaitu kerajaan Gothik. Kerajaan ini sering
menghasut penduduk agar membuat kerusuhan dan menentang kekuasaan Islam. Setelah
kawasan ini betul-betul dapat dikuasai, umat Islam mulai
memusatkan perhatiannya untuk menaklukkan Spanyol. Dengan
demikian, Afrika Utara menjadi batu loncatan bagi kaum muslimin
dalam penaklukan wilayah Spanyol.
Dalam proses penaklukan spanyol terdapat
tiga pahlawan Islam
yang dapat dikatakan paling berjasa memimpin satuan-satuan pasukan ke sana. Mereka adalah Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad, dan Musa ibn Nushair Rahimahullahum
ajma’in. Tharif dapat disebut sebagai perintis dan penyelidik. Ia
menyeberangi selat yang berada di antara Maroko dan benua Eropa itu dengan satu
pasukan perang, lima
ratus orang diantaranya adalah tentara berkuda, mereka menaiki empat buah kapal
yang disediakan oleh Julian. Dalam penyerbuan itu Tharif tidak
mendapat perlawanan yang berarti. Ia menang dan kembali ke Afrika
Utara membawa harta rampasan yang tidak sedikit jumlahnya. Didorong oleh
keberhasilan Tharif dan kemelut yang terjadi dalam tubuh kerajaan Visigothic yang
berkuasa di Spanyol
pada saat itu, serta dorongan yang besar untuk memperoleh harta rampasan
perang, Musa ibn Nushair pada tahun 711
M mengirim pasukan ke spanyol sebanyak 7000 orang di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad Rahimahullah.
Thariq ibn Ziyad Rahimahullah
lebih banyak dikenal sebagai penakluk Spanyol karena
pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari
sebagian besar suku Barbar yang didukung oleh Musa ibn Nushair Rahimahullah
dan sebagian lagi orang Arab
yang dikirim Khalifah al-Walid Rahimahullah. Pasukan itu
kemudian menyeberangi Selat di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad Rahimahullah.
Sebuah gunung tempat pertama kali Thariq dan pasukannya mendarat dan menyiapkan
pasukannya, dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Dengan dikuasainya
daerah ini, maka terbukalah pintu secara luas untuk memasuki Spanyol. Dalam
pertempuran di suatu tempat yang bernama Bakkah, Raja Roderick dapat dikalahkan. Dari situ Thariq
Rahimahullah dan pasukannya terus menaklukkan kota-kota penting, seperti
Cordova, Granada dan Toledo (ibu kota kerajaan Gothik saat itu). Sebelum
Thariq Rahimahullah berhasil menaklukkan kota
Toledo, ia
meminta tambahan pasukan kepada Musa ibn Nushair Rahimahullah
di Afrika
Utara. Musa mengirimkan tambahan pasukan sebanyak 5000 personel, sehingga
jumlah pasukan Thariq seluruhnya 12.000 orang. Jumlah ini belum sebanding
dengan pasukan Gothik
yang jauh lebih besar, 100.000 orang.
Kemenangan pertama yang dicapai oleh Thariq ibn Ziyad Rahimahullah
membuat jalan untuk penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Untuk itu, Musa ibn Nushair Rahimahullah
merasa perlu melibatkan diri dalam gelanggang pertempuran dengan maksud
membantu perjuangan Thariq. Dengan suatu pasukan yang besar, ia berangkat
menyeberangi selat itu, dan satu persatu kota
yang dilewatinya dapat ditaklukkannya. Setelah Musa Rahimahullah
berhasil menaklukkan Sidonia, Karmona, Seville, dan Merida serta
mengalahkan penguasa kerajaan Gothic, Theodomir di Orihuela, ia bergabung dengan Thariq di Toledo.
Selanjutnya, keduanya berhasil menguasai seluruh kota
penting di Spanyol,
termasuk bagian utaranya, mulai dari Saragosa sampai Navarre.
Gelombang perluasan wilayah berikutnya muncul
pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Abd al-Aziz Rahimahullah
tahun 99 H/717 M. Kali ini sasaran ditujukan untuk menguasai daerah sekitar
pegunungan Pyrenia dan Perancis
Selatan. Pimpinan pasukan dipercayakan kepada Al-Samah Rahimahullah, tetapi
usahanya itu gagal dan ia sendiri terbunuh pada tahun 102 H.
Selanjutnya, pimpinan pasukan diserahkan kepada Abdurrahman ibn
Abdullah al-Ghafiqi Rahimahullah. Dengan pasukannya, ia menyerang kota Bordreu, Poiter, dan dari sini ia mencoba menyerang kota Tours. Akan tetapi, diantara kota Poiter dan Tours itu ia ditahan
oleh Charles Martel, sehingga penyerangan
ke Perancis
gagal dan tentara yang dipimpinnya mundur kembali ke Spanyol.
Sesudah itu, masih juga terdapat
penyerangan-penyerangan, seperti ke Avirignon tahun 734 M, ke Lyon tahun 743 M,
dan pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah,
Majorca, Corsia, Sardinia, Creta, Rhodes, Cyprus dan
sebagian dari Sicilia
juga jatuh ke tangan Islam
di zaman Bani Umayah. Gelombang kedua terbesar dari penyerbuan kaum Muslimin
yang geraknya dimulai pada permulaan abad ke-8 M ini, telah menjangkau seluruh Spanyol dan
melebar jauh menjangkau Perancis Tengah dan bagian-bagian
penting dari Italia.
Kemenangan-kemenangan yang dicapai umat Islam nampak begitu
mudah. Hal itu tidak dapat dipisahkan dari adanya faktor eksternal dan internal
yang menguntungkan.
Yang dimaksud dengan faktor eksternal adalah
suatu kondisi yang terdapat di dalam negeri Spanyol sendiri.
Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi
sosial, politik, dan ekonomi negeri ini berada dalam keadaan menyedihkan.
Secara politik, wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke dalam beberapa
negeri kecil. Bersamaan dengan itu penguasa Gothic bersikap
tidak toleran terhadap aliran agama yang dianut oleh penguasa, yaitu aliran
Monofisit, apalagi terhadap penganut agama lain, Yahudi. Penganut
agama Yahudi
yang merupakan bagian terbesar dari penduduk Spanyol dipaksa
dibaptis menurut agama Kristen. Yang tidak bersedia disiksa, dan dibunuh secara
brutal.
Rakyat dibagi-bagi ke dalam sistem kelas,
sehingga keadaannya diliputi oleh kemelaratan, ketertindasan, dan ketiadaan
persamaan hak. Di dalam situasi seperti itu, kaum tertindas menanti kedatangan
juru pembebas, dan juru pembebasnya mereka temukan dari orang Islam. Berkenaan
dengan itu Amer Ali, seperti dikutip oleh Imamuddin mengatakan, ketika Afrika (Timur dan
Barat) menikmati kenyamanan dalam segi material, kebersamaan, keadilan, dan
kesejahteraan, tetangganya di jazirah Spanyol berada
dalam keadaan menyedihkan di bawah kekuasaan tangan besi penguasa Visighotic. Di sisi lain, kerajaan berada
dalam kemelut yang membawa akibat pada penderitaan masyarakat. Akibat perlakuan
yang keji, koloni-koloni Yahudi yang penting menjadi tempat-tempat perlawanan dan
pemberontakkan. Perpecahan dalam negeri Spanyol ini
banyak membantu keberhasilan campur tangan Islam di tahun 711
M. Perpecahan itu amat banyak coraknya, dan sudah ada jauh sebelum kerajaan Gothic berdiri.
Perpecahan politik memperburuk keadaan ekonomi
masyarakat. Ketika Islam
masuk ke Spanyol,
ekonomi masyarakat dalam keadaan lumpuh. Padahal, sewaktu Spanyol masih
berada di bawah pemerintahan Romawi (Byzantine), berkat kesuburan tanahnya, pertanian maju pesat.
Demikian juga pertambangan, industri dan perdagangan karena didukung oleh
sarana transportasi yang baik. Akan tetapi, setelah Spanyol berada di
bawah kekuasaan kerajaan Goth, perekonomian lumpuh dan kesejahteraan masyarakat menurun.
Hektaran tanah dibiarkan terlantar tanpa digarap, beberapa pabrik ditutup, dan
antara satu daerah dan daerah lain sulit dilalui akibat jalan-jalan tidak
mendapat perawatan.
Buruknya kondisi sosial, ekonomi, dan keagamaan
tersebut terutama disebabkan oleh keadaan politik yang kacau. Kondisi terburuk
terjadi pada masa pemerintahan Raja Roderick, Raja Goth terakhir yang
dikalahkan Islam.
Awal kehancuran kerajaan Ghoth adalah ketika Raja Roderick memindahkan ibu kota negaranya
dari Seville ke Toledo, sementara Witiza, yang saat itu menjadi penguasa atas
wilayah Toledo,
diberhentikan begitu saja. Keadaan
ini memancing amarah dari Oppas dan Achila, kakak dan anak Witiza. Keduanya kemudian bangkit menghimpun
kekuatan untuk menjatuhkan Roderick. Mereka pergi ke Afrika Utara dan bergabung dengan kaum muslimin. Sementara
itu terjadi pula konflik antara Roderick dengan Ratu Julian, mantan penguasa wilayah Septah. Julian juga bergabung dengan kaum Muslimin
di Afrika
Utara dan mendukung usaha umat Islam untuk menguasai Spanyol, Julian bahkan memberikan pinjaman empat buah
kapal yang dipakai oleh Tharif, Tariq dan Musa Rahimahumullah.
Hal menguntungkan tentara Islam lainnya adalah
bahwa tentara Roderick yang terdiri dari para budak yang
tertindas tidak lagi mempunyai semangat perang Selain itu, orang Yahudi yang selama
ini tertekan juga mengadakan persekutuan dan memberikan bantuan bagi perjuangan
kaum Muslimin.
Adapun yang dimaksud dengan faktor internal
adalah suatu kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa, tokon-tokoh pejuang
dan para prajurit Islam
yang terlibat dalam penaklukan wilayah Spanyol pada
khususnya. Para pemimpin adalah tokoh-tokoh
yang kuat, tentaranya kompak, bersatu, dan penuh percaya diri. Mereka pun
cakap, berani, dan tabah dalam menghadapi setiap persoalan. Yang tak kalah
pentingnya adalah ajaran Islam yang ditunjukkan para tentara Islam, yaitu
toleransi, persaudaraan, dan tolong menolong. Sikap toleransi agama dan
persaudaraan yang terdapat dalam pribadi kaum muslimin
itu menyebabkan penduduk Spanyol menyambut kehadiran Islam di sana.
2.Perkembangan Islam di Spanyol (Andalus)
Perkembangan Islam di Spanyol yang
berlangsung lebih dari tujuh setengah abad, Islam memainkan
peranan yang sangat besar. Sejarah panjang yang dilalui Umat Islam di Spanyol ini dapat
dibagi menjadi enam periode, dimana tiap periode mempunyai corak pemerintahan
dan dinamika masyarakat tersendiri. Sejak pertama kali menginjakkan kaki di
tanah Spanyol
hingga jatuhnya kerajaan Islam terakhir di sana,
Islam memainkan
peranan yang sangat besar. Masa itu berlangsung lebih dari tujuh setengah abad
sejarah panjang yang dilalui umat Islam di Spanyol, itu dapat dibagi menjadi
enam periode, yaitu :
1. Periode Pertama (711-755 M).
Pada periode ini Spanyol berada di
bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh Khalifah Bani Umayah yang berpusat di Damaskus. Pada
periode ini stabilitas politik negeri Spanyol belum
tercapai secara sempurna, gangguan-gangguan masih terjadi, baik datang dari
dalam maupun dari luar. Gangguan dari dalam antara lain berupa perselisihan di
antara elite penguasa, terutama akibat perbedaan etnis dan golongan. Disamping
itu, terdapat perbedaan pandangan antara khalifah di Damaskus dan
gubernur Afrika Utara yang berpusat di Kairwan. Masing-masing mengaku bahwa
merekalah yang paling berhak menguasai daerah Spanyol ini.
Oleh karena itu, terjadi dua puluh kali
pergantian wali (gubernur) Spanyol dalam jangka waktu yang amat singkat. Perbedaan
pandangan politik itu menyebabkan seringnya terjadi perang saudara. Hal ini ada
hubungannya dengan perbedaan etnis, terutama, antara Barbar asal Afrika
Utara dan Arab.
Di dalam etnis Arab
sendiri terdapat dua golongan yang terus-menerus bersaing, yaitu suku Quraisy (Arab Utara) dan Arab Yamani (Arab Selatan). Perbedaan etnis ini
seringkali menimbulkan konflik politik, terutama ketika tidak ada figur yang
tangguh. Itulah sebabnya di Spanyol pada saat itu tidak ada gubernur yang mampu
mempertahankan kekuasaannya untuk jangka waktu yang agak lama.
Gangguan dari luar datang dari sisa-sisa musuh Islam di Spanyol yang
bertempat tinggal di daerah-daerah pegunungan yang memang tidak pernah mau
tunduk kepada pemerintahan Islam. Gerakan ini terus memperkuat diri. Setelah berjuang
lebih dari 500 tahun, akhirnya mereka mampu mengusir Islam dari bumi Spanyol. Karena
seringnya terjadi konflik internal dan berperang menghadapi musuh dari luar,
maka dalam periode ini Islam Spanyol belum memasuki kegiatan pembangunan di bidang
peradaban dan kebudayaan. Periode ini berakhir dengan datangnya Abdurrahman al-Dakhil ke Spanyol pada tahun
138 H/755 M.
2. Periode Kedua (755-912 M)
Pada periode ini. Spanyol berada di
bawah pemerintahan seorang yang bergelar amir (panglima atau gubernur) tetapi
tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam, yang ketika
itu dipegang oleh khalifah Abbasiyah di Baghdad.
Amir pertama adalah Abdurrahman I yang memasuki Spanyol tahun
138 H/755 M dan diberi gelar Al-Dakhil (Yang Masuk ke Spanyol). Dia
adalah keturunan Bani Umayyah yang berhasil lolos dari kejaran
Bani Abbas ketika yang terakhir ini berhasil menaklukkan Bani Umayyah
di Damaskus.
Selanjutnya, ia berhasil mendirikan dinasti Bani Umayyah di Spanyol.
Penguasa-penguasa Spanyol
pada periode ini adalah Abdurrahman al-Dakhil, Hisyam I, Hakam I, Abdurrahman al-Ausath, Muhammad ibn Abdurrahman, Munzir ibn Muhammad, dan Abdullah ibn Muhammad.
Pada periode ini, umat Islam Spanyol mulai
memperoleh kemajuan-kemajuan, baik dalam bidang politik maupun dalam bidang
peradaban. Abdurrahman al-Dakhil
mendirikan masjid Cordova dan sekolah-sekolah di kota-kota
besar Spanyol.
Hisyam I dikenal berjasa dalam menegakkan
hukum Islam, dan Hakam I dikenal sebagai pembaharu dalam
bidang kemiliteran. Dialah yang memprakarsai tentara bayaran di Spanyol.
Sedangkan Abdurrahman al-Ausath dikenal
sebagai penguasa yang cinta ilmu. Pemikiran filsafat juga mulai masuk pada
periode ini, terutama di zaman Abdurrahman al-Aushath. Ia
mengundang para ahli dari dunia Islam lainnya untuk datang ke Spanyol sehingga
kegiatan ilmu pengetahuan di Spanyol mulai semarak.
Sekalipun demikian, berbagai ancaman dan
kerusuhan terjadi. Pada pertengahan abad ke-9 stabilitas negara terganggu
dengan munculnya gerakan Kristen fanatik yang mencari
kesyahidan. Namun, Gereja Kristen lainnya di seluruh Spanyol tidak
menaruh simpati pada gerakan itu, karena pemerintah Islam mengembangkan
kebebasan beragama. Penduduk Kristen diperbolehkan memiliki pengadilan sendiri berdasarkan hukum Kristen. Peribadatan tidak
dihalangi. Lebih dari itu, mereka diizinkan mendirikan gereja baru, biara-biara disamping asrama rahib atau lainnya. Mereka juga tidak
dihalangi bekerja sebagai pegawai pemerintahan atau menjadi karyawan pada
instansi militer.
Gangguan politik yang paling serius pada periode
ini datang dari umat Islam
sendiri. Golongan pemberontak di Toledo pada tahun 852 M membentuk negara kota yang berlangsung
selama 80 tahun. Disamping itu sejumlah orang yang tak puas
membangkitkan revolusi. Yang terpenting diantaranya adalah pemberontakan yang
dipimpin oleh Hafshun dan anaknya yang berpusat di
pegunungan dekat Malaga.
Sementara itu, perselisihan antara orang-orang Barbar dan orang-orang Arab masih sering
terjadi.
3. Periode Ketiga (912-1013 M)
Periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abdurrahman
III yang bergelar An-Nasir sampai munculnya "raja- raja kelompok" yang
dikenal dengan sebutan Muluk al-Thawaij. Pada periode ini Spanyol diperintah
oleh penguasa dengan gelar khalifah, penggunaan gelar khalifah
tersebut bermula dari berita yang sampai kepada Abdurrahman
III, bahwa Al-Muktadir, Khalifah daulat Bani Abbas
di Baghdad
meninggal dunia dibunuh oleh pengawalnya sendiri. Menurut penilaiannya, keadaan
ini menunjukkan bahwa suasana pemerintahan Abbasiyah
sedang berada dalam kemelut. Ia berpendapat bahwa saat ini merupakan saat yang
paling tepat untuk memakai gelar khalifah yang telah hilang dari kekuasaan Bani
Umayyah selama 150 tahun lebih. Karena itulah, gelar ini
dipakai mulai tahun 929 M. Khalifah-khalifah besar yang memerintah pada
periode ini ada tiga orang, yaitu Abdurrahman al-Nashir (912-961
M), Hakam II (961-976 M), dan Hisyam II (976-1009
M).
Pada periode ini umat Islam Spanyol mencapai
puncak kemajuan dan kejayaan menyaingi kejayaan daulat Abbasiyah
di Baghdad.
Abdurrahman al-Nashir
mendirikan universitas Cordova. Perpustakaannya memiliki koleksi
ratusan ribu buku. Hakam II juga seorang kolektor buku dan
pendiri perpustakaan. Pada masa ini, masyarakat dapat menikmati kesejahteraan
dan kemakmuran. Pembangunan kota
berlangsung cepat.
Awal dari kehancuran khilafah Bani
Umayyah di Spanyol adalah ketika Hisyam naik tahta dalam usia sebelas
tahun. Oleh karena itu kekuasaan
aktual berada di tangan para pejabat. Pada tahun 981 M, Khalifah
menunjuk Ibn Abi Amir sebagai pemegang
kekuasaan secara mutlak. Dia seorang yang ambisius yang berhasil menancapkan
kekuasaannya dan melebarkan wilayah kekuasaan Islam dengan menyingkirkan rekan-rekan dan saingan-saingannya. Atas
keberhasilan-keberhasilannya, ia mendapat gelar al-Manshur Billah. Ia
wafat pada tahun 1002 M dan digantikan oleh anaknya al-Muzaffar yang masih dapat mempertahankan
keunggulan kerajaan. Akan tetapi, setelah wafat pada tahun 1008 M, ia
digantikan oleh adiknya yang tidak memiliki kualitas bagi jabatan itu. Dalam
beberapa tahun saja, negara yang tadinya makmur dilanda kekacauan dan akhirnya
kehancuran total. Pada tahun 1009 M khalifah mengundurkan diri. Beberapa orang yang dicoba untuk menduduki jabatan itu
tidak ada yang sanggup memperbaiki keadaan. Akhirnya pada tahun 1013 M,
Dewan Menteri yang memerintah Cordova menghapuskan jabatan khalifah. Ketika itu, Spanyol sudah terpecah dalam banyak sekali negara
kecil yang berpusat di kota-kota tertentu.
4. Periode Keempat (1013-1086 M)
Pada
periode ini, Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh
negara kecil di bawah pemerintahan raja-raja golongan atau Al-Mulukuth Thawaif,
yang berpusat di suatu kota seperti Seville, Cordova, Toledo, dan sebagainya. Yang terbesar diantaranya adalah Abbadiyah di Seville. Pada periode ini umat Islam Spanyol kembali memasuki masa pertikaian intern.
Ironisnya, kalau terjadi perang saudara, ada diantara pihak-pihak yang bertikai
itu yang meminta bantuan kepada raja-raja Kristen. Melihat
kelemahan dan kekacauan yang menimpa keadaan politik Islam itu, untuk pertama kalinya orang-orang Kristen pada
periode ini mulai mengambil inisiatif penyerangan. Meskipun kehidupan politik
tidak stabil, namun kehidupan intelektual terus berkembang pada periode ini.
Istana-istana mendorong para sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan
perlindungan dari satu istana ke istana lain.
5. Periode Kelima (1086-1248 M)
Pada
periode ini Spanyol Islam
meskipun masih terpecah dalam beberapa negara, tetapi terdapat satu kekuatan
yang dominan, yaitu kekuasaan daulah Murabithun (860-1143 M) dan daulah Muwahhidun (1146-1235 M). Dinasti Murabithun pada mulanya
adalah sebuah gerakan politik yang didirikan oleh Yusuf ibn Tasyfin di Afrika
Utara. Pada tahun 1062 M ia berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang
berpusat di Marakisy. Ia masuk ke Spanyol atas
"undangan" penguasa-penguasa Islam di sana yang tengah memikul
beban berat perjuangan mempertahankan negeri-negerinya dari serangan-serangan
orang-orang Kristen. Ia dan tentaranya memasuki Spanyol pada tahun 1086 M dan
berhasil mengalahkan pasukan Castilia.
Karena perpecahan di kalangan raja-raja muslim, Yusuf
melangkah lebih jauh untuk menguasai Spanyol dan ia
berhasil untuk itu. Akan tetapi, penguasa-penguasa sesudah ibn Tasyfin adalah
raja-raja yang lemah. Pada tahun 1143 M, kekuasaan dinasti ini berakhir,
baik di Afrika
Utara maupun di Spanyol dan digantikan oleh daulah Muwahhidun. Pada masa daulah Murabithun, Saragossa jatuh ke tangan Kristen,
tepatnya tahun 1118 M. Di Spanyol sendiri, sepeninggal dinasti ini, pada mulanya muncul
kembali dinasti-dinasti kecil, tapi hanya berlangsung tiga tahun. Pada tahun
1146 M penguasa dinasti Muwahhidun yang berpusat
di Afrika
Utara merebut daerah ini. Muwahhidun didirikan oleh Muhammad ibn Tumart (w. 1128).
Dinasti ini datang ke Spanyol di bawah pimpinan Abdul Mun'im. Antara tahun 1114
dan 1154 M, kota-kota muslim penting, Cordova, Almeria, dan Granada, jatuh ke
bawah kekuasaannya.
Untuk jangka beberapa dekade, daulah ini
mengalami banyak kemajuan. Kekuatan-kekuatan Kristen
dapat dipukul mundur. Akan tetapi tidak lama setelah itu, Muwahhidun mengalami keambrukan. Pada tahun
1212 M, tentara Kristen memperoleh kemenangan besar di Las Navas de Tolesa. Kekalahan-kekalahan yang dialami Muwahhidun menyebabkan penguasanya
memilih untuk meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika
Utara tahun 1235 M. Keadaan Spanyol kembali
runyam, berada di bawah penguasa-penguasa kecil. Dalam kondisi demikian, umat Islam tidak mampu bertahan dari serangan-serangan Kristen yang
semakin besar. Tahun 1238
M Cordova jatuh ke tangan penguasa Kristen dan Seville jatuh tahun 1248 M. Seluruh
Spanyol kecuali Granada lepas dari kekuatan Islam.
6. Periode Keenam (1248-1492 M)
Pada
periode ini, Islam hanya berkuasa di daerah Granada, di bawah dinasti Bani
Ahmar (1232-1492). Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti di zaman Abdurrahman an-Nashir. Akan tetapi, secara politik, dinasti ini hanya berkuasa di wilayah yang
kecil. Kekuasaan Islam yang merupakan pertahanan terakhir di Spanyol ini berakhir karena perselisihan orang-orang istana dalam memperebutkan
kekuasaan. Abu Abdullah Muhammad merasa tidak senang
kepada ayahnya karena menunjuk anaknya yang lain sebagai penggantinya menjadi
raja. Dia memberontak dan berusaha merampas kekuasaan. Dalam pemberontakan itu,
ayahnya terbunuh dan digantikan oleh Muhammad ibn Sa'ad. Abu Abdullah kemudian meminta bantuan
kepada Ferdinand
dan Isabella
untuk menjatuhkannya. Dua penguasa Kristen
ini dapat mengalahkan penguasa yang sah dan Abu Abdullah naik tahta.
Tentu
saja, Ferdinand dan Isabella yang mempersatukan dua kerajaan besar Kristen melalui
perkawinan itu tidak cukup merasa puas. Keduanya ingin merebut kekuasaan
terakhir umat Islam di Spanyol. Abu Abdullah tidak
kuasa menahan serangan-serangan orang Kristen tersebut
dan pada akhirnya mengaku kalah. Ia menyerahkan kekuasaan kepada Ferdinand dan Isabella, kemudian
hijrah ke Afrika Utara. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol tahun 1492 M. Umat Islam setelah itu dihadapkan kepada dua pilihan, masuk Kristen atau pergi
meninggal Spanyol. Pada tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak
ada lagi umat Islam di daerah ini.
3.Kemajuan Peradaban
Umat Islam di Spanyol telah mencapai kejayaan yang gemilang, banyak
prestasi yang mereka peroleh, bahkan pengaruhnya membawa Eropa dan juga dunia kepada kemajuan yang lebih kompleks, terutama dalam hal
kemajuan intelektual. Dalam masa lebih dari tujuh abad kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam telah mencapai kejayaannya di sana. Banyak prestasi yang mereka peroleh,
bahkan pengaruhnya membawa Eropa, dan kemudian dunia, kepada kemajuan yang
lebih kompleks.
1. Kemajuan Intelektual
Spanyol
adalah negeri yang subur. Kesuburan itu mendatangkan penghasilan ekonomi yang
tinggi dan pada gilirannya banyak menghasilkan pemikir. Masyarakat Spanyol Islam
merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari komunitas-komunitas Arab (Utara dan Selatan), al-Muwalladun
(orang-orang Spanyol yang masuk Islam), Barbar (umat Islam yang berasal dari Afrika Utara), al-Shaqalibah
(penduduk daerah antara Konstantinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman dan dijual kepada penguasa Islam untuk dijadikan tentara bayaran), Yahudi, Kristen Muzareb yang
berbudaya Arab, dan Kristen yang masih
menentang kehadiran Islam. Semua komunitas itu, kecuali yang
terakhir, memberikan saham intelektual terhadap terbentuknya lingkungan budaya Andalus yang
melahirkan Kebangkitan Ilmiah, sastra, dan pembangunan fisik di Spanyol.
a.
Filsafat
Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat brilian dalam bentangan
sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyeberangan yang
dilalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad ke-12. Minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M selama
pemerintahan penguasa Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad ibn Abdurrahman (832-886 M).
Atas
inisiatif al-Hakam (961-976 M), karya-karya ilmiah dan filosofis diimpor dari Timur dalam jumlah
besar, sehingga Cordova dengan perpustakaan dan
universitas-universitasnya mampu menyaingi Baghdad sebagai
pusat utama ilmu pengetahuan di dunia Islam. Apa yang dilakukan oleh para pemimpin dinasti Bani Umayyah
di Spanyol ini merupakan persiapan untuk melahirkan
filosof-filosof besar pada masa sesudahnya.
Tokoh
utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn
Bajjah. Dilahirkan di Saragossa, ia pindah ke Sevilla dan Granada. Meninggal karena keracunan di Fezzan tahun 1138 M dalam usia yang
masih muda. Seperti al-Farabi dan Ibn
Sina di Timur, masalah
yang dikemukakannya bersifat etis dan eskatologis. Magnum opusnya adalah Tadbir al-Mutawahhid. Tokoh
utama kedua adalah Abu Bakr ibn Thufail, penduduk
asli Wadi Asy, sebuah dusun kecil di sebelah
timur Granada
dan wafat pada usia lanjut tahun 1185 M. Ia banyak menulis masalah
kedokteran, astronomi
dan filsafat.
Karya filsafatnya yang sangat terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan.
Bagian akhir abad ke-12 M menjadi saksi munculnya
seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Ibn Rusyd dari Cordova. Ia lahir tahun 1126 M dan
meninggal tahun 1198 M. Ciri khasnya adalah kecermatan dalam menafsirkan
naskah-naskah Aristoteles dan kehati-hatian dalam menggeluti
masalah-masalah menahun tentang keserasian filsafat dan
agama. Dia juga ahli fiqh
dengan karyanya Bidayatul- Mujtahid.
b. Sains
IImu-ilmu kedokteran,
musik, matematika,
astronomi,
kimia dan
lain-lain juga berkembang dengan baik. Abbas ibn Famas
termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ialah orang pertama yang menemukan pembuatan
kaca dari batu. Ibrahim ibn Yahya
al-Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi. Ia
dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa
lamanya. Ia juga berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak
antara tata surya dan bintang-bintang. Ahmad ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang obat-obatan. Ummul Hasan binti Abi
Ja'far dan saudara perempuan al-Hafidz adalah dua orang ahli kedokteran
dari kalangan wanita.
Dalam bidang sejarah dan geografi,
wilayah Islam
bagian barat melahirkan banyak pemikir terkenal, Ibn Jubair dari Valencia (1145-1228
M) menulis tentang negeri-negeri muslim Mediterania
dan Sicilia
dan Ibn Batuthah dari Tangier (1304-1377
M) mencapai Samudera Pasai dan Cina. Ibnul Khatib (1317-1374 M)
menyusun riwayat Granada,
sedangkan Ibn Khaldun
dari Tunisia
adalah perumus filsafat
sejarah. Semua sejarawan di atas bertempat tinggal
di Spanyol, yang kemudian pindah ke Afrika. Itulah sebagian
nama-nama besar dalam bidang sains.
c.
Fiqh
Dalam
bidang fiqh, Spanyol Islam dikenal
sebagai penganut madzhab Maliki. Yang memperkenalkan madzhab ini di sana
adalah Ziyad ibn Abdurrahman. Perkembangan selanjutnya ditentukan oleh Ibn
Yahya yang menjadi Qadhi pada masa Hisyam Ibn Abdurrahman. Ahli-ahli Fiqh lainnya diantaranya adalah Abu Bakr ibn al-Quthiyah, Munzir Ibn Sa'id al-Baluthi dan Ibn
Hazm yang terkenal.
d.
Musik dan Kesenian
Dalam
bidang musik dan suara, Spanyol Islam
mencapai kecemerlangan dengan tokohnya al-Hasan Ibn Nafi'
yang dijuluki Zaryab. Setiap kali diselenggarkan pertemuan dan
jamuan, Zaryab selalu tampil mempertunjukkan
kebolehannya. Ia juga terkenal sebagai penggubah lagu. Ilmu yang dimiliknya itu
diturunkan kepada anak-anaknya baik pria maupun wanita, dan juga kepada
budak-budak, sehingga kemasyhurannya tersebar luas.
e.
Bahasa dan Sastra
Bahasa Arab telah menjadi bahasa administrasi
dalam pemerintahan Islam di Spanyol. Hal itu dapat diterima oleh orang-orang Islam dan non-Islam. Bahkan, penduduk asli Spanyol menomor-duakan bahasa asli mereka. Mereka juga banyak yang ahli dan mahir
dalam bahasa Arab, baik keterampilan berbicara maupun tata
bahasa. Mereka itu antara lain: Ibn Sayyidih, Ibn
Malik pengarang Aljiyah, Ibn
Khuruf, Ibnul-Hajj, Abu Ali al-Isybili, Abu al-Hasan Ibn Usfur, dan Abu Hayyan al-Ghamathi. Seiring dengan kemajuan bahasa itu, karya-karya sastra bermunculan,
seperti Al-'Iqd al-Farid karya Ibn Abd Rabbih, al-Dzakhirahji
Mahasin Ahl al-Jazirah oleh Ibn
Bassam, Kitab al-Qalaid
buah karya al-Fath ibn Khaqan,
dan banyak lagi yang lain.
2. Kemegahan Pembangunan Fisik
Aspek-aspek
pembangunan fisik yang mendapat perhatian ummat Islam sangat banyak. Dalam
perdagangan, jalan-jalan dan pasar-pasar dibangun. Bidang pertanian demikian
juga. Sistem irigasi baru diperkenalkan kepada masyarakat Spanyol yang tidak mengenal sebelumnya. Dam-dam, kanal-kanal, saluran sekunder,
tersier, dan jembatan-jembatan air didirikan. Tempat-tempat yang tinggi, dengan
begitu, juga mendapat jatah air.
Orang-orang
Arab memperkenalkan pengaturan hidrolik untuk tujuan irigasi. Kalau dam
digunakan untuk mengecek curah air, waduk (kolam) dibuat untuk konservasi
(penyimpanan air). Pengaturan hydrolik itu dibangun dengan memperkenalkan roda
air (water wheel) asal Persia yang dinamakan naurah (Spanyol: Noria). Disamping itu, orang-orang Islam juga memperkenalkan pertanian padi, perkebunan jeruk, kebun-kebun dan
taman-taman.
Industri,
disamping pertanian dan perdagangan, juga merupakan tulang punggung ekonomi Spanyol Islam. Diantaranya adalah tekstil, kayu, kulit, logam,
dan industri barang-barang tembikar. Namun demikian, pembangunan-pembangunan
fisik yang paling menonjol adalah pembangunan gedung-gedung, seperti
pembangunan kota, istana, masjid, pemukiman, dan taman-taman. Diantara
pembangunan yang megah adalah masjid Cordova, kota az-Zahra, Istana Ja'fariyah di Saragosa, tembok Toledo, istana al-Makmun, masjid Seville, dan istana al-Hamra
di Granada.
a.
Cordova
Cordova adalah ibu kota Spanyol sebelum Islam, yang kemudian diambil alih oleh Bani Umayyah.
Oleh penguasa muslim, kota ini dibangun dan diperindah.
Jembatan besar dibangun di atas sungai yang mengalir di tengah kota.
Taman-taman dibangun untuk menghiasi ibu kota Spanyol Islam itu.
Pohon-pohon dan bunga-bunga diimpor dari Timur. Di seputar ibu kota berdiri
istana-istana yang megah yang semakin mempercantik pemandangan, setiap istana
dan taman diberi nama tersendiri dan di puncaknya terpancang istana Damsyik. Diantara
kebanggaan kota Cordova lainnya adalah masjid Cordova.
Menurut ibn al-Dala'i,
terdapat 491 masjid di sana. Disamping itu, ciri khusus kota-kota Islam adalah adanya tempat-tempat pemandian. Di Cordova saja terdapat sekitar 900 pemandian. Di
sekitarnya berdiri perkampungan-perkampungan yang indah. Karena air sungai tak
dapat diminum, penguasa muslim mendirikan saluran air dari pegunungan
yang panjangnya 80 Km.
b.
Granada
Granada adalah tempat pertahanan terakhir ummat Islam di Spanyol. Di sana berkumpul sisa-sisa kekuatan Arab dan pemikir Islam. Posisi Cordova diambil alih oleh Granada di masa-masa akhir kekuasaan Islam di Spanyol. Arsitektur-arsitektur bangunannya terkenal di
seluruh Eropa. Istana al-Hambra yang
indah dan megah adalah pusat dan puncak ketinggian arsitektur Spanyol Islam. Istana
itu dikelilingi taman-taman yang tidak kalah indahnya. Kisah tentang kemajuan
pembangunan fisik ini masih bisa diperpanjang dengan kota dan istana az-Zahra, istana al-Gazar,
menara Girilda dan lain-lain.
3. Faktor-faktor Pendukung Kemajuan
Spanyol Islam, kemajuannya
sangat ditentukan oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa, yang
mampu mempersatukan kekuatan-kekuatan umat Islam, seperti Abdurrahman al-Dakhil, Abdurrahman al-Wasith dan Abdurrahman an-Nashir. Keberhasilan politik pemimpin-pemimpin tersebut ditunjang oleh
kebijaksanaan penguasa-penguasa lainnya yang memelopori kegiatan-kegiatan
ilmiah yang terpenting diantara penguasa dinasti Umayyah di Spanyol dalam hal ini adalah Muhammad ibn Abdurrahman (852-886M) dan al-Hakam II al-Muntashir (961-976M).
Toleransi
beragama ditegakkan oleh para penguasa terhadap penganut agama Kristen dan Yahudi, sehingga mereka ikut berpartisipasi mewujudkan peradaban Arab
Islam di Spanyol. Untuk orang-orang Kristen, sebagaimana juga orang-orang Yahudi, disediakan hakim khusus yang menangani masalah sesuai dengan ajaran agama
mereka masing-masing. Masyarakat Spanyol Islam
merupakan masyarakat majemuk, terdiri dari berbagai komunitas, baik agama
maupun bangsa. Dengan ditegakkannya toleransi beragama, komunitas-komunitas itu
dapat bekerja sama dan menyumbangkan kelebihannya masing masing.
Meskipun
ada persaingan yang sengit antara Abbasiyyah di Baghdad dan Umayyah
di Spanyol, hubungan budaya dari Timur dan Barat tidak
selalu berupa peperangan. Sejak abad ke-11 M dan seterusnya, banyak sarjana
mengadakan perjalanan dari ujung barat wilayah Islam ke ujung timur, sambil membawa buku-buku dan gagasan-gagasan. Hal ini
menunjukkan bahwa meskipun umat Islam terpecah dalam beberapa kesatuan politik, terdapat apa yang disebut
kesatuan budaya dunia Islam.
Perpecahan
politik pada masa Muluk ath-Thawa'if
dan sesudahnya tidak menyebabkan mundurnya peradaban. Masa itu, bahkan
merupakan puncak kemajuan ilmu pengetahuan, kesenian, dan kebudayaan Spanyol Islam. Setiap
dinasti (raja) di Malaga, Toledo, Sevilla, Granada, dan lain-lain berusaha menyaingi Cordova. Kalau sebelumnya Cordova merupakan satu-satunya pusat ilmu dan
peradaban Islam di Spanyol, Muluk ath-Thawa'if
berhasil mendirikan pusat-pusat peradaban baru yang diantaranya justru lebih
maju.
4.Pengaruh Peradaban Spanyol Islam di Eropa
Spanyol merupakan tempat yang paling utama bagi Eropa dalam menyerap peradaban Islam, baik dalam hubungan politik, sosial, maupun perekonomian dan peradaban
antar negara. Kemajuan Eropa yang terus berkembang hingga saat ini
banyak berhutang budi kepada khazanah ilmu pengetahuan Islam yang berkembang di periode klasik. Memang banyak saluran bagaimana peradaban
Islam mempengaruhi Eropa, seperti Sicilia dan Perang Salib, tetapi saluran yang terpenting adalah Spanyol Islam.
Spanyol merupakan tempat yang paling utama bagi Eropa menyerap peradaban Islam, baik dalam bentuk hubungan politik,
sosial, maupun perekonomian dan peradaban antar negara. Orang-orang Eropa menyaksikan kenyataan bahwa Spanyol berada di bawah kekuasaan Islam jauh meninggalkan negara-negara tetangganya Eropa, terutama dalam bidang pemikiran dan sains disamping bangunan fisik. Yang
terpenting diantaranya adalah pemikiran Ibn
Rusyd (1120-1198 M). Ia
melepaskan belenggu taqlid dan menganjurkan kebebasan berpikir. Ia
mengulas pemikiran Aristoteles dengan cara yang memikat minat semua
orang yang berpikiran bebas. Ia mengedepankan sunnatullah menurut pengertian Islam terhadap pantheisme dan anthropomorphisme Kristen. Demikian
besar pengaruhnya di Eropa, hingga di Eropa timbul gerakan Averroeisme (Ibn Rusydisme) yang
menuntut kebebasan berpikir. Pihak gereja menolak pemikiran rasional yang dibawa gerakan Averroeisme ini.
Berawal
dari gerakan Averroeisme inilah di Eropa kemudian lahir reformasi pada abad ke-16 M dan rasionalisme pada abad
ke-17 M. Buku-buku Ibn
Rusyd dicetak di Venessia tahun 1481, 1482, 1483, 1489, dan 1500 M.
Bahkan edisi lengkapnya terbit pada tahun 1553 dan 1557 M. Karya-karyanya juga
diterbitkan pada abad ke-16 M di Napoli, Bologna, Lyonms, dan Strasbourg, dan di awal abad ke 17 M di Jenewa. Pengaruh peradaban Islam, termasuk di dalamnya pemikiran Ibn
Rusyd, ke Eropa berawal dari banyaknya pemuda-pemuda Kristen Eropa yang belajar di universitas-universitas Islam di Spanyol, seperti universitas Cordova, Seville, Malaga, Granada, dan Salamanca. Selama belajar di Spanyol, mereka aktif menerjemahkan buku-buku karya ilmuwan-ilmuwan muslim.
Pusat
penerjemahan itu adalah Toledo. Setelah pulang ke negerinya, mereka
mendirikan sekolah dan universitas yang sama. Universitas di Eropa adalah Universitas
Paris yang didirikan pada
tahun 1231 M, tiga puluh tahun setelah wafatnya Ibn
Rusyd. Di akhir zaman
pertengahan Eropa, baru berdiri 18 buah universitas. Di dalam
universitas-universitas itu, ilmu yang mereka peroleh dari
universitas-universitas Islam diajarkan, seperti ilmu kedokteran, ilmu
pasti, dan filsafat. Pemikiran filsafat yang paling banyak dipelajari adalah
pemikiran al-Farabi, Ibn
Sina dan Ibn
Rusyd.
Pengaruh
ilmu pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak abad ke-12 M itu menimbulkan gerakan
kebangkitan kembali (renaissance) pusaka Yunani di Eropa pada abad ke-1 4 M. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa kali ini adalah melalui terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari dan kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Latin.
Walaupun Islam akhirnya terusir dari negeri Spanyol dengan cara yang sangat kejam, tetapi ia telah membidangi gerakan-gerakan
penting di Eropa. Gerakan-gerakan itu adalah: kebangkitan kembali
kebudayaan Yunani klasik (renaissance) pada abad ke-14 M yang bermula di Italia, gerakan reformasi pada abad ke-16 M, rasionalisme pada abad ke-17 M, dan
pencerahan (aufklaerung) pada abad ke-18 M.
5.Islam di Spanyol dan Pengaruhnya Terhadap Renaisans di Eropa
Dalam
masa lebih dari tujuh abad kekuasasaan Islam di Spanyol, umat Islam telah mencapai kejayaannya di sana. Banyak prestasi yang mereka peroleh,
bahkan pengaruhnya membawa Eropa, dan kemudian dunia, kepada kemajuan yang
lebih kompleks. Setelah berakhirnya periode klasik Islam, ketika Islam mulai memasuki masa kemunduran, Eropa bangkit dari keterbelakangannya. Kebangkitan itu bukan saja terlihat dalam
bidang politik dengan keberhasilan Eropa mengalahkan kerajaan-kerajaan Islam dan bagian dunia lainnya, tetapi terutama dalam bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi. Bahkan, kemajuan dalam bidang ilmu dan teknologi itulah yang
mendukung keberhasilan politiknya.
Kemajuan-kemajuan
Eropa ini tidak bisa dipisahkan dari pemerintahan Islam di Spanyol. Dari Spanyol Islamlah Eropa banyak menimba ilmu. Pada periode klasik, ketika Islam mencapai masa keemasannya, Spanyol merupakan pusat peradaban Islam yang sangat penting, menyaingi Baghdad di Timur. Ketika itu, orang-orang Eropa Kristen banyak belajar di perguruan tinggi-perguruan tinggi Islam di sana. Islam
menjadi "guru" bagi orang Eropa. Karena itu, kehadiran Islam di Spanyol banyak
menarik perhatian para sejarawan.
6.Penyebab Kemunduran dan Kehancuran
Beberapa penyebab kemunduran dan kehancuran Umat Islam di Spanyol di
antaranya konflik Islam
dengan Kristen,
tidak adanya ideologi pemersatu, kesulitan ekonomi, tidak jelasnya sistem
peralihan kekuasaan, dan keterpencilan.
1. Konflik Islam dengan Kristen
Para penguasa muslim tidak
melakukan islamisasi secara sempurna. Mereka sudah merasa puas dengan hanya
menagih upeti dari kerajaan-kerajaan Kristen
taklukannya dan membiarkan mereka mempertahankan hukum dan adat mereka,
termasuk posisi hirarki tradisional, asal tidak ada perlawanan bersenjata.
Namun demikian, kehadiran Arab Islam telah memperkuat rasa
kebangsaan orang-orang Spanyol Kristen. Hal itu menyebabkan
kehidupan negara Islam
di Spanyol
tidak pernah berhenti dari pertentangan antara Islam dan Kristen.
Pada abad ke-11 M umat Kristen memperoleh
kemajuan pesat, sementara umat Islam sedang mengalami kemunduran.
2.
Tidak Adanya Ideologi Pemersatu
Kalau
di tempat-tempat lain para muallaf diperlakukan sebagai orang Islam yang sederajat, di Spanyol, sebagaimana politik yang dijalankan Bani
Umayyah di Damaskus, orang-orang Arab tidak pernah menerima orang-orang pribumi. Setidak-tidaknya sampai abad
ke-10 M, mereka masih memberi istilah 'ibad dan muwalladun kepada para muallaf itu, suatu
ungkapan yang dinilai merendahkan. Akibatnya, kelompok-kelompok etnis non-Arab
yang ada sering menggerogoti dan merusak perdamaian. Hal itu mendatangkan
dampak besar terhadap sejarah sosio-ekonomi negeri tersebut. Hal ini
menunjukkan tidak adanya ideologi yang dapat memberi makna persatuan, disamping
kurangnya figur yang dapat menjadi personifikasi ideologi itu.
3.
Kesulitan Ekonomi
Di
paruh kedua masa Islam di Spanyol, para penguasa membangun kota dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan
sangat "serius", sehingga lalai membina perekonomian. Akibatnya
timbul kesulitan ekonomi yang amat memberatkan dan menpengaruhi kondisi politik
dan militer
4.
Tidak Jelasnya Sistem Peralihan Kekuasaan
Hal
ini menyebabkan perebutan kekuasaan diantara ahli waris. Bahkan, karena inilah
kekuasaan Bani Umayyah runtuh dan Muluk ath-Thawaif
muncul. Granada yang merupakan pusat kekuasaan Islam terakhir di Spanyol jatuh ke tangan Ferdinand dan Isabella, diantaranya
juga disebabkan permasalahan ini.
5.
Keterpencilan
Spanyol Islam
bagaikan terpencil dari dunia Islam yang lain. Ia selalu berjuang sendirian, tanpa mendapat bantuan kecuali
dari Afrika Utara. Dengan demikian, tidak ada kekuatan
alternatif yang mampu membendung kebangkitan Kristen di sana.(Wallahul
musta’an).
Referensi
- ^ Britannica Encyclopedia, Battle of Karbalāʾ
- ^ HODGSON, Marshall G.S.; THE VENTURE OF ISLAM, Iman dan Sejarah dalam Peradaban Dunia; Jilid Pertama: Masa Klasik Islam; Buku Pertama: Lahirnya Sebuah Tatanan Baru. Jakarta: PARAMADINA, 1999. ISBN 979-8321-32-4
Buku Pedoman
- Al-Bidaayah Wan Nihaayah, Ibn Katsir.
- Tarikh Khulafa', As-Suyuthi.
- Tarikh Bani Umayyah, Al-Mamlakah Su'udiyyah.
- Tarikh Islamy, Ibn Khaldun.
- Sejarah Bani Umayyah, Muhammad Syu'ub, Penerbit PT.Bulan Bintang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar